Ferry melihat kembali kertas yang ada di tangannya, ini alamat yang di berikan oleh detektif yang ia sewa untuk mencari keberadaan Elsa setelah dia tahu kalau putrinya itu ada di kota yang sama dengannya.Rumah dengan desain minimalis juga halaman yang luas membuat rumah itu terlihat nyaman, menjadi tempat bertahun-tahun putrinya tinggal di sini.Entah kenapa dia tak pernah berpikir setelah kematian Ratih bahwa Frans lah tempat Elsa akan berlindung.Ferry menekan bel pintu dan terdengar suara pria dari interkom. “Iya, siapa?”Ferry terdiam sesaat saat mendengar suara itu, karena dia sangat mengenalinya.“Halo, siapa di depan?”“Halo Frans,” ada jeda dalam sahutan Ferry, “Ini aku Ferry.”Setelah beberapa menit, Ferry sudah berada di dalam rumah berkeliling melihat ruang keluarga yang terlihat nyaman.Dia memperhatikan beberapa foto di ruangan itu, foto yang membuatnya merasa sangat sedih juga bangga.“Itu foto Elsa waktu di wisuda,” terdengar suara dari belakang Ferry, “Dia l
Hari Minggu menjadi hari sangat sibuk, padahal ini cuman acara hantaran anak Tante Tantri, apalagi pernikahan nanti pasti lebih sibuk lagi Elsa pun ikut membantu walaupun itu hanya sekedarnya, karena semua sudah dilakukan oleh oleh EO yang di sewa oleh sang pemilik hajatan. Tenda mewah terpasang depan rumah Tante Tantri, Ibu Sumi terlihat sibuk kesana kemari karena diberi tugas buat menyambut tamu yang akan datang, sementara Elsa hanya duduk di kursi saja sambil mengawasi lalu lalang orang, kalau Adit jangan di tanya dia terlihat sedang bicara dengan beberapa gadis muda sambil tebar pesona. “Elsa jangan duduk saja, ayo cepat berdiri pihak laki lakinya sebentar lagi mau datang,” Ibu Sumi memberi instruksi. Gadis itu menganggukkan kepalanya, dia berdiri bersiap sesuai dengan urutan yang sudah di beritahukan oleh EO tadi. Ibu Sumi berdiri paling depan, tapi dia sudah wanti-wanti sebelumnya pada Elsa agar selalu tersenyum apalagi nanti pada tamu undangan. Akhirnya rombongan yang mem
Perasaan Elsa sebenarnya tidak begitu baik, setelah kejadian lamaran dadakan yang di lakukan oleh Ibu Tri, dia merasa kurang nyaman untuk bertemu dengan Rama di kantor.Sengaja dari pagi dia langsung pergi ke proyek perusahaan untuk mengawasi pengerjaan di sana.Tapi bukan hanya hal itu yang membuat hatinya tak tenang, tapi pembicaraan yang dia lakukan dengan Frans malam sebelumnya setelah kepulangan keluarga Rama.Frans mengungkapkan kalau Ferry datang dan ingin bertemu dengannya.Seandainya tidak ada kejadian kemarin dengan sangat senang hati dia akan meminta pertimbangan dan bercerita pada Rama.“Tumben sepi,” Elsa melihat berkeliling saat tiba di kantor siang itu.Dia menaruh tas dan berjalan ke ruang kerja Rama, mengetuk pintu dan tidak ada sahutan sama sekali.“Rama kan lagi ngak ada di kantor,” Elsa terlonjak kaget mendengar suara dari arah belakang.“Memang Pak Rama ke mana?” Elsa penasaran.“Rama barusan pergi rapat dengan klien kita di daerah Sudirman,” lanjut Danu.
