“Wah … besar sekali.”
Rena menggumamkan kalimat itu kepada dirinya sendiri.
Beberapa hari setelah Rena dipastikan sudah pulih sepenuhnya oleh dokter, Reykana pun segera mengajak wanita itu untuk keluar dari rumah sakit. Dan sekarang ini, mereka sedang dalam perjalanan menuju ke kediaman rumah Reykana.
Rena menuruti ucapan Reykana, sesuai kesepakatan awal yang telah dia setujui sebelumnya. Sebenarnya, Rena belum mengerti secara pasti tentang kesepakatan yang disampaikan oleh Reykana kepadanya beberapa hari yang lalu. Hanya saja, wanita itu juga tidak punya pilihan lain selain menurut dan menerima ajakan laki-laki itu untuk membawanya pergi.
Reykana dan Deva yang berada di dalam mobil pun bisa mendengar gumaman yang keluar dari mulut Rena itu. Namun, keduanya memilih untuk pura-pura tidak mendengarnya.
Hingga akhirnya, Deva pun menghentikan laju mobilnya, tepat di depan teras dari pintu utama dalam rumah besar milik Reykana itu.
“Kamu kembali ke kantor saja, Deva. Kamu bisa bawa mobil ini ke sana, dan untuk hari ini, aku akan menyusulmu nanti,” perintah Reykana.
Mendengar perintah itu, Deva pun terlihat menganggukan kepalanya sebagai balasan. Lalu, laki-laki itu turun dari mobil lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuk Reykana.
“Keluarlah, Nona.”
Setelah Reykana turun, Deva pun mempersilahkan Rena untuk turun juga.
Rena menganggukan kepalanya, kemudian turun dari mobil dan berdiri di samping Reykana.
Setelah itu, Deva langsung berpamitan kepada Reykana, sebelum dia kembali ke dalam mobil, kemudian pergi dari sana atas perintah dari atasannya itu.
“Ikuti aku, masuk ke dalam,” ucap Reykana kepada Rena.
“Baik.”
Rena mengikuti langkah kaki Reykana dari belakang, dengan sepasang manik matanya yang terus memerhatikan setiap sisi ruangan yang ada di sekitarnya sekarang ini.
Saat memasuki area dalam rumah, Rena kembali dikejutkan dengan luas ruangan yang ada di sana. Dari depan, rumah lantai dua itu terlihat seperti kastil, dan saat sudah berada di dalamnya, dekorasi rumah itu terlihat seperti rumah modern.
Namun, keadaan dalam rumah besar itu terlihat begitu sepi. Bahkan, Rena sendiri tidak melihat ada satu pun manusia yang ada di dalam rumah itu, saat dia baru saja memasuki area dalamnya.
“Aduh!”
Saat menaiki undakan tangga, Rena tidak memerhatikan langkah kakinya, hingga wanita itu hampir saja terjatuh. Beruntungnya, ada pembatas pagar di sampingnya, jadi dia bisa memegang benda itu sebagai tumpuan tubuhnya.
“Punggungmu baru saja pulih, jangan sampai kamu harus mengalami operasi lanjutan, jika terjatuh lagi,” tegur Reykana kepada Rena. Dengan ekspresi wajah laki-laki itu yang terlihat begitu datar.
“I—iya.”
Reykana dan Rena kembali melanjutkan langkah kaki mereka. Menaiki undakan tangga dan melewati beberapa lorong ruangan.
Hingga akhirnya, Reykana berhenti tepat di depan sebuah pintu ruangan dan meminta Rena untuk berhenti juga.
“Ini adalah kamarmu. Untuk hari ini sampai malam, aku akan membiarkanmu beristirahat. Tapi untuk besok, aku akan memastikan ulang, tentang kesepakatan yang telah kita buat di rumah sakit sebelumnya.”
Reykana membuka kenop pintu yang ada di depannya, kemudian meminta Rena untuk masuk ke dalam.
Saat berada di dalam kamar itu, Rena benar-benar termenung. Wanita itu terlihat mengedarkan pandangan matanya ke area ruangan kamar berukuran cukup besar itu, yang akan menjadi tempat istirahatnya hari ini.
Dan dalam hatinya, Rena benar-benar merasa cukup terkejut, kalau dia bisa berada di tempat sebesar dan seindah ini, padahal beberapa waktu yang lalu dia baru saja diusir oleh suami dan ibu mertuanya sendiri.
“Rena ….”
Rena membalikan tubuhnya, kemudian menatap wajah Reykana, saat mendengar suara laki-laki itu yang memanggil namanya.
“Namamu Rena, bukan?” ucap Reykana.
Mendengar pertanyaan itu, Rena langsung terdiam. Wanita itu lupa, kalau dia belum memperkenalkan namanya kepada Reykana, padahal cukup banyak pembicaraan yang mereka katakan selama di rumah sakit tadi. Namun, yang dia bingungkan, kenapa laki-laki itu bisa mengetahui namanya, tanpa dia memberitahunya?
“Aku akan memanggil namamu dengan panggilan Rena. Kita akan bertemu lagi besok pagi, dan pastikan, kamu sudah siap dengan perjanjian yang kamu katakan saat di rumah sakit tadi. Jika sampai kamu berpikir untuk mengingkari ucapanmu atau menggantinya, maka aku akan melakukan suatu tindakan lain kepadamu.”
Reykana melanjutkan ucapannya, saat Rena hanya termenung di depannya. Setelah itu, laki-laki itu pun terlihat membalikan tubuhnya, kemudian melangkahkan kakinya menjauh dari pintu kamar Rena.
“Seingatku, aku belum pernah memberitahu namaku kepadanya, tapi kenapa dia bisa mengenalku?” gumam Rena lirih.
Lalu, Rena memilih untuk mendudukan dirinya di atas ranjang, yang berada di dalam ruangan kamar itu. Sensasi pertama yang dia rasakan adalah kenyamanan dan kelembutan penuh, pada benda empuk yang sedang dia duduki sekarang.
Namun, cepat-cepat Rena menyingkirkan tentang kenyamanan yang semula dia rasakan tadi. Karena sekarang ini, wanita itu sedang berada di dalam rumah orang asing, yang sama sekali tidak dia kenali.
“Oh yah, bagaimana kabar Mas Dimas sekarang? Pasti, dia bahagia, karena sudah bersama dengan istri barunya, tanpa ada aku yang menganggunya. Aku koma selama tiga minggu, jadi, dia pasti sudah menghabiskan waktu banyak bersama dengan istrinya itu.”
Tiba-tiba, pemikirkan tentang mantan suaminya kembali memasuki isi kepala Rena. Dan dalam hatinya, dia belum sepenuhnya merasa ikhlas atas sikap buruk yang dia dapatkan dari suaminya itu. Namun, di bagian hatinya yang lain, perasaan cinta dan kasihnya untuk Dimas itu masih ada, meskipun talak telah dilayangkan secara langsung kepadanya.
“Sudahlah, untuk apa aku memikirkan laki-laki yang hampir membunuhku dulu?”
Dari siang sampai malam itu, Rena menuruti semua perintah yang dikatakan oleh Reykana kepadanya. Bahkan, saat dia merasa lapar, dia pun tetap berada dalam kamarnya dan tidak berani untuk keluar dari tempat itu. Karena wanita itu berpikir, kalau sekarang dia seperti sedang menumpang hidup di dalam rumah besar milik laki-laki yang katanya telah membantunya, untuk menyelamatkan hidupnya itu. Hingga paginya ….Tok! Tok! Tok!Rena sudah bangun dari tidurnya, dan sedang mendudukan dirinya di tepian ranjang. Dan perhatiannya langsung teralihkan, saat mendengar suara ketukan pada pintu. “Sebentar!” Ternyata sosok Reykana-lah yang berdiri di depan pintu, dengan penampilan laki-laki itu yang terlihat begitu segar pagi ini.Namun, ekspresi wajah dan pandangan manik matanya tetap terlihat begitu datar, sama sekali tidak mendukung penampilannya yang begitu maskulin.“Kamu sudah mandi?” tanya Reykana kemudian. “Sudah, Tuan.”“Kenapa kamu tidak mengganti pakaianmu?” tanya Reykana lagi. Rena ter
“Apakah ini tempat mereka berlibur sekarang?”Rena menanyakan hal itu, sembari melongokan kepalanya ke luar dari jendela mobil yang sedang dia naiki sekarang ini. Melihat pemandangan hotel besar yang terlihat begitu mewah, dengan pantai yang berada tidak jauh dari hotel itu. Reykana yang sedang duduk di atas kursi, tepat di samping Rena pun terlihat menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Selama kami menikah, dia nggak pernah ngajak aku pergi jalan-jalan seperti ini, tapi sekarang dia melakukannya bersama dengan selingkuhannya, yang sudah menjadi istri barunya,” gumam Rena lirih, yang masih terdengar jelas dalam indera pendengaran Reykana. Mendengar gumaman itu, Reykana hanya diam saja. Namun, pandangan sepasang manik matanya jelas terarah lurus pada wajah wanita yang sedang berada di sampingnya sekarang ini. “Ingin turun sekarang, Tuan?” tanya Deva, asisten Reykana, yang sedari tadi mengemudikan mobil.“Iya,” jawab Reykana. Setelah itu, Reykana meminta untuk Rena turun dari mob
“Tuan?”Rena merasa begitu terkejut, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh Reykana kepada mantan suaminya. Mendengar panggilan dari Rena, Reykana pun menolehkan kepalanya ke arah wanita itu, kemudian melayangkan senyuman manis pada wajahnya. “Dia mantan suamimu, bukan? Biarkan aku berkenalan dengan dia, sayang. Memperkenalkan diri sebagai calon suamimu,” ujar laki-laki itu kemudian. “Rena? Benar dia calon suami kamu, hah?” tanya Tia kepada Rena. Akhirnya istri baru dari Dimas itu membuka mulutnya, setelah terdiam sejak tadi. Rena tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya bisa menyembunyian dirinya di samping Reykana. Dimas memicingkan pandangan matanya ke arah Rena, kemudian memegang pergelangan tangan wanita itu dengan kasar.“Jawab pertanyaan madumu itu, Rena. Benar, laki-laki ini calon suamimu?” tanya laki-laki itu, sembari menatap wajah Rena dengan tajam. “S—sakit, Mas, tolong lepas,” rintih Rena. Berusaha untuk melepaskan cekalan Dimas pada pergelangan tangannya. Mel
Malamnya ….Sekarang ini, Rena dan Reykana sedang berada di meja makan. Keduanya baru saja menghabiskan makanan yang ada di dalam piring masing-masing.Dalam keheningan itu, Rena berulang kali mengedarkan pandangan matanya pada ke seluruh penjuru ruangan yang ada di sekitarnya.Sedangkan Reykana, laki-laki itu terlihat sibuk dengan ponsel yang ada di dalam telapak tangannya sekarang ini. Hingga beberapa saat kemudian, dia terlihat mendongakan kepalanya, kemudian meluruskan pandangan matanya ke arah wanita yang ada di depannya.“Ada apa?” tanya Reykana tiba-tiba.“Hah?”Reykana menghela napasnya singkat, saat Rena tidak memahami pertanyaannya.“Ada apa? Kenapa kamu melihat tempat ini seperti itu? Apakah ada sesuatu yang mengganggumu di sini?” tanyanya lagi. Memp
