Kepanikan terlihat jelas di wajah Bryan, yang kemudian segera menggendong Ayana dan akan membawanya untuk ke rumah sakit.
"Ayana, bersabarlah, aku akan membawamu ke rumah sakit!" Bryan, kemudian memeluk Ayana dalam gendongannya, yang kemudian berbalik untuk meninggalkan kamar Ayana, untuk menuju mobilnya.Nina yang melihat tindakan Bryan, yang saat ini terlihat jelas kepanikn diwajah Bryan ingin menghentikan tindakan Bryan, yang tengah menggendong Ayana didalam pelukannya.Berdiri di depan pintu kamar, Nina menghalau menghentikan langkah kaki Bryan yang tengah menggendong Ayana. "Bryan, apa yang ingin kau lakukan!" Nina benar tidak suka melihat tindakan Bryan, yang menggendong Ayana dalam pelukannya.Bryan berdiri dengan menatap tidak suka, melihat apa yang dilakukan Nina dihadapannya. "Nina, apa yang kau lakukan, cepat menyingkir, aku ingin membawa Ayana ke rumah sakit!"Dengan Ayana berada di dalam gendongan Bryan, Bryan tanpa peduli kembali melangkah ke depan setelah meminta Nina untuk menyingkir dari hadapannya.Namun Nina masih bersihkeras untuk Menghadang Bryan yang akan membawa Ayana ke rumah sakit, Nina tidak ingin melihat Ayana selamat dan lebih memilih membiarkan adiknya mati."Tidak. Bryan untuk apa kau membawa Ayana, ke rumah sakit. Ayana hanya sakit biasa dan itu sering terjadi untuk Kami yang tinggal di Panti," penolakan keras yang ditunjukkan Nina di hadapan Bryan, tentu saja membuat Bryan menatap curiga ke arah Nina.Bryan tidak mengerti dengan apa yang dilakukan Nina saat ini, yang menurutnya itu terasa sangat aneh. Ayana adiknya saat ini tengah demam tinggi dan Nina berdiri di hadapannya, melarangnya untuk membawa Ayana ke rumah sakit."Nina, apa maksudmu dengan melakukan ini! apa kau tidak melihat, jika Ayana terbaring dengan tubuh yang begitu panas," Bryan masih mencoba untuk membuat Nina menyingkir dari jalannya, tetapi sepertinya Nina masih bersikeras untuk membuat Ayana tetap berada di dalam kamarnya."Bryan letakkan Ayana kembali, aku tahu apa yang baik untuk Ayana lagi pula Ayana hanya demam biasa, jadi Bryan, kamu tidak perlu sekhawatir itu dan membawanya ke rumah sakit."Penolakan Nina, yang kesekian kalinya tidak menghentikan langkah Bryan, yang ingin membawa Ayana ke rumah sakit."Nina, Lebih baik kau segera menyingkir dari hadapanku, jika tidak...! aku sudah memperingatimu!" terlihat jelas raut marah yang ditampilkan Bryan di wajahnya saat kembali mendapat larangan dari Nina, yang tidak ingin jika Bryan membawa Ayana bersamanya ke rumah sakit.Wajah Bryan yang tampak menyeramkan dengan Aura dingin di sekitarnya, membuat Nina bergidik ketakutan. Sepertinya Bryan sangat marah kali ini kepadanya, namun Nina masih ingin mencoba untuk menahan agar Bryan tidak membawa Ayana."Tidak Bryan, lebih baik kamu kembali meletakkan ayana dikamar, biar aku yang mengurusnya. Lagi pula aku ini adalah Kakaknya dan kamu bukan siapa-siapanya."Bryan yang melihat sikap keras kepala Nina yang masih menghalau di depannya, Bryan dengan tatapan menusuk berjalan ke depan melewati Nina, mengabaikan Nina yang merasa kesakitan di pundaknya, setelah Bryan menabraknya dengan melewatinya."Aku sudah memperingatimu Nina, untuk menyingkir dari jalanku tetapi kau tidak mendengarkan permintaanku!" langkah kaki Bryan yang begitu tegas melangkah pergi melewati Nina, yang yang merasakan sakit setelah Brian menabrak bahunya, dengan Ayana di dalam