“Nggak seharusnya kamu ngusir aku, Mas. Ini rumahku, milikku.” Rena menangis di depan kaki Dimas, meminta belas kasih suaminya. Hari ini, Rena melihat Dimas berselingkuh di depan matanya sendiri, tetapi suaminya itu malah memilih selingkuhannya dan mengusirnya dari rumah. Bahkan, Sonia, mertuanya juga ikut mengusir dirinya dan tidak menganggap dia sebagai menantunya sendiri. Saat Rena pergi dari rumahnya sendiri malam itu, dia malah dipertemukan dengan seseorang bernama Reykana Alresh Graziyya. Wanita itu mendapatkan bantuan darinya, tetapi dengan suatu syarat yang juga harus dia lakukan sebagai balasan. “Aku bisa membuat rumah peninggalan keluargamu itu kembali menjadi milikmu dan aku juga bisa membuat mantan suami dan ibu mertuamu menyesal, karena sudah mengusirmu dari rumahmu sendiri. Anggap saja, aku sedang memperjelas kesepakatan yang telah kita buat sebelumnya. Bagaimana menurutmu?” Rena pun hanya bisa mengiakan persyaratan itu, tanpa memikirkan akibat yang akan dia hadapi nanti. Karena setelah perjanjian telah disepakati, Rena akan tahu, siapa sebenarnya sosok Reykana yang sebenarnya. Kira-kira, bagaimana perjalanan hidup antara Rena dan Reykana, setelah perjanjian itu disepakati? - Semoga suka di karya pertamaku!
View More“Nggak seharusnya kamu ngusir aku, Mas. Ini rumahku, milikku.”
Rena mulai tidak bisa menahan tangisannya lagi. Selama ini, wanita itu tidak pernah menyangka, kalau laki-laki yang begitu dia cintai, malah telah bermain di belakangnya bersama dengan wanita lain. Parahnya, suaminya itu telah melakukan pernikahan siri tanpa ada persetujuan lebih dulu dari dirinya.
“Sudahlah, Mas. Usir dia cepat keluar dari sini. Aku sudah capek melihat drama seperti ini,” ujar wanita yang diperkenalkan sebagai istri kedua dari Dimas, ia tiba-tiba mengatakan kalimat itu dari mulutnya, setelah sedari tadi hanya diam dan memandangi apa yang terjadi di depannya.
“Iya, usir saja, Dimas. Buat apa kamu pertahankan istri bodoh seperti dia. Nanti, bukannya kehidupanmu maju, malah tambah rusak kalau berjuang sama wanita seperti itu. Ibu sudah ikhlas kok, kalau kamu sudah nikah sama Tia. Toh, mau dibandingkan dari bagian mana pun, Tia jelas lebih baik dari pada Rena.”
Entah sejak kapan sosok Ibu mertua dari Rena sudah berada dalam rumah itu. Namun, dari kalimat yang dikatakan dari mulutnya, wanita paruh baya itu terlihat mendukung tindakan yang dilakukan oleh putra tunggalnya itu.
Rena yang melihat semua itu, hanya bisa terdiam karena dua wanita tersebut terlihat begitu dekat, dan saling menyayangi satu sama lain. Padahal selama ini, Rena tidak pernah diperlakukan sehangat itu oleh ibu mertuanya, meskipun dia sudah bersikap sebaik mungkin kepada wanita itu.
“Rena, keluar dari rumah ini sekarang. Aku tidak akan berbuat kasar kepadamu, jika kamu mau pergi dengan mudah.” Ujar Dimas sambil menundukan kepalanya, ia menatap ke arah Rena yang masih bersimpuh di atas kakinya, sembari mengatakan kalimat itu dari mulutnya.
Mendengar ucapan itu, Rena pun kembali mendongakan kepalanya, kemudian beranjak dari lantai.
“Aku nggak mau, Mas. Ini rumahku. Aku nggak mau pergi dari sini. Aku nggak bisa, Mas.”
PLAK!
Tiba-tiba Ibu dari Dimas terlihat melayangkan tamparan pada wajah Rena, hingga membuat tubuh wanita itu sedikit terhuyung ke belakang.
“Apa maksudmu? Ini rumahmu? Hei, ini sudah menjadi rumah Dimas. Apakah kamu lupa, kalau kamu sendiri yang menyerahkan rumah ini dan memindahkan nama kepemilikannya menjadi milik Dimas? Apakah kamu sudah pikun, hah?” teriak wanita paruh baya itu di depan wajah Rena.
Setelah itu, Dimas langsung mencengkeram pergelangan tangan Sonia erat-erat, kemudian segera menyeret tubuh wanita itu dengan kasar keluar dari rumah, dan saat sudah berada di ambang pintu, Dimas dengan kasar langsung menendang pinggang Rena, hingga membuatnya tersungkur di atas bebatuan yang ada di depan rumah.
BRAK!
Tidak lama setelah itu, terdengar suara pintu yang ditutup keras.
