Bab 6
Budak berkedok istriMendengar pengakuan penuh percaya diri wanita bernama Carla Queen Baker, yang kini berdiri tepat di depanku, tentu membuatku terkejut.“Apa kau terkejut setelah mendengarnya, Angelina?” Wanita bernama Carla itu tersenyum angkuh.“Apa maksudmu mengatakan hal ini padaku, Nona Carla?” Aku mencoba untuk bersikap tenang meskipun aku tak menampik ada sedikit rasa kesal terbersit di hatiku.“Agar kau tahu diri siapa dirimu ini di mata kami.” Carla mendekatkan wajahnya yang seolah tanpa cela tepat di depan mataku dengan angkuh, “Dan kau juga harus tahu bahwa kau ini bukanlah siapa-siapa meskipun kau ini adalah istri dari Henry Bastian Campbell!” tukasnya tajam.“Apa maksudmu, kau takut posisimu akan tergeser olehku, Nona Carla?” balasku tak kalah tajam.“Apa?!” Carla melotot seketika, sedetik kemudian ia tertawa sinis dengan pandangan mengejek menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki, “Apa kau yakin bisa bersaing denganku, Angelina? Sampai mati pun aku rasa, kau tak akan mampu untuk melakukannya!” ucapnya lantang penuh percaya diri.“Jika kau tidak takut lalu untuk apa kau repot-repot mendatangiku sekarang?” timpalku seraya mengangkat sudut bibirku ke atas.“Kau?!!” Detik itu juga Carla tampak melotot menatapku, tangannya hendak bersiap menamparku, namun ia seperti mengurungkan niatnya setelah melihatku seolah tak sedikit pun bergeming dengan kehadirannya.“Terlalu kotor jika tanganku ini sampai menyentuh wajahmu yang berkelas rendah!” Carla menatapku tajam, “Ingat Angelina Louis! Sekali lagi aku tekankan di sini, agar kau tahu dengan siapa kau berhadapan. Kau juga harus tahu jika Henry menganggapmu hanyalah seorang wanita sampah, kau akan dibuang dan dilupakan setelah Henry puas dan bosan! Jadi jangan terlalu percaya diri dengan statusmu sekarang, apalagi saat bicara denganku!” Setelah mengucapkan kalimat bernada merendahkan itu, Carla berbalik dan berjalan dengan gaya angkuh menuju ke mobilnya kembali.Aku hanya bisa berdiri dengan pandangan menyempit menatap mobil Carla yang mulai menghilang dari pandanganku, setelah itu aku mendengus kasar dengan nafas berat karena rasa kesal.“Kekasih? Memang apa pentingnya seorang Henry di mataku?” dengusku kesal.Beberapa jam setelah wanita yang mengaku kekasih dari Henry itu mendatangiku, aku melihat dari berita di berbagai sosial media foto-foto Henry dan wanita bernama Carla itu ramai menjadi berita panas. Bagaimana tidak? Foto mereka yang sedang dinner bersama di sebuah restoran hingga bercumbu rayu di sebuah apartemen telah tersebar luas di berbagai sosial media.Walaupun darah ini terasa mendidih, namun aku tetap mencoba bersikap logis. Kesal itu pasti, mungkin itu adalah reaksi normal seorang wanita yang berstatus istri meskipun itu tidak dianggap. Aku hanya berpikir, bukankah itu bagus untukku agar bisa secepatnya lepas dari pria kejam seperti Henry Bastian Campbell? Tetapi jauh dalam hatiku yang terdalam, kenapa aku merasa kesal? Apakah ini perasaan cemburu?Aku tertawa, menertawakan diriku sendiri.“Yang benar saja, Angelina. Apakah kau ini jatuh cinta pada pria seperti Henry?” aku bermonolog di antara tawa pahitku....Malamnya seperti yang aku perkirakan, Henry datang ke rumah setelah malam penyiksaan paling menyakitkan yang pria itu lakukan padaku. Namun, aku mencoba bersikap biasa dengan tak memperdulikan kehadirannya.