gendongannya."Bryan berhenti, kembalikan Ayana! Kamu bukan siapa-siapanya yang bisa seenaknya membawa Ayana pergi tanpa persetujuanku!"Namun teriakan, Nina, yang berteriak dari arah punggung Bryan, diabaikan oleh Bryan dan tetap melangkah pergi bersama dengan Ayana di dalam gendongannya."Bryan berhenti...!"Dilantai bawah, Bryan kemudian membuka pintu mobilnya dan meletakkan Ayana dengan pelan di kursi belakang, yang terlihat mengeluarkan keringat hingga membasahi pakaian yang dikenakannya."Bersabarlah Ayana, aku akan membawamu ke rumah sakit," setelah mengatakan itu, Bryan kemudian menutup pintu mobil dan Berjalan ke depan kursi pengemudi dan mulai menjalankan mobilnya mengarah ke rumah sakit.Laju mobil Bryan yang berlomba dengan kendaraan lainnya di jalan raya yang mulai dipadati oleh kendaraan, membuat Bryan mengabaikan tindakannya yang kemungkinan bisa membuatnya kecelakaan.Pikiran dan mata Bryan saat ini, hanya tertuju pada kursi belakang mobilnya, di mana Bryan meletakkan Ayana, yang terbaring tidak sadarkan diri dengan tubuh yang semakin panas.Bryan sangat takut, sesuatu buruk bisa saja terjadi kepada Ayana, dia tidak ingin sesuatu hal menimpa Ayana sebelum Ayana mengetahui, jika Bryan memiliki perasaan kepadanya.Hanya butuh 15 menit mobil yang dikemudikan Bryan, tiba di depan rumah sakit.Tidak heran, mengapa Bryan bisa segera tiba di rumah sakit yang jarak dari Panti Asuhan Kerumah Sakit, lumayan memakan waktu.Keluar dari kursi pengemudi, Bryan mengelilingi mobilnya dan kembali menggendong Ayana dalam pelukannya untuk membawanya ke dalam rumah sakit."Aku membutuhkan seorang Dokter, sekarang!" Bryan, dengan aurat dinginnya membuat beberapa Dokter dan juga perawat yang melihat kedatangan Bryan, bersama dengan seorang wanita dalam gendongannya, lekas datang menghampiri Bryan untuk membantu mengarahkan Bryan menuju kamar pemeriksaan."Silahkan Tuan, letakkan di sini!" mendengar itu Bryan kemudian meletakkan Ayana, di atas ranjang Rumah Sakit dan membiarkan Dokter dan juga perawat, melakukan pemeriksaan terhadap Ayana."Tuan, Anda bisa menunggu di luar sementara saya akan melakukan pemeriksaan kepada pasien," mendengar permintaan Dokter, Bryan tanpa berkata mengangguk melangkah keluar dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di depan kamar.Bryan yang tidak mengerti bagaimana bisa keadaan Ayana bisa separah ini, tanpa ada yang memberitahunya. Jika Bryan tidak mengetahuinya lebih awal, mungkin Ayana tidak akan mengalami demam tinggi, dan membuat Ayana tidak sadarkan diri.Saat sibuk dengan pikirannya sendiri, Dokter yang melakukan pemeriksaan terhadap Ayana, berjalan keluar menghampiri Bryan yang juga menatap ke arahnya.Dokter yang terlihat berumur, dengan kaca mata bertengger di atas hidungnya menatap tanya ke arah Bryan, yang saat ini duduk di hadapannya. "Apa Tuan keluarga dari pasien wanita yang berada di dalam?"Bryan tanpa berpikir mengangguk mengiyakan, begitu mendengar pertanyaan yang di ajukan Dokter yang berdiri di hadapannya."Benar, saya adalah keluarga dari Ayana, apa yang terjadi dengannya Dokter? Kenapa tubuhnya bisa sepanas itu!" nampak jelas suara kepanikannya, yang terdengar di telinga sang Dokter. Namun Dokter itu hanya balas dengan tersenyum tipis dan meminta Bryan untuk menemuinya di ruangannya.Sedangkan di dalam kamar, Ayana yang mulai sadarkan diri dengan perlahan membuka matanya, dan menatap sekitar