Home / Romansa / ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA / Chapter 05 (bagian 1)

Share

Chapter 05 (bagian 1)

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-08-19 14:54:16

"Karena kamar ayah dan ibu sengaja aku kosongin dan nggak akan pernah aku pakai lagi, jadi ...." Kyra nampak memutus ucapannya, menatap sebentar ke arah tempat tidur miliknya. Ia beralih pada Ditto sambil menggigiti ujung kuku, nampak bingung.

"Jadi?" Ditto memastikan ujung kalimat rumpang Kyra.

"Jadi Mas Ditto juga tidur di sini, tapi!" Kyra menegaskan kata tapi tersebut. "Tapi jangan berani macam-macam," tegasnya seraya mengambil dua buah guling berwarna pink, lantas meletakkannya di tengah-tengah. Membuat tempat tidur sempit itu semakin lebih sempit.

Ditto mengernyit. "Itu sama saja dengan kamu nyuruh aku untuk tidur di lantai."

"Siapa bilang, aku nyuruh Mas Ditto tidur di kasur kok."

Ditto berdecak samar. Ia meletakkan kopernya di sudut ruangan, enggan segera membongkar dan menyusunnya di lemari pakaian yang tadi baru saja selesai dipasang. Lemari yang membuat Kyra bersungut-sungut karena kamarnya semakin penuh.

Ditto duduk di kursi meja rias Kyra, memakai kacamata, menyalakan laptopnya dan mulai asik sendiri. Ia tidak mengajak perempuan itu untuk bercengkrama selayaknya pengantin baru. Bersenda gurau apalagi bermesra ria. Mereka bersikap selayaknya orang asing yang terkurung di ruang dan waktu yang sama.

Ponsel Kyra berbunyi, menampilkan nama Ikri sedang meminta dijawab lewat panggilan video. Gugup seketika menyentak perempuan itu, hingga hilir mudik, kebingungan sendiri. Jelas, itu mengusik Ditto.

"Tinggal dijawab apa susahnya," sindir Ditto seraya tatapannya masih sibuk pada layar laptop. "Kamu bolak-balik seperti setrikaan itu mengganggu banget."

Kyra mendecih. "Bagaimana bisa aku menjawab panggilan dari pacarku kalau di dalam kamarku sekarang ada laki-laki asing," jawab Kyra sebal.

"Kalau begitu kamu jawab aja dari dapur, dari ruang tamu atau dari garasi. Beres," balas Ditto acuh tak acuh.

"Dasar Mas Ditto nyebelin!"

Kyra pergi, sesuai saran Ditto. Tapi ia jelas pergi sambil menghentak-hentakan kaki karena laki-laki itu sama sekali tidak mau mengalah. Maksud Kyra adalah laki-laki itu yang pindah sambil membawa laptopnya ke ruang tamu. Bahkan bila perlu, bantal dan selimut sekalian. Karena kenyataan soal mereka yang harus tidur satu kamar, masih seperti mimpi buruk untuknya.

Seperginya Kyra, Ditto terpaku. Layar laptopnya bahkan padam, sebab tidak ada yang ia lakukan. Ia juga bingung, mendadak sekali, isi kepalanya menjadi tidak berselera mengerjakan urusan kampus. Muak.

Ia lantas menutup laptopnya dan bangkit. Saat berbalik dan melihat ke arah tempat tidur itu, Dio berdecak kesal. Ranjang untuk ukuran satu orang itu terasa menyebalkan. Apalagi, dua guling besar yang memenuhinya di sana. Ia jadi bertekad, esok hari ketika toko furniture sudah buka, ia akan mengganti ranjang itu dengan ranjang yang paling besar.

Tubuhnya penat. Acara sederhana sekalipun nyatanya tetap menghabiskan energi. Oleh karena itu, Ditto merebahkan tubuhnya di salah satu sisi tempat tidur. Ia melemparkan dua buah guling itu ke lantai.

Tepat saat baru saja ia akan terlelap, pintu kamar dibuka dan langkah yang tergesa terdengar nyaring di telinga. Ditto membuka mata dan mendapati Kyra sudah berdiri seraya berkacak pinggang.

"Kok gulingnya malah dibuang sih Mas Ditto?" Kyra mengomel, mengambil guling tersebut lantas meletakkannya kembali di tengah. Tidak layak juga disebut meletakkan. Ia lebih seperti pribumi yang sedang mengusir penjajah. Ia mendorong gulingnya pada Ditto sampai laki-laki itu terjatuh dari ranjang.

"Duh!"

Ditto berseru. Bokongnya sakit. Perempuan muda satu itu memang melelahkan.

"Bukan aku dorong Mas Ditto, loh. Tapi karena memang tempat tidurnya nggak cukup untuk kita berempat. Aku, dua gulingku dan Mas Ditto." Perempuan itu tersenyum. Atau menyeringai. "Jadi Mas Ditto sebagai yang paling tua, harus me.nga.lah!"

Sudah Ditto bilang, ia lelah sekali. Tapi sekarang, untuk beristirahat dengan nyaman saja, ia harus merasa emosi dulu.

Tidak.

Ditto rasa tidak ada gunanya marah.

Jadi yang dilakukannya hanya menarik satu bantal lantas tidur di lantai dengan beralaskan karpet bulu-bulu berwarna pink.

***

to be continued

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 33

    CHAPTER 33Kata orang, regret, like a tail, comes at the end. Dia tidak memberi aba-aba di depan apalagi muncul. Selalu, setelah semunya terjadi, ia baru muncul untuk membuat manusia ingin berteriak kencang, mengutuk pada takdir lalu memohon agar waktu bisa diputar. Penyesalan selalu begitu.Kyra menyesal. Sangat.Ia seharusnya --sejak dulu-- tidak pernah mudah melepas pasang cincinnya. Toh, cincin yang dipakai di jari manis tidak selalu dianggap sebagai cincin pernikahan. Jadi sekalipun ia ingin menyembunyikan status pernikahan, ia tetap bisa dengan bebas memakai cincin itu. Sebab nyatanya, tidak ada satupun --dari temannya-- yang pernah menanyakan cincin yang kadang ia pakai dan kadang tidak itu.Benar. Seharusnya begitu."Mobil Ikri. Iya, mobil." Kyra akhirnya bangkit, mengempaskan penyesalan yang bercokol dan memilih berusaha menemukan benda kecil itu. Yang hilang entah di mana, di dunia seluas ini. "Aku harus telepon Ikri."Kyra bergegas turun dari lantai dua. Sesaat sibuk memang

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 32

    CHAPTER 32"Mas tunggu sebentar. Aku mau ngomong."Langkahnya kecil, jelas timpang bila mengejar langkah lebar milik Ditto. Ia tersaruk-saruk, mencoba menyamai laki-laki itu. Karena banyak sekali yang ingin ia ucapkan dan jelaskan, tentu saja. Sayangnya, Ditto memilih diam saja sampai akhirnya keduanya sampai di mana mobil Ditto di parkir."Mas." Kyra masih berusaha. Ia menahan lengan Ditto saat laki-laki itu memilih berjalan memutar dan membukakan Kyra pintu. "Aku harus jelasin sesuatu."Ditto masih diam. Ia hanya membuka pintu mobil menjadi lebih lebar, lalu melihat pada Kyra seolah menyuruh perempuan itu masuk tanpa suara. Dan pada akhirnya, dengan berat hati, Kyra menurut.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Meniti jalan menuju rumah dengan sepi yang menyelubungi keduanya. Baik Ditto maupun Kyra, pada akhirnya tidak ada yang berusaha untuk menjadikan suasana menjadi ramai. Membiarkan saja satu-satunya suara yang ada di dalam mobil hanya alunan lagu Olivia Rodrigo dengan happier-

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 31

    Menanti seseorang itu sama seperti sedang berjalan di atas batu-batu kecil jalanan dengan bertelanjang kaki. Kulit bertemu permukaan kasar itu secara langsung. Rasanya tidak nyaman sekali.Ditto sedang berada dikeadaan itu detik ini. Dalam keadaan yang bercampur antara gelisah dan rasa was-was, sudah berulang kali ia melihat jam di dinding kafe dan pergelangan tangannya. Memastikan --sekali lagi-- bahwa jam tersebut sama.Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah empat jam lamanya menunggu. Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah menghabiskan dua gelas americano.Sama-sama menunjukkan bahwa Ditto sudah menyelesaikan tiga komik selama kurun waktu tersebut.Sekali lagi, ia menengok ke arah jendela besar yang menghadap ke halaman dan gerbang depan kafe. Di mana orang-orang yang datang dan keluar bisa dilihat dengan jelas. Mereka yang mengenakan kemeja, atau berambut panjang, atau tas berwarna pink.Dari sekian banyak itu, tidak ada satu di antaranya sosok itu adalah Kyra Aruma Wahid. Ia lalu me