Akhirnya Elsa memutuskan untuk menerima tawaran makan malam dari Ferry yang di sampaikan oleh Frans kepadanya. Tanpa harus menunggu pendapat dari Rama, dia rasa keputusan tetap ada padanya. Elsa sudah sampai di depan restoran tempat ia membuat janji dengan Papanya, dia melihat Ferry tersenyum menyambutnya dia merentangkan tangan untuk memeluk Elsa tapi gadis itu berdiri kaku tak menanggapi keinginan pria itu. Sepertinya Ferry menyadari sikap putrinya dan ia pun tahu bahwa Elsa belum dapat menerimanya saat ini. “Elsa, Papa senang kamu memutuskan datang kesini, ayo mari duduk sini dekat Papa,” ajak feri dengan senang. Elsa duduk tapi tidak duduk di kursi yang ditunjuk feri sebaliknya duduk di hadapan feri. “Sayang, apa aku terlambat?” seorang wanita datang dan langsung memeluk Ferry. Elsa langsung berubah tegang saat dia melihat ke arah wanita itu. “Maaf Elsa, kamu pasti kaget Papa juga ajak Tante Amara dalam pertemuan ini.” Ferry melihat pada wanita yang baru saja datang.Elsa
Ketika siang ini Elsa memberikan laporan untuk Rama dia agak ragu untuk mengetuk pintu ruang Rama, tapi akhirnya dia pun melakukannya dan mendengar suara yang mempersilahkan dia untuk masuk.Elsa masuk dengan membawa berkas laporan ditangan, dia bisa melihat kalau Rama terlihat sangat terpaku pada layar laptop di depannya dan tak menyadari kalau Elsa sudah berdiri di depan meja kerjanya.“Bang, ini Elsa mau kasih laporan yang diminta kemarin,” kata Elsa sambil menaruh laporan itu di atas meja dan Rama kemudian melihat pada gadis itu dari balik kacamatanya dia pun mengangguk dan mengambil berkas laporan itu.“Ini sudah semua ya?” tanya Rama.“Iya sudah semua,” jawab Elsa.Rama kemudian melihat pada Elsa dan melepaskan kacamatanya memijit pangkal hidungnya, Elsa sudah hafal dengan gaya itu artinya pria itu sedang memikirkan masalah yang rumit.“Sa, Abang harap kamu jangan ambil hati soal kejadian kemarin,” kata Rama.Elsa hanya terdiam dan memperhatikan semua kalimat yang akan ke
Setelah kembali ke kantor, Rama maupun Elsa kembali pada pekerjaan masing-masing, walaupun masih dengan rasa penasaran yang ada dalam hati apalagi dengan tingkah Rama yang terkesan biasa saja setelah acara makan tadi membuat hati Elsa khawatir. Elsa melihat pada Alfa dan Steven yang melihat padanya sambil memandang dengan tatapan seperti menunggu penjelasan. “Kalian kenapa melihat seperti begitu sih?” Elsa terlihat risih dengan pandangan mereka berdua. “Sejak kapan?” Alfa langsung bertanya. “Sejak kapan apanya?” Elsa balik bertanya. “Kenapa kami ngak pernah di kasih tahu?” kali ini Steven yang bertanya. “Apanya yang tidak dikasih tahu?” Elsa terlihat bingung dengan pertanyaan kedua temannya. “Soal hubungan kamu sama pak Rama yang ternyata sudah berlangsung diam-diam itu?” “Kita sudah tahu hubungan kamu sama pak Rama, tapi sejak kapan Elsa?” Alfa terlihat dengan tatapan menyelidiki, “Dan kenapa kita ngak pernah tahu?” “Hubungan seperti apa yang kalian maksud?” Elsa berpura-pu
Sudah lebih dari satu Minggu Elsa merasa kalau sikap Rama berubah, tak ada tegur sapa atau hanya sekedar mengobrol santai seperti biasa.Pria itu seperti mengabaikan Elsa walaupun gadis itu berada di dekatnya dan setiap pertanyaan hanya dijawab tidak dan ya atau sekedarnya saja.Seperti tadi siang setelah menemani Rama bertemu klien mereka, Elsa bisa merasakan suasana dalam mobil milik Rama menjadi tidak senyaman bertemu dengan klien mereka tadi.Rama banyak bicara dan sesekali berkomentar dengan tawaran yang dia ajukan oleh Elsa kepada klien yang memakai jasa perusahaan mereka.“Bang,” tegur Elsa.“Euhm..” terdengar gumaman saja dari mulut Rama.“Ada apa?” tanya Elsa, “Dari tadi Abang diam terus, beda waktu kita rapat tadi.”“Lagi capek dan malas saja,” sahut Rama pelan.“Abang marah sama Elsa?”“Ngak.”“apa ada perbuatan atau kata-kata Elsa, yang bikin Abang tersinggung?”“Ngak.”“Terus kenapa?”“Kenapa apanya?”“Kenapa Abang diam terus?”“Lagi malas saja Sa.”“Iya
Rama dan Elsa berlari panik ketika mendengar kalau Ibu Tri dibawa ke rumah sakit karena pingsan.Ayah Rama tampak terlihat duduk di depan ruang periksa.“Pak bagaimana keadaan ibu?” tanya Rama pada Bapaknya.“Masih di dalam , mudah-mudahan Ibumu baik-baik saja,” kata Bapak Rama dengan pelan, “Kalau Ibumu sampai terjadi sesuatu hal yang buruk, Bapak tidak tahu bagaimana hidup Bapak ini.”Elsa yang mendengar itu merasa bersalah, padahal dia tidak bermaksud membuat keadaan Ibu Tri seperti ini“Bang maaf,” Elsa berkata lirih dan menangis.Rama yang melihat itu langsung memeluk Elsa untuk menenangkan gadis itu.“Tidak apa Sa, berdoa saja semoga keadaan ibuku baik-baik saja,” tangis Elsa pecah dia tidak hanya merasa bersalah pada Ibu Tri tapi juga pada Rama.Ruang periksa terbuka dan seorang dokter wanita keluar, Rama langsung mengenali dokter itu.“Bagaimana keadaan ibu, Rasmi?” Rama terlihat khawatir.“Bude kena serangan jantung ringan, Mas Rama sama Pakde jangan khawatir,”