“Ish sa—sakit ….” Ujar Rena sambil memegangi pinggangnya, yang benar-benar terasa sakit dan panas akibat tendangan yang dilayangkan oleh Dimas kepadanya itu.
---
Rena terus melangkahkan kakinya menyisiri jalan demi jalan. Wanita itu tidak peduli, ketika ada banyak orang yang menatapnya dengan tatapan merendahkan, padahal sekarang dia sangat membutuhkan bantuan seseorang.
Mungkin, penampilan Rena terlihat begitu kucel dan terlihat seperti seorang gelandangan sekarang. Namun, apa boleh buat? Wanita itu juga tidak bisa mengganti pakaiannya. Boro-boro pakaian, bahkan dia tidak membawa satu pun barang miliknya, karena semuanya tertinggal di dalam rumahnya.
“Tuhan, aku mohon, berikan bantuan untukku. Aku benar-benar masih ingin hidup, tapi aku cukup lelah jika hidup dalam keadaan seperti ini. Tuhan, tolong aku ….”
Dalam desisan mulutnya karena menahan rasa sakit, Rena tetap berusaha untuk melantunkan doa terhadap Tuhannya, agar dia bisa mendapatkan bantuan dalam keadaan sekarang ini. Entah dari mana bantuan itu akan datang, wanita itu sangat memiliki harapan pada Tuhannya, kalau dia tidak akan mati malam ini.
Kurang lebih setelah satu jam berjalan tanpa arah, akhirnya Rena memilih untuk mendudukan dirinya di tepian jalan, yang terlihat begitu sepi. Lalu, wanita itu terlihat menumpukan telapak tangannya pada sebuah tiang yang ada di sampingnya dan berpikir untuk beristirahat sebentar.
Kedua kakinya sudah terasa begitu sakit, begitu pula punggungnya, dan akan semakin sakit jika Rena memaksakan diri untuk tetap berjalan.
Dari jarak yang cukup jauh, terlihat sebuah mobil berwarna biru metalik yang sedang melaju dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi. Tanpa disangka, tiba-tiba mobil itu terlihat bergerak semakin mendekati Rena dan tidak sengaja menyeremet tubuh wanita itu.
BRAK!
Tubuh Rena terpelanting ke pinggiran jalan, hingga tubuhnya menabrak area pembatas jalan.
Sekitar beberapa saat, tidak ada pergerakan dari dalaam mobil itu. Namun, dua menit kemudian, terlihat dua laki-laki yang bergerak keluar dari mobil itu, kemudian berjalan ke arah Rena.
“Nona, apakah kamu baik-baik saja?”
Salah satu dari laki-laki itu terlihat memegangi kedua pundak Rena, sembari melontarkan pertanyaan itu.
Namun, saat itu, Rena tidak bisa mendengar pertanyaan itu dengan jelas. Karena wanita itu merasa kalau penglihatan dan pendengarannya terasa ditutupi oleh sesuatu.
“Tolong aku … aku masih ingin hidup ….” ucap Rena dengan lirih. Setelah mengucapkan hal tersebut, kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang.
“Bagaimana, Tuan? Apakah kamu mau membawa wanita ini pergi dengan kita?” ujar laki-laki itu dengan raut wajah penuh kecemasan.
Wajah kedua laki-laki asing itu terlihat cukup panik, saat melihat penampakan keadaan wanita yang ada di depan mereka sekarang ini.
“Bawa dia ke dalam mobil,” balas ‘Tuannya’ itu kemudian.
“Wah, calon menantuku benar-benar terlihat cantik dan bersinar. Kamu benar-benar sempurna, Sayang.”Meryn langsung menyambut kedatangan Rena dengan senyuman dan pelukan hangat. Dia terlihat bahagia saat melihat Rena dan Reykana ada di rumahnya sekarang ini. “Terima kasih, Tante. Tante Meryn juga sangat cantik,” balas Rena. Meryn menggelengkan kepalanya, kemudian menuntun Rena untuk duduk bersamanya di atas sofa. Sementara Reykana, dia juga duduk di hadapan Meryn dan Rena, dengan sosok Deva di sampingnya. “Apakah kamu gugup, Rena? Pernikahanmu dan Reykana sebentar lagi akan dilaksanakan dan persiapannya akan secepatnya diselesaikan,” tanya Meryn. Telapak tangannya terus menggenggam tangan Rena dengan lembut. “Tidak, Tante. Katanya, Tuan Reykana sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir. Jadi, ak—“Tunggu, Tuan Reykana?” potong Meryn, saat Rena belum menyelesaikan ucapannya. Sepasang kelopak mata milik Rena terlihat mengerjap perlahan dan
Reykana memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, kemudian dia turun dari sana bersama dengan Rena. “Aku akan menunjukan tempatnya kepadamu,” ucap Rena, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Reykana. Setelah itu, Rena berjalan lebih dulu di depan dan Reykana berjalan tepat di belakangnya. Hingga akhirnya, Rena dan Reykana menghentikan langkah kaki mereka tepat di depan sebuah makam. “Orang tuaku sudah meninggal,” gumam Rena, sembari berjongkok di samping makam itu. Reykana ikut berjongkok juga di samping Rena, kemudian melepas kacamata hitam yang semula dia gunakan. Lalu, laki-laki itu terlihat menganggukan kepalanya. “Ya, aku tahu.”“Sedalam apa informasi yang kamu dapatkan tentangku, Tuan?” tanya Rena. “Itu bukan sesuatu yang penting untuk dibicarakan di sini, Rena,” jawab Reykana, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Rena. Rena hanya tersenyum, kemudian menabur bunga yang dia bawa ke atas makam, yang berada di depannya. “Halo, Ibu. Maafkan aku, karena aku baru
