Home / Romansa / ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA / CHAPTER 02 (bagian 02)

Share

CHAPTER 02 (bagian 02)

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-07-30 15:45:41

Januari, 2024

Kyra dan laki-laki yang menuduhnya main petasan itu, kini sedang berhadap-hadapan. Saling memandang dengan sorot yang sengit. Tidak ada satupun di antara keduanya yang ingin mengalah. Kyra bersedekap dada, mencoba bersikap pongah. Tiba-tiba ia ingat janjinya pada diri sendiri untuk tidak bersikap ramah pada laki-laki tersebut. Apalagi dalam situasi seperti ini, dimana ia bahkan tidak bisa diajak kerja sama.

"Coba ulangi kalimatnya," pinta Kyra dengan nada yang ketus.

Ditto menghela napasnya panjang. Ia selalu merasa sudah lelah duluan setiap kali menghadapi manusia diusia 20-an. Belum juga bicara, energinya rasanya sudah terserap habis. Apalagi manusia usia 20-an ini adalah Kyra Aruma Wahid.

Si kepala batu.

"Kamu boleh membatalkan rencana pernikahan ini."

Kyra menggeleng pelan. Ia mendengus. "Kenapa harus aku?"

Ditto mengernyit. "Jadi harus aku?"

"Iya dong!" tegas Kyra.

Ditto semakin mengernyit. "Tapi 'kan kamu yang ingin rencana pernikahan ini batal."

Kyra terkekeh. "Do you love me?"

Ditto ikutan terkekeh. "Kamu gila ya?"

Kyra mendengus pelan. "Makanya batalin. Mas Ditto juga 'kan nggak suka sama aku, jadi memang seharusnya Mas Ditto yang batalin."

Ditto meraih plastik yang berisi camilan yang tergeletak di depan pintu. Ia lantas menyerahkannya -dengan paksa- pada perempuan itu. "Aku nggak bisa jadi pihak yang membatalkan rencana itu, sekalipun aku mau-sangat mau. Kamu sediri tahu kondisi Mama. Kalau aku menambah beban pikiran Mama ... aku nggak mau punya penyesalan apapun."

Kyra hendak menjawab dan memprotes, tapi mulutnya hanya mampu terbuka sedang suaranya lenyap tersapu desau angin. Ia urung membantah karena ia memang tahu keadaannya. Tapi rasanya tetap saja menjengkelkan.

"Ya sudah, terserah!"

Perempuan itu kesal. Ia lantas berbalik, menghentak-hentakkan kaki dan berniat berlalu. Tapi Ditto sudah hafal dengan tabiatnya. Oleh karena itu, dengan cepat, laki-laki itu menahan lengan Kyra. Menahan perempuan itu untuk tidak masuk ke dalam rumah. Meninggalkan percakapan mereka yang masih mengambang.

"Kita belum selesai bicara," tandas Ditto.

"Apalagi sih, Mas? Kamu nggak bisa kasih solusi, jadi apa lagi yang mau dibicarakan?" Suara Kyra sedikit naik, membuat atmosfer di sana sama sekali tidak menyenangkan. Semilir angin bahkan pergi, menjadikan suasana di sana senyap hingga yang terdengar adalah helaan napas masing-masing.

"Aku sudah kasih kamu solusi, Kyra. Kamu bisa batalkan pernikahan ini."

Kyra menatap mata itu dengan marah. "Menurut Mas Ditto, aku bisa?"

Ditto bergeming.

"Ketika yang aku punya cuma Mama kamu, ketika hutang budiku setinggi gunung, ketika orang yang paling menyayangiku cuma beliau, menurut Mas Ditto, aku bisa?"

Ditto memejamkan matanya; lelah.

"Kalaupun memang bisa dibatalkan, Mas Ditto yang harus melakukannya. Mas Ditto anak Mama. Mama pasti tidak akan merasa kecewa. Sedangkan aku ... aku cuma anak perempuan di seberang rumah yang kebetulan disayanginya."

Kyra terengah-engah. Ia berbicara dengan rasa marah. Lalu setelah beberapa kalimat itu keluar, ia jadi lelah. Sangat lelah.

"Oke."

Ditto mengambil alih atensi. Tapi Kyra enggan menatap. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Pada gelap di bawah pohon mangga dan ayunan besi yang baru dicat ulang.

"Karena tidak ada satupun di antara kita yang bisa meminta rencana pernikahan ini dibatalkan ... Let's just get married."

Kyra membelalakkan mata. Ia benar-benar tidak percaya pada rungunya saat ini. Pada kata-kata yang baru saja meluncur dengan lancarnya dari mulut laki-laki itu. "Apa, Mas?"

"Let's just get married."

"Nggak mau!" tolak Kyra cepat.

Ditto mendengus kesal. "Aku juga nggak mau ya."

"Terus tadi?"

"Ayo kita menikah demi Mama. Kita sama-sama tahu kondisi mama. Tapi setelah menikah, hiduplah terserah; sesukamu. If you have a boyfriend, go ahead. Tidak masalah. Selama kamu bisa menjaga pernikahan ini di depan Mama, di depan orang tua."