“Apa kau sudah melihat berita itu?” Henry bertanya tanpa basa-basi, ketika aku tengah duduk di meja rias.“Melihat apa? Berita tentangmu dan wanita model itu?” Aku menyahut cuek dengan tetap menyisir rambut panjangku.“Jadi kau sudah melihatnya,” Henry berkata dengan sikapnya yang datar.“Tentu saja aku sudah melihatnya. Bukankah kau ini orang hebat, Henry Bastian Campbell? Siapa orang yang tak mengenalmu di dunia ini?” sindirku tajam.“Apa maksudmu mengatakannya hah?!” Secara mengejutkan Henry menarik salah satu tanganku dengan kasar agar menghadapnya.“Kenapa kau marah? Bukankah hal itu benar?” Aku tersenyum sinis penuh arti.Henry yang melihatku bereaksi demikian tentu merasa tak terima.“Kau sudah mulai bersikap berani padaku, Angelina Louis?!” umpatnya dengan kilat mata berapi.“Apa ucapanku ada yang salah? Jika kau ingin tahu, kekasihmu itu juga tadi siang baru saja menemuiku,” aku memberitahu seraya tersenyum penuh arti.“Apa?! Carla datang ke sini?!” Henry tampak terkejut mendengarnya.“Melihat reaksimu itu sepertinya kau tidak tahu dia datang,” aku menyahut sinis.“Sekarang aku tahu, apa reaksimu tadi karena rasa cemburu?” Henry tersenyum smirk menatapku.“Cemburu?” Aku mendengus, “Untuk apa aku cemburu pada suami kontrakku?” dalihku menyangkal keras.“Oya? Jika kau tak cemburu lalu apa alasanmu bereaksi seperti tadi, Angelin?” Kali ini Henry menatapku dengan tersenyum mengejek.“Lantas, sikap apa yang harus aku lakukan? Bukankah kau hanya menganggapku istri bayangan? Aku juga tahu batasanku, jadi jangan bermimpi jika aku akan sampai jatuh cinta pada pria kejam sepertimu.”Merasa tak terima dengan ucapanku Henry semakin mencengkeram pergelangan tanganku dengan erat dan kasar.“Kau masih bernyali rupanya, Angelina Louis. Apa perlu aku ingatkan lagi bagaimana malam panas yang terakhir kita lewati bersama waktu itu?” Henry menyeringai, wajah tampannya terlihat mengerikan dalam waktu cepat.“Tidak! Aku bukan hewan yang bisa kau perlakukan seenaknya, Henry!” Aku memberontak mencoba membela diri saat Henry mendorong tubuhku ke ranjang.“Oya? Kau mau mengatakan jika kau adalah istriku begitu?” Henry menyeringai, mulai melepas setelan jas yang ia kenakan satu persatu di depanku.“Bisakah kau meminta hakmu dengan cara yang lembut? Apa yang kau lakukan padaku sama saja dengan penyiksaan!” Aku mulai ketakutan saat Henry sudah sepenuhnya polos berdiri di depanku, dengan senyum jahat yang menghiasi wajahnya.Bayangan penyiksaan itu kembali muncul dalam pikiranku, membuatku bergidik ketakutan. Walaupun aku selalu berusaha bersikap biasa, namun jauh dalam diriku merasakan trauma.“Di mana Angelina yang berani itu? Aku ingin melihatnya jika kau melayaniku di atas ranjang,” tutur Henry serak, kilat netra birunya tampak mengerikan di mataku.Aku merayap mundur di atas ranjang menghindar dari pria yang mulai mendekatiku dengan tubuh polosnya yang memang mengagumkan secara fisik, namun di mataku pria itu tetap seperti iblis berkedok manusia.“Jangan Henry, aku mohon kau jangan menyiksaku lagi. Kau boleh memerintahku apa pun, aku akan menurutinya asalkan kau tak menyiksaku lagi seperti waktu itu.” Aku memohon dengan air mata yang mulai merebak ketakutan.