Home / Romansa / ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU / Bab 1 Pengantin pengganti

Share

ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU
ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU
Author: Kiamood

Bab 1 Pengantin pengganti

Author: Kiamood
last update Last Updated: 2025-07-23 16:44:00

Aku masih ingat dinginnya pagi itu—bukan karena udara, tapi karena keputusan yang tak pernah kuminta.

“Kamu harus jadi Alia,” kata Ibu, matanya tajam menembus hatiku. “Kakakmu kabur.”

Aku membeku. Kata-katanya menggema di kepalaku seperti petir yang menyambar di siang bolong. Tidak, ini pasti salah paham. Ini hanya mimpi buruk.

Tapi gaun putih di atas ranjang membantah semua harapanku. Itu nyata. Ini nyata.

"Bu, ini gila..." suaraku lirih, nyaris tak keluar dari tenggorokan.

“Gila atau tidak, keluarga kita dipertaruhkan!” bentak Ibu. “Kalau pernikahan ini batal, semua hancur. Harga diri kita, kehormatan keluarga, nama baik ayahmu—semuanya!”

Aku menatap Ayah yang duduk diam di sudut ruangan, wajahnya tertunduk dalam. Tak ada suara. Tak ada pembelaan. Seolah dia sudah menyerah pada badai sebelum benar-benar mencoba melawan.

Tanganku gemetar. “Tapi... aku bukan Alya.”

“Tak ada yang perlu tahu,” ucap Ibu cepat, seolah kalimat itu bisa menghapus semua identitas. “Wajah kalian mirip. Tubuh kalian hampir sama. Gaun itu sudah disiapkan. Kamu hanya perlu berjalan ke altar, lalu semuanya selesai.”

Selesai? Bagiku, ini baru awal dari sesuatu yang jauh lebih mengerikan.

Aku menatap bayanganku di cermin. Seorang perempuan asing menatap balik padaku—gaun putih, riasan wajah, dan sepasang mata kosong. Bukan aku. Tapi aku harus menjadi dia.

Alya.

Kakakku yang sempurna. Kakakku yang memilih kabur. Dan meninggalkanku di hadapan api yang ia nyalakan sendiri.

Detak jam terdengar begitu nyaring. Setiap tik-tok seolah mendekatkan aku pada takdir yang bukan milikku. Aku ingin berlari. Menyembunyikan diri. Tapi langkah kakiku berat, seperti diikat janji yang tak pernah kuucapkan.

***

Pintu kamar diketuk pelan. “Alia, waktunya.”

Aku mengenakan kerudung putih dengan tangan gemetar. Kerudung milik Alya. Mungkin ia belum sempat menyentuhnya, tapi aku akan memakainya… sebagai pengganti.

Sebagai bayangannya.

Aku menarik napas panjang, berusaha menelan rasa takut yang menyesakkan.

Hari ini, aku akan menikah.

Bukan karena cinta.

Bukan karena pilihan.

Tapi karena aku tak punya pilihan.

Aku mencoba mengingat masa-masa ketika aku masih bisa memilih—memilih apa yang ingin ku pakai, kemana ingin pergi, siapa yang ingin kusapa. Tapi semua itu terasa jauh, seperti mimpi yang perlahan memudar. Hari ini, aku bukan aku lagi. Aku hanyalah bayangan dari seseorang yang memilih pergi dan menyerahkan kehancurannya padaku.

Aku merasa kosong. Seperti boneka kayu yang dipoles rapi tapi tak punya jiwa. Langkahku akan menuju altar, tapi batinku akan tetap berdiri disini terjebak, membeku, berharap seseorang menarikku keluar dari mimpi buruk ini.

Tapi tak ada yang datang. Tak ada yang menyelamatkanku. Bahkan kakakku sendiri pun memilih lari daripada menatap tanggung jawabnya. Dan aku, yang tak pernah ingin bersaing dengannya, justru dipaksa menggantikan tempat yang tak pernah kupinta.

Gaun ini terlalu berat, bukan karena kainnya, tapi karena beban kebohongan yang harus kupikul bersamanya.

Kerudung ini terlalu putih, hingga membuatku merasa begitu kotor karena menyamar jadi seseorang yang bukan aku.

Bahkan namaku pun... sudah bukan milikku lagi.

Aku Alia, tapi bukan Alya.

Dan saat aku melangkah keluar kamar, meninggalkan pantulan wajah asing di cermin, ada sesuatu dalam diriku yang ikut tertinggal. Sesuatu yang tak akan pernah kembali.

Lorong itu terasa panjang. Karpet putih membentang di bawah kakiku, seolah mengantarku menuju pelaminan sekaligus liang kuburku sendiri. Bunga-bunga melati yang wangi itu membuatku mual, karena aku tahu: semua ini bukan untukku.