Kyra menganga, tidak menyangka dengan ide dari laki-laki yang sebulan lalu baru saja wisuda S3. Perempuan itu tidak mengerti di mana otak brilian yang selalu ia pamerkan ketika idenya saja -barusan- terdengar sangat sampah sekali.

"Dasar Mas Ditto gila!"

Lalu perempuan itu berlalu, masuk ke dalam rumah dengan meninggalkan suara bantingan pintu yang mengejutkan Ditto.

****

Langkahnya teraruk-saruk, napasnya terengah-engah. Ia sudah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya lebih dari dua puluh kali. Tapi sialnya, semakin sering dilihat, semakin resah ia dibuatnya.

Sial!

Ia kesiangan.

Galau ternyata membawa banyak kerugian.

Andai semalam ia tidak memutuskan menangis sambil mendengarkan lagu galau, ia yakin tidak akan bangun terlambat dan kocar-kacir ke kampus seperti ini. Oh ayolah, sekalipun Kyra bukan mahasiswa jenius dan teladan, ia tetap tidak pernah datang terlambat.

Terlebih di mata kuliah ini.

Sial!

Sepertinya memang Kyra sedang sial belakangan ini. Terbukti, ketika ia -dengan lelehan keringat dan suara ngos-ngosan- tiba di depan pintu kelas, dosennya sudah berdiri di depan kelas dengan buku di tangan.

"Permisi, Pak. Maaf saya telat."

Dosen laki-laki itu menoleh, menatap dengan pandangan tidak menyenangkan pada Kyra. Ia lantas melihat pada arlojinya dan mengernyit. Firasat Kyra buruk sekali.

"Kamu terlambat 20 menit."

"Iya, Pak. Tadi di jalan macet."

Dosen laki-laki itu nampak menimbang. Membuat Kyra merasa akan ada angin segar. Ia mungkin akan dimaafkan karena ini pertama kalinya ia datang terlambat. Namun saat dosen muda itu menggeleng pelan, lantas mengibaskan tangannya selayakna ia mengusir seekor anjing, Kyra tahu husnudzon-nya sia-sia!

"Kamu masuk di pertemuan selanjutnya. Hari ini, karena terlambat lebih dari batas toleransi, silakan tutup pintunya dari luar."

Kyra lunglai. Ia tidak mengatakan apapun selain melakukan perintah tersebut. Lalu saat ia sudah menjauh dari kelas tersebut, Kyra berulang-ulang mengumpat dengan suara tertahan.

"Bajingan!"

"Dosen bajingan!"

"Dasar dosen nggak punya hati!"

"Dasar Mas Ditto si dosen paling nyebelin!"

****

TO BE CONTINUED

FOLLOW I* @nana.sshi_

Di sana akan ada versi chat random Kyra dan Ditto yaaa

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 33

    CHAPTER 33Kata orang, regret, like a tail, comes at the end. Dia tidak memberi aba-aba di depan apalagi muncul. Selalu, setelah semunya terjadi, ia baru muncul untuk membuat manusia ingin berteriak kencang, mengutuk pada takdir lalu memohon agar waktu bisa diputar. Penyesalan selalu begitu.Kyra menyesal. Sangat.Ia seharusnya --sejak dulu-- tidak pernah mudah melepas pasang cincinnya. Toh, cincin yang dipakai di jari manis tidak selalu dianggap sebagai cincin pernikahan. Jadi sekalipun ia ingin menyembunyikan status pernikahan, ia tetap bisa dengan bebas memakai cincin itu. Sebab nyatanya, tidak ada satupun --dari temannya-- yang pernah menanyakan cincin yang kadang ia pakai dan kadang tidak itu.Benar. Seharusnya begitu."Mobil Ikri. Iya, mobil." Kyra akhirnya bangkit, mengempaskan penyesalan yang bercokol dan memilih berusaha menemukan benda kecil itu. Yang hilang entah di mana, di dunia seluas ini. "Aku harus telepon Ikri."Kyra bergegas turun dari lantai dua. Sesaat sibuk memang

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 32

    CHAPTER 32"Mas tunggu sebentar. Aku mau ngomong."Langkahnya kecil, jelas timpang bila mengejar langkah lebar milik Ditto. Ia tersaruk-saruk, mencoba menyamai laki-laki itu. Karena banyak sekali yang ingin ia ucapkan dan jelaskan, tentu saja. Sayangnya, Ditto memilih diam saja sampai akhirnya keduanya sampai di mana mobil Ditto di parkir."Mas." Kyra masih berusaha. Ia menahan lengan Ditto saat laki-laki itu memilih berjalan memutar dan membukakan Kyra pintu. "Aku harus jelasin sesuatu."Ditto masih diam. Ia hanya membuka pintu mobil menjadi lebih lebar, lalu melihat pada Kyra seolah menyuruh perempuan itu masuk tanpa suara. Dan pada akhirnya, dengan berat hati, Kyra menurut.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Meniti jalan menuju rumah dengan sepi yang menyelubungi keduanya. Baik Ditto maupun Kyra, pada akhirnya tidak ada yang berusaha untuk menjadikan suasana menjadi ramai. Membiarkan saja satu-satunya suara yang ada di dalam mobil hanya alunan lagu Olivia Rodrigo dengan happier-

