Lorong rumah sakit itu dipenuhi aroma obat-obatan yang menusuk. Lampu neon putih di atas kepala berpendar dingin, seolah menambah tebal suasana muram yang menyelimuti keluarga O’Neil.
Tuan Martin terbaring di ruang ICCU setelah terkena serangan jantung mendadak. Pukulan itu datang tepat setelah Maia membawa Monica ke rumah orang tua Juan dan mengaku segalanya.
Shock berat itu tak bisa ditahannya, hingga pria tua itu tumbang di depan mata seluruh keluarga.
Sementara Nyonya Aster dirawat di ruangan berbeda. Tekanan darahnya melonjak tinggi, hipertensi akut yang muncul akibat beban pikiran dan amarah berlebih.
Dua orang tua itu, yang selama ini jadi pilar keluarga O’Neil, kini terbaring lemah di bawah pengawasan ketat tim medis.
Maia berdiri dengan wajah dingin, namun matanya menyimpan letih yang dalam. Baginya, situasi ini sebuah pukulan ganda. Keluarga sedang kalut, sementara di luar sana bayang-bayang musuh bisa kapan saja d
‘Juan, ada masalah di kantor! Segeralah ke sini!’ Kalimat yang Jackson ucapkan terdengar sangat mendesak. Membuat wajah Juan seketika panik.Namun, belum lagi Juan bertanya pada adiknya itu tentang apa yang terjadi, Jackson sudah menutup panggilan seluler mereka."Ada apa?" tanya Maxim heran dengan perubahan sikap Juan setelah menerima panggilan masuk barusan."Ada masalah di kantor, dan Jackson menyuruhku ke sana." jawab Juan, "Kau ikutlah denganku ke sana dan melihat apa yang terjadi, setelah itu kita akan kembali ke rumah besar. Bagaimana?" tanya Juan melanjutkan. "Ya, baiklah. Tapi, bagaimana dengan Leo?" Maxim setuju, tapi tetap khawatir dengan Leo yang baru beberapa hari menyesuaikan dirinya lagi bersekolah.Kenapa Maxim? Ke mana Mike dan yang lain?Itu karena setelah sebulan ditinggalkan Maia, satu persatu anak buah Maia pamit pergi dari keluarga O'Neil.Dan yang paling akhir adalah Mike, sete
Beberapa minggu berlalu sejak Maia menunjukkan taringnya di balik jeruji. Reputasinya kini sudah bergema ke seluruh blok penjara. Nama “Ruby Moon” kembali menjadi bisikan, sekaligus peringatan bahwa wanita itu bukanlah sekadar tahanan biasa. Dia mantan artis yang tidak bisa dipandang sebelah mata.Namun jauh dari dinding besi dan kawat berduri itu, ada seseorang yang terus memikirkan dirinya.Diego RedSnake.Pria itu semakin tidak sabar. Setiap hari menunggu kabar, setiap malam menimbang langkah. Pilihannya sederhana. Dia ingin Maia ikut dengannya dan bebas dari neraka bernama penjara, atau menolak dan hancur perlahan di balik jeruji.Diego bukan orang biasa. Aksesnya menembus batas negara, dan baginya, tidak ada tembok yang terlalu tebal untuk ditembus. Aurethra, pulau kecil yang dijadikan pusat Lapas Internasional, terkenal tak tersentuh bahkan oleh jaringan mafia besar. Tapi Diego punya jalan dan koneksi petinggi tempat itu.
Semua orang selain Juan dan Leo memeluk Maia dengan perasaan sedih yang teramat. Jackson dan Monica, menangis melihat kepergian Maia yang dibawa menaiki mobil Polisi.Entah akan ke mana Maia akan dibawa. Yang jelas pada hari itu juga, dia dibawa keluar dari daratan Mine Town.Tidak ada perpisahan yang menyenangkan sekalipun hanya sementara. Karena berada di dekat orang-orang tersayang adalah satu hal yang berharga yang tidak dapat dibeli dengan harta dan apapun yang bersifat materi.Begitu besar rasa cinta yang dimiliki, maka sebegitu pula rasa sakit saat dijauhkan dari orang yang dicintai.Nama Ruby Moon berakhir dan menyisakan kesedihan atas perginya Maia sebagai penebusan dosa atas apa yang terjadi hari itu.Dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan, Leo bersedih dan Valeria masih terus menangis. Keduanya terlihat kurus dan juga sering sakit.Leo membuang air mata setiap ia berada di balkon kamarnya sambil mengaduh pada bulan dan bintang.