“Apa kau ingin aku memperlakukanmu dengan lembut saat aku meminta hakku padamu, Angelina?” Henry mencengkeram rahangku agar menatapnya.Aku mengangguk ketakutan dengan tatapan memohon, kedua netraku kini sepenuhnya berkabut membuat pandanganku sedikit kabur.Henry tersenyum devil, walaupun penglihatanku sedikit kabur, namun aku masih bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya yang berubah mengerikan sekarang, “Jangan bermimpi kau akan mendapatkan perlakuan istimewa dariku, karena tujuanku menikahimu memang hanya ingin menjadikanmu budak di atas ranjangku selama kau menjadi istriku, Angelina Louis!”Siang itu aku dalam perjalanan menuju ke sekolah Andrew, setelah wali kelasnya, Mrs. Nancy Brown menghubungiku beberapa jam yang lalu dan memberitahuku jika Andrew terlibat masalah dengan sesama teman di sekolahnya. Apa yang terjadi di sekolah, aku belum terlalu jelas mengetahuinya, Hanya saja sebagai ibu, hal itu tetap saja membuatku sedikit merasa panik. Andrew adalah anak yang tak pernah membuat masalah, dia cenderung penurut dan bukanlah anak yang hiperaktif, lalu masalah apa yang ditimbulkan Andrew hingga ia bisa terlibat masalah dengan teman di sekolahnya. Tak ada penjelasan secara rinci, Mrs. Nancy Brown hanya memintaku untuk datang ke sekolah untuk bertemu dengan wali murid dari teman yang bermasalah dengan Andrew. Setelah sampai di sekolah Andrew, aku langsung berjalan menuju ke ruangan guru di sekolah dasar favorit tempat Andrew menempuh pendidikan di sini. Namun, belum sampai di tempat yang dituju di koridor sekolah aku berpapasan dengan seseorang, tepatnya seorang guru lak
Empat hari telah berlalu sejak aku mendapatkan kiriman buket bunga tanpa nama. Selama itu pun aku selalu mendapatkan buket bunga yang sama dengan tanpa nama. Entah siapa yang sengaja mengirimkannya padaku aku belum menemukan petunjuk apa pun. Hingga hari ketiga aku pernah memerintahkan Bob untuk menolak tak menerima dan mengembalikannya pada sang pengirim, akan tetapi sang kurir menolak keras dengan alasan buket bunga itu memang dipesan seseorang lewat on line. Tentu saja mengembalikannya hanyalah usaha yang sia-sia. Oleh sebab itulah mau tak mau aku harus menerima buket bunga tersebut, meskipun sebenarnya aku sudah mulai merasa semakin penasaran dengan siapa sebenarnya sang pengirim tanpa nama itu. Selama itu pun Axel tak terlihat lagi datang berkunjung. Dia seolah menghilang tanpa jejak. Aku sudah merasa tak heran karena sejak dulu itulah keahlian dari seorang Axel Campbell, yang selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Saat itu aku sempat berpikir apa mungkin sang pengirim misteri
Mansion utama Campbell“Nyonya ada kiriman buket bunga dari seseorang.” Pelayan setia bernama Bob memberitahu ketika aku tengah mengawasi Damian dan Andrew berenang bersama di mansion. Aku mengerutkan alis menatap lekat buket bunga mawar merah cantik yang ada di tangan Bob. “Buket bunga? Dari siapa?” tanyaku penasaran. “Tidak ada nama pengirim, Nyonya tetapi ada pesan di buket bunga ini. Mungkin Anda bisa mengetahui jika sudah membacanya.” Bob menyerahkan buket berukuran cukup besar itu padaku, "Jika tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi, Nyonya.” Bob menunduk kemudian berlalu pergi sedangkan aku masih menatap penuh tanya buket bunga cantik yang kini berada di tanganku. Harus aku akui buket bunga ini begitu cantik. Entah kebetulan atau tidak sepertinya sang pengirim mengetahui jika memang aku sangat menyukai bunga mawar merah seperti ini. Tapi siapa yang mengirimnya? Apakah Axel, mungkinkah dia? Tetapi selama kami menikah dia jarang sekali bersikap romantis apalagi sampai men