Setiap langkahku terasa seperti pengkhianatan.

Pada diriku sendiri.

Pada hidup yang dulu kupikir masih bisa kujaga.

Sampai akhirnya aku tiba di balik pintu kayu besar yang memisahkan aku dari altar.

Suara musik lembut mulai mengalun. Tamu-tamu berdiri. Jantungku berdetak makin cepat. Aku ingin memalingkan wajah, ingin kabur seperti Alya. Tapi tangan Ibu sudah di bahuku, menuntunku.

“Kamu bisa,” bisiknya pelan tapi tegas.

Aku tidak yakin.

Saat pintu terbuka, aku bisa merasakan semua mata tertuju padaku. Senyum-senyum, tepuk tangan, pujian yang terselubung kebohongan. Mereka melihat seorang pengantin. Seorang calon istri. Seorang perempuan bernama Alya.

Padahal yang berdiri di depan mereka… adalah adiknya.

Aku menunduk. Tak berani melihat siapa pun. Sampai akhirnya aku menatap sosok yang berdiri di altar.

Reyhan.

Tinggi, tegap, wajahnya kaku dan penuh kendali. Tatapannya langsung menusukku. Dia menatap… tajam. Terlalu tajam.

Seolah dia tahu.

Seolah dia sadar, aku bukan kakakku.

Tapi dia tidak berkata apa pun.

Tidak bertanya.

Tidak memberi isyarat .

Tapi yang tak kuketahui saat itu adalah…

aku bukan satu-satunya yang menyembunyikan kebenaran hari ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 17 – Kamar di Lantai Atas

    Langkah kaki itu berhenti. Di atas sana, entah siapa yang sedang berdiri di ujung tangga. Aku tak bisa melihatnya jelas dari bawah. Tapi suara langkahnya… pelan, berat, seperti ragu. Tapi cukup keras untuk terdengar di malam yang nyaris senyap ini. Aku dan Reyhan saling pandang. “Siapa di atas?” tanyaku pelan. Reyhan langsung melangkah ke arah tangga, tapi aku menahan lengannya. “Jangan. Kalau itu… sesuatu yang kita belum siap hadapi…” “Kalau kita terus diam, justru bahayanya makin besar,” katanya tenang, tapi aku tahu dia juga tegang. Matanya menatap tajam ke atas, lalu dengan pelan, ia mulai menaiki anak tangga satu per satu. Aku mengikuti di belakangnya. Setiap kayu di bawah kaki kami berderit. Rumah ini sudah lama, dan setiap sudutnya seperti menyimpan rahasia yang sengaja dikunci rapat. Sampai akhirnya kami tiba di lantai atas. Tidak ada siapa-siapa. Lorong itu gelap. Hanya ada satu cahaya redup dari lampu kamar tamu yang dibiarkan menyala. Pintu-pintunya tertutup semu

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 16 – Jejak yang Tak Pernah Hilang

    Pagi itu, aku dan Reyhan berjalan menyusuri sisi belakang rumah tua yang sudah lama tak dihuni. Tanahnya becek, dipenuhi ranting dan daun gugur. Tapi yang membuatku berhenti melangkah adalah jejak sepatu yang belum lama tercetak di tanah. “Ini bukan jejak kita,” gumamku pelan, sambil jongkok dan menyentuh bekas tapaknya. “Masih baru.” Reyhan ikut menunduk, wajahnya berubah serius. “Ada yang datang sebelum kita…” Kami saling pandang. Tidak ada yang bicara, tapi pikiran kami sama: kami diawasi. Tak jauh dari situ, di balik pagar kayu yang hampir roboh, aku menemukan sisa bungkus permen dan puntung rokok. Masih hangat saat disentuh. “Reyhan… kayaknya kita gak sendirian dari tadi,” kataku sambil melirik ke arah jendela dapur rumah tua itu. “Apa mungkin… ada yang ngikutin kita?” Reyhan mengangguk, rahangnya mengeras. “Aku curiga udah dari kemarin. Tapi ini bukti pertama.” Aku menggenggam lengannya. “Kalau gitu… sekarang kita harus cari tahu siapa.” Kami masuk kembali ke rumah, men

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 15 – Luka yang Tak Bisa Sembuh