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 31

    Menanti seseorang itu sama seperti sedang berjalan di atas batu-batu kecil jalanan dengan bertelanjang kaki. Kulit bertemu permukaan kasar itu secara langsung. Rasanya tidak nyaman sekali.Ditto sedang berada dikeadaan itu detik ini. Dalam keadaan yang bercampur antara gelisah dan rasa was-was, sudah berulang kali ia melihat jam di dinding kafe dan pergelangan tangannya. Memastikan --sekali lagi-- bahwa jam tersebut sama.Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah empat jam lamanya menunggu. Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah menghabiskan dua gelas americano.Sama-sama menunjukkan bahwa Ditto sudah menyelesaikan tiga komik selama kurun waktu tersebut.Sekali lagi, ia menengok ke arah jendela besar yang menghadap ke halaman dan gerbang depan kafe. Di mana orang-orang yang datang dan keluar bisa dilihat dengan jelas. Mereka yang mengenakan kemeja, atau berambut panjang, atau tas berwarna pink.Dari sekian banyak itu, tidak ada satu di antaranya sosok itu adalah Kyra Aruma Wahid. Ia lalu me

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 30

    Hari yang mendebarkan itu datang lebih cepat dari dugaannya. Tahu-tahu, ia sudah berada di panggung sambil memegang gitar bersama dengan Nindy --yang menyanyi-- dan menampilkan perpaduan yang menarik antara musik dan rupawan yang enak dipandang. Keduanya berhasil membawakan dua lagu dan menyeret penonton dalam euforia. Apalagi di lagu terahir itu, mereka berdua berduet dengan Sheila on 7 yang semakin memeriahkan suasana.Semua berjingkrak, mengikuti hentak-hentak musik.Semuanya bergembira dan menyanyi.Semuanya, kecuali Ditto. Yang hanya berdiri sambil terus memandang ke arah Kyra dengan lengkungan senyuman yang tak pernah surut. Seolah, hiruk pikuk di sekelilingnya hanya desau angin. Tidak mengganggunya untuk terus menjadikan Kyra satu-satunya objek mata.Mungkin karena Kyra dengan rambut terurai, sedikit keringat yang meremang, dan memetik gitar adalah perpaduan yang sangat seksi. Atau mungkin karena --sesekali-- perempuan itu juga menatapnya. Dan tersenyum.Ah, entahlah. Ditto ti

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 29

    Ia mungkin tidak bisa mengamuk di kampus setelah dengan seenaknya didaftarkan pada seleksi tersebut. Bagaimanapun, ia masih ingin merahasiakan pernikahan itu dari siapapun manusia-manusia kampus, terlebih pacarnya, Zikri Ananda. Jadi setidaknya, butuh tiga jam sampai semua mata kuliah selesai dan ia kembali ke rumah. Untuk bertatap muka degan laki-laki itu. Dan meledak di sana."Kan aku sudah bilang nggak bisa, Mas!" Kyra menghentikan langkah Ditto saat akan menaiki anak-anak tangga. "Aku tuh nggak suka tampil di hadapan banyak orang."Ditto yang sebelumnya nampak terkejut karena tiba-tiba dihentikan oleh Kyra --yang entah datang dari mana-- akhirnya memilih menarik tangan perempuan itu dan membawanya duduk. Meski, ada yang aneh dengan duduk yang dimaksud."Lepasin, Mas. Aku mau ngomong serius.""Go ahead and talk."Kyra memukul bahu Ditto meski tak benar-benar bisa disebut memukul. Karena cenderung pelan. "Gimana mau ngomong kalau aku malah duduknya kayak begini," protes Kyra. "Aku b

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 28

    "Hai, i made you breakfast. Kamu hari ini masih belum ke kampus, kan?"Saat itu, ketika Ditto membuka pintu, untuk sesaat ia terpaku. Yang pertama dilakukannya adalah menoleh ke belakang, ke anak-anak tangga menuju lantai dua. Lalu setelah memastikan hal tersebut, Ditto kembali menoleh pada perempuan yang sudah menunjukkan sebuah paper bag berwarna cokelat di hadapannya."Oh, hai. Jadi ... kamu repot-repot sekali. Padahal aku sudah biasa memasak kok."Perempuan itu Nona Anjani Ratri. "Aku pikir kamu masih tinggal sama ibu kamu. Ternyata, bujang ini sangat mandiri ya," kekehnya pelan. "Aku boleh masuk, kan?"Benar. Dia Nona Anjani Ratri.Sejatinya Ditto ingin mengatakan tidak pada pertanyaan tersebut. Namun ternyata itu lebih sulit dari yang dibayangkan. Hingga yang dilakukannya --tentu saja, as always-- membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan perempuan itu duduk di sofa."Biar aku saja yang ambil piringnya."Ditto benar-benar terlalu terkejut dengan sikap Nona. Ia yang baru saja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status