“Mom!!!” Suara dari panggilan yang sangat aku kenal itu membuatku membuka mata. Benar saja, aku yang masih terbungkus selimut tebal dan baru saja terbangun sontak dibuat terkejut ketika dua putraku berhamburan masuk ke kamar lalu memelukku erat seolah sudah lama tak berjumpa. “Andrew! Damian!” Aku menyahut membalas pelukan mereka padaku masih dalam satu ranjang. “Kenapa Mom pulang lama sekali semalam? Aku semalam tidur bersama dengan Kak Andrew karena Mom tak ada. Mom tidak takut ‘kan tidur sendirian?” Damian kecil bertanya polos padaku. Deg! Saat itu juga aku baru mengingat jika semalam untuk pertama kalinya setelah ‘kematian’ Axel, kami berdua tidur bersama dalam satu ranjang dan menghabiskan malam bersama. Tubuhku terasa memanas jika mengingatnya. Bagaimana Axel menyentuhku semalam masih aku ingat dengan jelas, setiap sentuhannya padaku seakan adalah pengobat rindu setelah perpisahan kami yang cukup lama. Jujur aku masih belum siap sepenuhnya semalam tetapi aku tak bisa menol
“Bermimpilah terus Jeremy! Yang pasti ucapanmu tak akan mengubah apa pun di antara kita berdua!” tegasku cukup lantang. Pria berpomade itu tetap tersenyum penuh percaya diri. “Oya? Kita lihat saja nanti, sweety heart.” Kedua tangan Jeremy saling bertumpu pada meja, mengukir senyuman samar lalu melanjutkan kembali ucapannya. “Kau boleh menolakku sekarang, Angelina. Tapi aku pastikan kau akan kembali padaku. Karena sejak dulu di antara kita memang tak pernah ada kata perpisahan, itu yang pasti.” Kali ini aku terdiam, tak bereaksi menatap sosok pria di hadapanku yang begitu berbeda dari yang pernah aku kenal dulu, Jeremy Ollands. Aku memang sudah mengenal sosok Jeremy yang tak pantang menyerah, namun sekarang entah bagaimana setelah bertemu dengannya seperti ini sosok Jeremy kini berubah menjadi semakin berbeda. Seolah dia adalah pria yang begitu terobsesi denganku. Selama delapan tahun ini bukannya melupakanku seperti aku yang telah melupakannya, tetapi dia justru mengejarku hingga s
Malam berikutnya sesuai dengan apa yang Jeremy Ollands minta, aku pun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di salah satu restoran besar yang ada di New York City, dengan hanya membawa serta supir pribadiku. Sedangkan Andrew dan Damian aman bersama dengan pelayan pribadi yang ada di mansion utama Campbell. Pria itu, Jeremy Ollands aku tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan, untuk itu aku harus tahu dengan terpaksa menemuinya seperti ini. Aku mengedarkan pandanganku ke deretan kursi restoran yang cukup banyak pengunjung, hingga akhirnya aku melihat sosok pria berjas navy duduk seorang diri menatapku dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak banyak berubah setelah delapan tahun lamanya. Hanya saja kini aku lihat tubuhnya lebih berisi, tidak jangkung seperti dulu. Memasang ekspresi datar aku melangkah mendekatinya dengan menggunakan setelan celana berwarna putih berpotongan elegan. “Hallo, Angelina Louis. Oh, maaf maksudku Mrs. Campbell. Yeah, sepertinya aku belum terbiasa memanggil kek