    Pagi itu aku duduk di meja makan sendirian. Teh di cangkirku sudah dingin, tapi belum juga kusentuh. Pikiran masih berputar pada kalimat Reyhan semalam. “Orang yang nggak boleh tahu kalau kalian berdua masih hidup…” Siapa yang dia maksud? Dan kenapa harus disembunyikan? Langkah kaki Reyhan terdengar dari arah dapur. Dia datang dengan wajah lelah, matanya sembab seperti baru begadang semalaman. “Alia,” ucapnya sambil duduk di seberangku. “Hari ini kita harus ke rumah lama Nadira.” Aku mengerutkan dahi. “Kenapa?” “Aku nemu sesuatu tadi malam. Dari Alya. Aku rasa… udah saatnya kamu tahu semua.” Aku terdiam. Banyak hal yang ingin kutanya, tapi aku tahan. Aku tahu, kalau aku desak, Reyhan bisa saja kembali menutup diri. “Rumahnya di mana?” tanyaku akhirnya. “Di pinggiran kota. Dulu mereka tinggal bareng di sana sebelum… semua ini mulai kacau.” *** Rumah itu sepi dan tua. Lokasinya agak tersembunyi, dikelilingi semak dan pohon yang sudah tak terurus. Reyhan berhenti di depan pag

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 14 : Antara Aku ,Dia dan Luka Lama

    Suara langkah kaki itu—lembut, pelan, tapi pasti—membuat napasku tercekat. Dada ini sesak oleh ketegangan yang tak bisa kujelaskan. Aku belum siap. Tapi kapan aku pernah benar-benar siap menghadapi kenyataan? Pintu dapur terbuka perlahan. Dan di sana… Seorang perempuan berdiri. Rambut panjangnya tergerai kusut, wajahnya pucat namun cantik. Tatapannya seperti milikku—lelah, penuh tanya, tapi tetap berdiri dengan kepala tegak. Alya. Tubuhku seperti membeku. Kakakku… tunangan Reyhan yang dulu dikabarkan kabur di hari pertunangan. Dia, yang selama ini menjadi bayang-bayang gelap dalam pernikahanku yang aneh ini. “Kau…” suaraku tercekat. Alya menatapku. Lama. Seolah ingin memastikan aku nyata. “Kau mirip Ibu,” katanya pelan. Lalu bibirnya melengkung, bukan senyum, lebih seperti perih yang dipaksakan menjadi ramah. “Tapi kau juga mirip aku.” Reyhan berdiri di tengah kami. Terjebak di antara dua kenyataan yang tak bisa ia hindari. “Alya, ini bukan—” “Bukan waktunya?” potongku cepa

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 13 : Pintu yang tak pernah di buka

    Pertanyaan itu menusuk pikiranku seperti jarum-jarum kecil yang menembus pelan tapi pasti. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas wajah Alya berputar-putar di benakku. Senyumannya. Tatapan matanya. Cara ia bicara—lembut, namun tegas. Kakakku yang sempurna. Kakakku… yang kini menjadi teka-teki hidupku sendiri. Reyhan belum tidur. Aku bisa mendengar langkah kakinya mondar-mandir di ruang kerja, sesekali terdengar suara gelas diletakkan, atau pintu lemari terbuka dan tertutup. Ia bilang besok akan menjelaskan semuanya. Tentang Nadira. Tentang Alya. Tentang pernikahan yang gagal dan tentang masa lalu yang selalu mengendap di antara kami. Tapi aku mulai sadar… mungkin aku tak bisa hanya duduk dan menunggu penjelasan orang lain. Ada sesuatu dalam diriku yang mulai mendorong untuk mencari tahu sendiri. Bukan sebagai Alia si adik yang penurut, tapi sebagai seseorang yang selama ini dijadikan pion dalam permainan yang bahkan tidak kupahami aturannya. Besok, Reyhan akan membawaku ke t

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 12 : Di ambang Pertemuan

    "Alya menghubungimu?" tanyaku lirih, mataku terpaku pada layar ponsel Reyhan yang masih menampilkan nama itu—nama yang terus menghantuiku sejak hari pertama aku menginjak rumah ini. Reyhan tidak langsung menjawab. Ia menatapku sejenak, seolah menimbang apakah sudah waktunya aku tahu. Lalu ia mengangguk pelan. “Iya. Dan itu bukan pertama kalinya.” Aku tercekat. “Maksudmu… dia pernah menghubungimu sebelumnya?” Reyhan menurunkan ponselnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bersandar di dinding, wajahnya penuh ketegangan. “Alya tidak benar-benar kabur, Alia. Dia… memilih pergi. Dan selama ini, dia memang menghindari semua orang—termasuk aku. Tapi beberapa minggu terakhir, dia mulai mengirim pesan.” Kakiku terasa lemas. Aku menjatuhkan diri di sofa, mencoba mencerna semuanya. “Kenapa kau tidak bilang sejak awal?” Pertanyaan itu menusuk pikiranku seperti jarum-jarum kecil yang menembus pelan tapi pasti. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas wajah Alya berputar-p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status