“Tu—Tuan?”Rena refleks langsung beranjak dari duduknya, saat telinganya tiba-tiba mendengar suara Reykana di dekatnya. Dan benar saja, sosok Reykana berdiri tidak jauh darinya. Dengan ekspresi wajah laki-laki itu yang tetap terlihat datar, dan juga dengan pandangan mata yang dingin. “Aku sedang bertanya kepadamu, kenapa kamu ada di sini?” tanya Reykana lagi. “A—anu, aku belum ngantuk, Tuan, terus duduk di sini sambil nunggu ngantuk datang,” jawab Rena kemudian, dengan nada suaranya yang terbata. Sepertinya, dia masih terkejut dengan keberadaan Reykana, yang datang tiba-tiba itu. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat mendudukan dirinya di atas kursi, yang semula diduduki oleh Rena. “Apakah kamu akan terus berdiri seperti itu?” tegur Reykana, saat Rena hanya berdiri di samping kursi dan menatapnya. “I—iya, Tuan.” Setelah itu, Rena pun mendudukan dirinya di samping Reykana. Tentunya dengan perasaan yang ca
“Aku baik-baik saja, hanya mimpi buruk tadi, Tuan.”Rena mencoba untuk mengendalikan dirinya, kemudian memperbaiki posisi duduknya. “Kamu yakin?” tanya Reykana lagi. Dan Rena langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Iya, Tuan. Aku pikir, tadi Mas Dimas yang ada di sini, bukan Tuan.”Mendengar jawaban itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat menegakan posisi duduknya, sembari memperbaiki posisi jubah tidur yang dia kenakan. “Sekarang kamu ada di rumahku, tidak ada yang bisa menyakitimu di sini. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.”Rena kembali menganggukan kepalanya, dengan senyuman tipis yang terlukis pada kedua sudut bibirnya. “Sekarang mandi dan turun untuk sarapan. Pakai pakaian yang aku belikan untukmu kemarin,” titah Reykana. “Baik, Tuan.”Setelah mengatakan kalimat itu, Reykana langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rena. -Saat sarapan berlangsung, tidak ada pembicaraan khusus yang terjadi antara Reykana da
Rena berjalan dengan langkah lambat, dengan kedua telapak tangannya yang terlihat memegangi banyak tali tote bag. Wajahnya terlihat lesu, dengan mulutnya yang berulang kali menghembuskan napas panjang. “Kenapa jalannya lambat sekali?”Reykana berdiri beberapa langkah di depan Rena. Laki-laki itu tidak membawa apa pun di kedua telapak tangannya. Sangat berbeda dengan Rena, yang membawa banyak tote bag berisi gaun, sepatu, tas dan perhiasan yang telah dibeli oleh Reykana sebelumnya. “Tuan, apakah kamu nggak mau bantu bawa barang-barang ini? Barangnya banyak, aku kesusahan untuk berjalan.”Hingga akhirnya, Rena berani mengatakan keluhannya itu kepada Reykana. Karena sedari keluar dari setiap store, laki-laki itu terlihat tidak berniat untuk membantunya membawa barang-barang yang telah dia beli itu. Reykana terlihat berbalik, kemudian berjalan ke arah Rena, setelah mendengar keluhan wanita itu. “Berikan kepadaku,” ujar laki-laki
Menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, sampai akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Reykana dan ditumpangi oleh Rena memasuki pelataran sebuah rumah mewah, dengan cat berwarna biru langit dan putih. Namun, setelah mematikan mesin mobilnya, Reykana tidak langsung menyuruh Rena untuk keluar dari mobilnya. “Rena,” panggil laki-laki itu kemudian. “Iya, Tuan?” balas Rena, sembari menolehkan kepalanya ke arah Reykana. “Tolong bersikap biasa saja saat di dalam. Aku tidak akan memintamu untuk melakukan banyak hal, cukup hargai Ibundaku dan sapa dia dengan cara yang baik. Selain itu, jika dia ingin menanyakan sesuatu kepadamu, aku yang akan menjawabnya. Kamu paham?” Mendengar permintaan itu, Rena pun langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. Selama dalam perjalanan tadi, wanita itu sudah berusaha untuk mengendalikan perasaannya, agar dia tidak nervous saat berhadapan dengan ibu Reykana nanti. “Oh yah, satu lagi. Kamu harus selalu ingat, kalau kamu memang cantik, Rena. Jika ka