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 30

    Hari yang mendebarkan itu datang lebih cepat dari dugaannya. Tahu-tahu, ia sudah berada di panggung sambil memegang gitar bersama dengan Nindy --yang menyanyi-- dan menampilkan perpaduan yang menarik antara musik dan rupawan yang enak dipandang. Keduanya berhasil membawakan dua lagu dan menyeret penonton dalam euforia. Apalagi di lagu terahir itu, mereka berdua berduet dengan Sheila on 7 yang semakin memeriahkan suasana.Semua berjingkrak, mengikuti hentak-hentak musik.Semuanya bergembira dan menyanyi.Semuanya, kecuali Ditto. Yang hanya berdiri sambil terus memandang ke arah Kyra dengan lengkungan senyuman yang tak pernah surut. Seolah, hiruk pikuk di sekelilingnya hanya desau angin. Tidak mengganggunya untuk terus menjadikan Kyra satu-satunya objek mata.Mungkin karena Kyra dengan rambut terurai, sedikit keringat yang meremang, dan memetik gitar adalah perpaduan yang sangat seksi. Atau mungkin karena --sesekali-- perempuan itu juga menatapnya. Dan tersenyum.Ah, entahlah. Ditto ti

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 29

    Ia mungkin tidak bisa mengamuk di kampus setelah dengan seenaknya didaftarkan pada seleksi tersebut. Bagaimanapun, ia masih ingin merahasiakan pernikahan itu dari siapapun manusia-manusia kampus, terlebih pacarnya, Zikri Ananda. Jadi setidaknya, butuh tiga jam sampai semua mata kuliah selesai dan ia kembali ke rumah. Untuk bertatap muka degan laki-laki itu. Dan meledak di sana."Kan aku sudah bilang nggak bisa, Mas!" Kyra menghentikan langkah Ditto saat akan menaiki anak-anak tangga. "Aku tuh nggak suka tampil di hadapan banyak orang."Ditto yang sebelumnya nampak terkejut karena tiba-tiba dihentikan oleh Kyra --yang entah datang dari mana-- akhirnya memilih menarik tangan perempuan itu dan membawanya duduk. Meski, ada yang aneh dengan duduk yang dimaksud."Lepasin, Mas. Aku mau ngomong serius.""Go ahead and talk."Kyra memukul bahu Ditto meski tak benar-benar bisa disebut memukul. Karena cenderung pelan. "Gimana mau ngomong kalau aku malah duduknya kayak begini," protes Kyra. "Aku b

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 28

    "Hai, i made you breakfast. Kamu hari ini masih belum ke kampus, kan?"Saat itu, ketika Ditto membuka pintu, untuk sesaat ia terpaku. Yang pertama dilakukannya adalah menoleh ke belakang, ke anak-anak tangga menuju lantai dua. Lalu setelah memastikan hal tersebut, Ditto kembali menoleh pada perempuan yang sudah menunjukkan sebuah paper bag berwarna cokelat di hadapannya."Oh, hai. Jadi ... kamu repot-repot sekali. Padahal aku sudah biasa memasak kok."Perempuan itu Nona Anjani Ratri. "Aku pikir kamu masih tinggal sama ibu kamu. Ternyata, bujang ini sangat mandiri ya," kekehnya pelan. "Aku boleh masuk, kan?"Benar. Dia Nona Anjani Ratri.Sejatinya Ditto ingin mengatakan tidak pada pertanyaan tersebut. Namun ternyata itu lebih sulit dari yang dibayangkan. Hingga yang dilakukannya --tentu saja, as always-- membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan perempuan itu duduk di sofa."Biar aku saja yang ambil piringnya."Ditto benar-benar terlalu terkejut dengan sikap Nona. Ia yang baru saja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status