ruangan, yang bernuansa putih dengan aroma obat yang menyengat, menusuk indra penciumannya. Ayana megerutkan dahi menatap ke sekitar ruangan mencoba mencari tahu di mana dia berada saat ini.Namun kedatangan perawat yang membuka pintu ruangannya dan berjalan masuk, mengalihkan perhatian Ayana. Perawat yang ingin melakukan pemeriksaan kepada Ayana, menjawab semua pertanyaan Ayana."Nona, anda sudah bangun, kekasih anda sudah menunggu anda sedari tadi. Sepertinya dia sangat mencintai anda Nona, aku bisa melihat dari kepanikan di wajahnya, saat mengantar anda yang tidak sadarkan diri."Suster itu nampak kagum saat melihat perhatian yang diberikan oleh Bryan kepada Ayana. Selama ini, dia tidak pernah melihat seorang pria begitu paniknya, melihat seorang yang dicintai dalam keadaan seperti Ayana.Ayana yang tidak mengerti, tentu saja menatap ke arah perawat yang berbicara dengannya, meminta penjelasan dari apa yang di katakan perawat barusan."Apa maksudnya suster?" suara serak Ayana, terdengar berbisik, yang baru saja sadarkan diri beberapa saat lalu, menatap bingung mendengar penjelasan perawat didepannya."Nona, apa anda tidak mengetahui, jika demam anda sangat tinggi, sehingga membuat anda tidak sadarkan diri. Untung saja kekasih anda segera membawa anda ke rumah sakit, untuk dapat ditangani, jika tidak mungkin anda akan mengalami sakit yang lebih parah dari saat ini."Ayana masih tidak mengatakan apapun hanya diam mendengarkan penjelasan yang dikatakan oleh perawat yang berdiri di depannya, sedang melakukan pemeriksaan kepada cairan infus yang menempel di tangannya."Untung saja saat ini keadaan Nona sudah baik-baik saja, sehingga kekasih Nona tidak perlu merasa khawatir lagi," lanjut sang perawat, berucap keada Ayana.Mendengar perkataan perawat rumah sakit yang melakukan pemeriksaan kepadanya terus sajak mengatakan jika Ayana memiliki kekasih, tentu membuat Ayana merasa bingung, pasalnya saat ini dirinya tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.Saat Ayana ingin membuka suara meminta penjelasan kepada perawat yang berbicara dengannya, Bryan membuka pintu ruangan inap Ayana, dan berjalan masuk menghampiri Ayana."Kau sudah sadar?"Bryan yang matanya masih tertuju kepada wajah Ayana, yang nampak begitu pucat, dengan langkah pelan Bryan menghampiri Ayana. "Ada apa? Apa kau menginginkan sesuatu?" Bryan, mengulurkan tangannya untuk menepis sehelai rambut, yang menutupi di wajah Ayana, yang masih terbaring lemah di diatas kasur. Ayana menggeleng pelan, mendengar pertanyaan dari Bryan, matanya menatap Bryan penuh cinta yang saat ini terlihat mengkhawatirkannya. "Apa Kak Bryan yang membawaku ke rumah sakit?" Ayana ingin mendengar, jika memang Bryan yang membawanya ke rumah sakit, seperti apa yang perawat baru saja katakan kepadanya. Bryan mengangguk dengan pelan mengiyakan, "Untung saja aku dapat segera menemukanmu, jika tidak, kau mungkin saja masih tersiksa dengan suhu tubuhmu yang begitu tinggi." Ayana hanya tersenyum tipis, mendengar apa yang barusan dikatakan Bryan, yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran membuat Ayana erlahan merasa jauh lebih baik. Ayana tahu, apa yang menyebabkan dirinya bisa dalam kead
Dua tahun kemudian... Bruk! "Miss Nina, Tolong jangan--" "Ternyata kau ada di sini, Sayang! aku menunggumu beberapa hari ini untuk menemuiku, tetapi kamu tetap tidak datang, Bryan," Nina berjalan dengan anggun, dengan gaun ketat menutupi tubuh seksinya, berjalan memasuki ruang meeting, dimana Bryan sedang duduk mendengarkan klien yang memaparkan rencana kerja sama dengannya. Tanpa mempedulikan tatapan semua orang, yang ada di ruangan itu, Nina, dengan pakaian yang memperlihatkan lekukan tubuhnya, mendudukkan dirinya di atas pangkuan Bryan. Sembari mengelus pelan dada bidang Bryan yang saat ini sudah mengepalkan tangannya marah. Bryan memberi tatapan tajam ke arah asistennya Davin, yang membiarkan Nina masuk dan membuat kekacauan saat dirinya sedang mengadakan pertemuan. "Maaf tuan!" Asisten Davin, hanya menunduk saat melihat Tatapan yang diberikan oleh sang majikan. Dirinya merasa bersalah karena tidak berhasil untuk menghalangi Nina, agar tidak mengganggu rapat yang dilakukan,
Ayana, yang baru saja pulang dari bekerja sebagai guru di sebuah TK, berjalan memasuki rumah yang baru beberapa bulan ini ditempatinya.Semenjak, Bryan membatalkan pernikahan mereka dan menikahi, Nina, Ayana memutuskan untuk keluar dari panti dan tinggal disebuah kota, mengasingkan diri dari kehidupan masa lalunya, sudah 2 tahun Ayana hidup dengan berpindah, agar Bryan tidak dapat menemukannya. Ayana tahu, jika orang suruhan Bryan beberapa kali datang untuk mencari keberadaanya, dan alasan Bryan melakukan itu Ayana juga tidak tahu. Ayana hanya bisa berpikir, jika Bryan kembali mencarinya mungkin untuk kembali mempermalukannya, menunjukkan jika saat ini Bryan memiliki kehidupan Bahagia bersama dengan, Nina.Memikirkan semua itu, Ayana tidak tahu kenapa Bryan bisa bersikap setega itu kepadanya. Masih tersimpan diingatan Ayana, saat Bryan membatalkan pernikahan mereka dan mengatakan jika yang ingin Bryan nikahi adalah, Nina, dan bukan dirinya membuat Ayana merasakan sakit hati yang teram
Didepan apartemen kumuh Ayana, Bryan kemudian berjalan menaiki anak tangga untuk segera menuju lantai apartemen Ayana. Satu persatu anak tangga Bryan lewati, hingga berdiri tepat di depan pintu apartemen Ayana. Asisten Davin, melihat Bryan berdiri di depan pintu apartemen Ayana, Bryan mencoba untuk mengetuk pintu Ayana, berharap Ayana tidak akan terkejut melihat kehadiran Bryan yang saat ini berdiri di depannya. Asisten Davin, juga mengetahui cerita percintaan atasannya dengan saudari kembar istri Bryan, Nina, yang saat ini menjadi istri Bryan. Davin tidak menyangka jika percintaan sang atasan begitu rumit, setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tok Tok Tok Bryan, nampak gugup berdiri menunggu Ayana membukakan pintu. Dapat terlihat jelas dari raut wajah Bryan, yang saat ini menghela nafas beberapa kali. Bryan juga sering kali memperbaiki penampilannya, agar saat dirinya bertemu dengan Ayana, tidak membuat kesan pertamanya terlihat buruk, hingga membuat Ayana, menatap tidak
"Apa kau sudah mempersiapkan pakaianmu, Ayana?" Mita menghampiri Ayana yang saat ini tengah sibuk mempersiapkan pakaian yang akan dibawanya. Hari ini rencana Ayana akan pergi meninggalkan kota yang dia tempati saat ini, dan untuk sementara akan menetap di rumah teman Mita. "Sudah Mita! Apa kau yakin Bryan tidak bisa melacak tempat tinggal temanmu?" Ayana merasa takut, jika seandainya Bryan masih bisa menemukan persembunyiannya, Ayana hanya ingin terbebas dari Bryan. Tanpa kembali mengingat masa lalu yang penuh luka. "Kamu tenang saja Ayana. Lebih baik kau sekarang cepat meninggalkan kota ini, sebelum Bryan bisa menemukan mu," Mita kemudian membantu Ayana, untuk membawa barang bawaan yang akan dibawa bersamanya meninggalkan kota C. "Baiklah, Mita, Kalau begitu aku pergi dulu," Ayana kemudian memberi sebuah pelukan perpisahan kepada Mita. Sebelum masuk ke dalam taksi dan menutupnya. "Ayana, kau tidak perlu merasa khawatir dengan barangmu yang ada di sini, aku akan memastikan semuanya