Rena merasa jantungnya akan berhenti berdegup, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh sosok laki-laki yang sedang bersama dengannya sekarang ini. “Me—menikah? Bu—bulan depan?” tanyanya, masih dengan nada terbata dan rasa tidak percaya. Reykana memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. Rena langsung menyadarkan dirinya dari lamunannya, kemudian mengajukan suatu pertanyaan. “Tuan? Apakah waktunya nggak terlalu cepat? Maksudku, sekarang kita belum melakukan persiapan apapun.”“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyiapkan semuanya, Rena. Aku hanya meminta kesiapanmu, untuk urusan persiapannya, aku dan Bundaku yang akan mengurusnya. Jadi, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu,” balas Reykana, dengan ekspresi wajahnya yang menunjukan keyakinan. Mendengar jawaban itu, Rena terdiam sejenak, seperti sedang mencerna sesuatu. Namun, ekspresi bingung dan terkejut, jelas masih terpancar pada wajahnya yang sekarang telah beruba
“Pelajaran hari ini benar-benar sangat banyak. Aku nggak tahu, bisa tahan nggak dengan pelajaran yang cukup memusingkan itu,” gumam Rena, sambil memijit dahinya sendiri. “Buah untuk anda, Nona Rena.”Sosok Neni mendekati Rena, kemudian meletakan sepiring buah ke atas meja yang ada di hadapannya. “O—ouh iya, terima kasih, Mbak Neni. Maaf merepotkanmu,” balas Rena. Neni menggelengkan kepalanya. “Tidak, itu bukan masalah yang besar dan juga kewajiban saya untuk membantu anda, Nona,” balasnya. Mendengar jawaban itu, Rena tersenyum, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Apakah anda baik-baik saja, Nona? Maksud saya, apakah Tuan Reykana tidak memarahi anda sejak kejadian lusa itu?” tanya Neni, beberapa saat kemudian. “Nggak, Mbak. Aku sudah meminta maaf pada Tuan Rey dan dia memintaku untuk melupakan hal itu. karena bagaimanapun juga, semuanya tetap kesalahanku, Mbak,” jawab Rena, jujur. Neni mengh
Reykana terlihat cukup terkejut, saat melihat keadaan Rena yang sedang menangis sekarang. “Katakan kepadaku, apa yang terjadi kepadamu? Apakah ada sesuatu yang menyakitimu?” tanya laki-laki itu lagi.Mendengar pertanyaan itu, Rena langsung menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang turun semakin deras. Hingga akhirnya, Reykana pun memeluk tubuh Rena, karena tidak tahu harus melakukan hal apa, untuk membuat wanita itu merasa lebih baik. “Tu—tuan, tolong maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku benar-benar minta maaf, karena sudah membuatmu marah. Sungguh, aku nggak bermaksud membuatmu marah, aku ngg—““Sudah, tenangkan dirimu dan berhenti meminta maaf.”Reykana memotong ucapan Rena, kemudian melepas pelukannya. Lalu, dia menatap wajah wanita itu dalam-dalam, sambil tersenyum simpul. “Tidak masalah, hal itu terjadi bukan karena kesalahanmu sendiri. Cukup berjanjilah kepadaku untuk tidak mengulanginya lagi yah?” lanjut
“Jangan memarahi Nona Rena, Tuan, dia tidak bersalah. Dia mengobrol bersama saya dan pelayan lain, karena dia merasa bosan dan saya yang menyarankan dia untuk pergi ke taman belakang.”Neni berdiri dengan posisi kepala tertunduk, sambil menjelaskan semua yang telah terjadi kepada sosok Reykana yang sedang berdiri di depannya. “Jangan membelanya.”Neni langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak, Tuan, saya tidak membelanya. Kenyataannya memang seperti itu, Nona Rena tidak bersalah, dia hanya ingin mengobrol dengan kami dan menceritakan tentang kebaikan anda.”Wanita itu menghela napasnya sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya lagi. “Di luar semua itu, saya tetap meminta maaf kepada anda, karena sudah mengingkari permintaan anda, Tuan. Saya gagal untuk membatasi interaksi antara Nona Rena dengan pelayan yang lain,” lanjutnya lagi. Mendengar semua ucapan itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu, laki-laki itu terlihat meletakan cangkir kopi yang semula dia genggam ke a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments