Share

Bab 8

Kepanikan terlihat jelas di wajah Bryan, yang kemudian segera menggendong Ayana dan akan membawanya untuk ke rumah sakit.

"Ayana, bersabarlah, aku akan membawamu ke rumah sakit!" Bryan, kemudian memeluk Ayana dalam gendongannya, yang kemudian berbalik untuk meninggalkan kamar Ayana, untuk menuju mobilnya.

Nina yang melihat tindakan Bryan, yang saat ini terlihat jelas kepanikn diwajah Bryan ingin menghentikan tindakan Bryan, yang tengah menggendong Ayana didalam pelukannya.

Berdiri di depan pintu kamar, Nina menghalau menghentikan langkah kaki Bryan yang tengah menggendong Ayana. "Bryan, apa yang ingin kau lakukan!" Nina benar tidak suka melihat tindakan Bryan, yang menggendong Ayana dalam pelukannya.

Bryan berdiri dengan menatap tidak suka, melihat apa yang dilakukan Nina dihadapannya. "Nina, apa yang kau lakukan, cepat menyingkir, aku ingin membawa Ayana ke rumah sakit!"

Dengan Ayana berada di dalam gendongan Bryan, Bryan tanpa peduli kembali melangkah ke depan setelah meminta Nina untuk menyingkir dari hadapannya.

Namun Nina masih bersihkeras untuk Menghadang Bryan yang akan membawa Ayana ke rumah sakit, Nina tidak ingin melihat Ayana selamat dan lebih memilih membiarkan adiknya mati.

"Tidak. Bryan untuk apa kau membawa Ayana, ke rumah sakit. Ayana hanya sakit biasa dan itu sering terjadi untuk Kami yang tinggal di Panti," penolakan keras yang ditunjukkan Nina di hadapan Bryan, tentu saja membuat Bryan menatap curiga ke arah Nina.

Bryan tidak mengerti dengan apa yang dilakukan Nina saat ini, yang menurutnya itu terasa sangat aneh. Ayana adiknya saat ini tengah demam tinggi dan Nina berdiri di hadapannya, melarangnya untuk membawa Ayana ke rumah sakit.

"Nina, apa maksudmu dengan melakukan ini! apa kau tidak melihat, jika Ayana terbaring dengan tubuh yang begitu panas," Bryan masih mencoba untuk membuat Nina menyingkir dari jalannya, tetapi sepertinya Nina masih bersikeras untuk membuat Ayana tetap berada di dalam kamarnya.

"Bryan letakkan Ayana kembali, aku tahu apa yang baik untuk Ayana lagi pula Ayana hanya demam biasa, jadi Bryan, kamu tidak perlu sekhawatir itu dan membawanya ke rumah sakit."

Penolakan Nina, yang kesekian kalinya tidak menghentikan langkah Bryan, yang ingin membawa Ayana ke rumah sakit.

"Nina, Lebih baik kau segera menyingkir dari hadapanku, jika tidak...! aku sudah memperingatimu!" terlihat jelas raut marah yang ditampilkan Bryan di wajahnya saat kembali mendapat larangan dari Nina, yang tidak ingin jika Bryan membawa Ayana bersamanya ke rumah sakit.

Wajah Bryan yang tampak menyeramkan dengan Aura dingin di sekitarnya, membuat Nina bergidik ketakutan. Sepertinya Bryan sangat marah kali ini kepadanya, namun Nina masih ingin mencoba untuk menahan agar Bryan tidak membawa Ayana.

"Tidak Bryan, lebih baik kamu kembali meletakkan ayana dikamar, biar aku yang mengurusnya. Lagi pula aku ini adalah Kakaknya dan kamu bukan siapa-siapanya."

Bryan yang melihat sikap keras kepala Nina yang masih menghalau di depannya, Bryan dengan tatapan menusuk berjalan ke depan melewati Nina, mengabaikan Nina yang merasa kesakitan di pundaknya, setelah Bryan menabraknya dengan melewatinya.

"Aku sudah memperingatimu Nina, untuk menyingkir dari jalanku tetapi kau tidak mendengarkan permintaanku!" langkah kaki Bryan yang begitu tegas melangkah pergi melewati Nina, yang yang merasakan sakit setelah Brian menabrak bahunya, dengan Ayana di dalam gendongannya.

"Bryan berhenti, kembalikan Ayana! Kamu bukan siapa-siapanya yang bisa seenaknya membawa Ayana pergi tanpa persetujuanku!"

Namun teriakan, Nina, yang berteriak dari arah punggung Bryan, diabaikan oleh Bryan dan tetap melangkah pergi bersama dengan Ayana di dalam gendongannya.

"Bryan berhenti...!"

Dilantai bawah, Bryan kemudian membuka pintu mobilnya dan meletakkan Ayana dengan pelan di kursi belakang, yang terlihat mengeluarkan keringat hingga membasahi pakaian yang dikenakannya.

"Bersabarlah Ayana, aku akan membawamu ke rumah sakit," setelah mengatakan itu, Bryan kemudian menutup pintu mobil dan Berjalan ke depan kursi pengemudi dan mulai menjalankan mobilnya mengarah ke rumah sakit.

Laju mobil Bryan yang berlomba dengan kendaraan lainnya di jalan raya yang mulai dipadati oleh kendaraan, membuat Bryan mengabaikan tindakannya yang kemungkinan bisa membuatnya kecelakaan.

Pikiran dan mata Bryan saat ini, hanya tertuju pada kursi belakang mobilnya, di mana Bryan meletakkan Ayana, yang terbaring tidak sadarkan diri dengan tubuh yang semakin panas.

Bryan sangat takut, sesuatu buruk bisa saja terjadi kepada Ayana, dia tidak ingin sesuatu hal menimpa Ayana sebelum Ayana mengetahui, jika Bryan memiliki perasaan kepadanya.

Hanya butuh 15 menit mobil yang dikemudikan Bryan, tiba di depan rumah sakit.Tidak heran, mengapa Bryan bisa segera tiba di rumah sakit yang jarak dari Panti Asuhan Kerumah Sakit, lumayan memakan waktu.

Keluar dari kursi pengemudi, Bryan mengelilingi mobilnya dan kembali menggendong Ayana dalam pelukannya untuk membawanya ke dalam rumah sakit.

"Aku membutuhkan seorang Dokter, sekarang!" Bryan, dengan aurat dinginnya membuat beberapa Dokter dan juga perawat yang melihat kedatangan Bryan, bersama dengan seorang wanita dalam gendongannya, lekas datang menghampiri Bryan untuk membantu mengarahkan Bryan menuju kamar pemeriksaan.

"Silahkan Tuan, letakkan di sini!" mendengar itu Bryan kemudian meletakkan Ayana, di atas ranjang Rumah Sakit dan membiarkan Dokter dan juga perawat, melakukan pemeriksaan terhadap Ayana.

"Tuan, Anda bisa menunggu di luar sementara saya akan melakukan pemeriksaan kepada pasien," mendengar permintaan Dokter, Bryan tanpa berkata mengangguk melangkah keluar dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di depan kamar.

Bryan yang tidak mengerti bagaimana bisa keadaan Ayana bisa separah ini, tanpa ada yang memberitahunya. Jika Bryan tidak mengetahuinya lebih awal, mungkin Ayana tidak akan mengalami demam tinggi, dan membuat Ayana tidak sadarkan diri.

Saat sibuk dengan pikirannya sendiri, Dokter yang melakukan pemeriksaan terhadap Ayana, berjalan keluar menghampiri Bryan yang juga menatap ke arahnya.

Dokter yang terlihat berumur, dengan kaca mata bertengger di atas hidungnya menatap tanya ke arah Bryan, yang saat ini duduk di hadapannya. "Apa Tuan keluarga dari pasien wanita yang berada di dalam?"

Bryan tanpa berpikir mengangguk mengiyakan, begitu mendengar pertanyaan yang di ajukan Dokter yang berdiri di hadapannya.

"Benar, saya adalah keluarga dari Ayana, apa yang terjadi dengannya Dokter? Kenapa tubuhnya bisa sepanas itu!" nampak jelas suara kepanikannya, yang terdengar di telinga sang Dokter. Namun Dokter itu hanya balas dengan tersenyum tipis dan meminta Bryan untuk menemuinya di ruangannya.

Sedangkan di dalam kamar, Ayana yang mulai sadarkan diri dengan perlahan membuka matanya, dan menatap sekitar ruangan, yang bernuansa putih dengan aroma obat yang menyengat, menusuk indra penciumannya. Ayana megerutkan dahi menatap ke sekitar ruangan mencoba mencari tahu di mana dia berada saat ini.

Namun kedatangan perawat yang membuka pintu ruangannya dan berjalan masuk, mengalihkan perhatian Ayana. Perawat yang ingin melakukan pemeriksaan kepada Ayana, menjawab semua pertanyaan Ayana.

"Nona, anda sudah bangun, kekasih anda sudah menunggu anda sedari tadi. Sepertinya dia sangat mencintai anda Nona, aku bisa melihat dari kepanikan di wajahnya, saat mengantar anda yang tidak sadarkan diri."

Suster itu nampak kagum saat melihat perhatian yang diberikan oleh Bryan kepada Ayana. Selama ini, dia tidak pernah melihat seorang pria begitu paniknya, melihat seorang yang dicintai dalam keadaan seperti Ayana.

Ayana yang tidak mengerti, tentu saja menatap ke arah perawat yang berbicara dengannya, meminta penjelasan dari apa yang di katakan perawat barusan.

"Apa maksudnya suster?" suara serak Ayana, terdengar berbisik, yang baru saja sadarkan diri beberapa saat lalu, menatap bingung mendengar penjelasan perawat didepannya.

"Nona, apa anda tidak mengetahui, jika demam anda sangat tinggi, sehingga membuat anda tidak sadarkan diri. Untung saja kekasih anda segera membawa anda ke rumah sakit, untuk dapat ditangani, jika tidak mungkin anda akan mengalami sakit yang lebih parah dari saat ini."

Ayana masih tidak mengatakan apapun hanya diam mendengarkan penjelasan yang dikatakan oleh perawat yang berdiri di depannya, sedang melakukan pemeriksaan kepada cairan infus yang menempel di tangannya.

"Untung saja saat ini keadaan Nona sudah baik-baik saja, sehingga kekasih Nona tidak perlu merasa khawatir lagi," lanjut sang perawat, berucap keada Ayana.

Mendengar perkataan perawat rumah sakit yang melakukan pemeriksaan kepadanya terus sajak mengatakan jika Ayana memiliki kekasih, tentu membuat Ayana merasa bingung, pasalnya saat ini dirinya tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.

Saat Ayana ingin membuka suara meminta penjelasan kepada perawat yang berbicara dengannya, Bryan membuka pintu ruangan inap Ayana, dan berjalan masuk menghampiri Ayana.

"Kau sudah sadar?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status