Ayana membuang muka, dan menepis kasar tangan Bryan yang menyentuh wajahnya, Ayana merasa marah dan juga kecewa menatap Bryan. Dengan seenaknya Bryan datang dan berucap maaf kepadanya, seolah kata maaf yang diucapkan Bryan, dapat menghapus luka yang telah Bryan goreskan.Melihat Ayana menepis kasar tangannya, tidak membuat Bryan merasa marah. Sebaliknya Bryan berlutut di depan Ayana yang saat ini membuang muka, tidak ingin menatapnya. Bryan tersenyum sembari menggenggam salah satu telapak tangan Ayana, yang sesekali dicium oleh Bryan."Ayana, maafkan aku. Aku tahu aku bersalah kepadamu, setelah apa yang aku lakukan dulu, yang dengan sadar menyakitimu. Aku tidak ingin kau memaafkanku begitu saja, Ayana. Tetapi aku mohon, jangan pernah memcoba untuk pergi lagi dariku, aku tidak bisa hidup tanpamu Ayana!" Brynan menatap rinduku ke wajah Ayana, yang saat ini memalingkan wajahnya. "Lepaskan tanganku Bryan, Aku tidak membutuhkan permintaan maaf mu. Jadi lebih baik kau biarkan aku pergi dan
Di tempat lain. Nina yang mengetahui kabar jika, Bryan akhirnya bertemu dengan, Ayana membanting semua barang yang ada dikamarnya. Nina tidak terima jika, Ayana kembali bertemu dengan Bryan, dan membuat posisinya terancm. "Sial bagaimana mungkin Bryan bisa menemukan persembunyian Ayana!" Nina sangat marah, wajahnya saat ini sudah menghitam, tidak menyangka jika Bryan akan berhasil menemukan persembunyian Ayana yangbsidah berapa kali Nina menghalanginya. Nina tidak ingin jika Bryan kembali bersama Ayana dan meninggalkannya. Sudah lama Nina menginginkan posisi untuk menjadi istri Bryan, yang memiliki kekuasaan dan harta yang seharusnya menjadi miliknya.Nina kemudian mengambil ponselnya untuk mengirim pesan kepada seseorang, yang mengabarkan tentang pertemuan Ayana bersama dengan Bryan."Sepertinya aku harus membuat rencana, agar Bryan dan juga Ayana tidak bisa bersama selamanya!" Nina tidak akan melepaskan kesempatan, saat dirinya berhasil menjadi istri Bryan, tidak ada tempat untuk
Ceklek! "Kenapa kamu tidak menyentuh makanan mu, Ayana? Bryan, yang baru saja masuk ke dalam kamar Ayana, mencoba untuk bertanya kepada Ayana. Yang saat ini membuang muka, tidak ingin melihat ke arahnya.Melihat sikap Ayana, yang tidak ingin melihatnya, Bryan hanya memberi senyuman di wajahnya, dan kemudian berjalan mendekat untuk berdiri tepat di depan Ayana, yang saat ini masih mendudukkan dirinya di atas tempat tidur, tanpa ingin menoleh untuk melihat ke arah Bryan. "Ayana, makanlah! Jangan seperti ini. Aku tidak ingin jika kamu sampai sakit karena tidak ingin mengisi perutmu, ujar Bryan, mencoba untuk membujuk Ayana, yang masih tidak mempedulikan apa yang baru saja Bryan katakan.Bryan kemudian menarik meja yang berisi makanan, mendekat ke arah Ayana dan mendudukkan dirinya di atas tempat tidur berhadapan dengan Ayana. Dan mengambil piring yang berisi makanan, yang diletakkan di atas meja, untuk menyuapi Ayana. "Makalah Ayana, walau hanya beberapa suap. Jangan membuatku merasa