Vonis sudah dijatuhkan. Itu artinya pertemuan, kesempatan, dan waktu untuk kebersamaan sudah tidak lagi ada bagi Maia dan Juan, serta anak-anaknya.Apalagi ketika kabarnya Ruby Moon akan dibawa ke penjara khusus di tempat yang jauh dari daratan Mine Town.Setelah malam vonis menjadi momen sedih seumur hidup Juan dan keluarga O’Neil, paginya keluara itu diberikan waktu untuk mengucapkan perpisahan pada wanita kesayangan mereka.“Kau sudah tahu akhirnya akan seperti ini, kan? Kenapa kau begitu kejam dan tidak memberitahukan kecurigaanmu padaku sebelum semuanya terjadi?” ucap Juan sedih.“Aku tidak ingin memperkeruh suasana setelah kasus Monica. Tapi aku juga tidak sadar kalau kesialan ini akan datang begitu cepat,”“Saat itu, tidak mungkin aku bisa lari dari keadaan dan kekacauan yang menewaskan orang tidak bersalah di hadapanku. Aku tidak mengira, musuh datang dan menangkapku seperti ini,” jawab Maia tak kal
Bandara internasional itu dipenuhi cahaya lampu malam. Suara roda pesawat baru saja berhenti berdecit ketika pintu kabin terbuka, dan dari sana melangkah seorang wanita bergaun hitam sederhana namun elegan.Kacamata hitam masih melekat di wajahnya meski hari sudah gelap, sebuah kebiasaan yang membuat semua mata menoleh.Wanita itu berhenti sejenak di tangga pesawat, membiarkan rambut hitam panjangnya terhembus angin malam.Luna. Atau nama lamanya—Rose White.Dua pria berpakaian formal hitam segera menyambutnya di landasan, menunduk hormat.“Selamat datang, Nona Luna.”Ia melepas kacamatanya perlahan, menatap dingin anak buah Diego yang menjemputnya. Tatapannya menusuk, penuh pertanyaan.“Bagaimana kabar Diego?” tanyanya datar, tanpa basa-basi.Salah satu pria itu menunduk, suaranya tenang, “Bos dalam kondisi sehat…”Luna menyipitkan mata, “Dan Phantom?”Keduanya saling pandang singkat sebelum menjawab, dengan nada yang sama, “Dia lebih sibuk dari biasanya.”Alis Luna terangkat. Sekeja
Langkah kaki Diego menjauh, meninggalkan gema tawa dingin yang masih terpatri di dinding ruang interogasi itu.Maia memejamkan mata rapat-rapat, dadanya sesak. Kata-kata Diego menancap dalam.‘Aku akan jadi momok yang menghantui setiap orang yang kau cintai.’Tangannya gemetar. Ia tahu, Diego tidak mungkin sekadar mengancam. Pria itu akan melakukannya.Saat Maia masih berusaha menenangkan diri, pintu kembali terbuka. Kali ini, sosok yang masuk jauh berbeda auranya. “Mike?”Langkahnya tenang, wajahnya dingin, tapi tatapannya langsung menelusuri sisa ketegangan di ruangan itu.Tanpa duduk, ia menyandarkan tubuhnya ke meja, menatap lurus ke arah Maia.“Dia sudah datang, kan?” suaranya rendah, tanpa basa-basi.Maia mengangkat wajahnya pelan, mata masih basah. Ia tidak menjawab, hanya menatap balik dengan kelelahan yang tak bisa ia sembunyikan. Itu sudah cukup bagi Mike untuk tahu jawabannya.Mike mendesah pelan,b“Diego memang licin. Kau pikir bisa menutup semua celah dengan menghancurka