Share

Masuk Perangkap

Author: Ruimoraa
last update Last Updated: 2025-02-26 22:04:07

Di Selasa pagi, Budi tengah sibuk mengerjakan beberapa dokumen penting di ruang kerjanya. Sekretaris barunya, Diana, yang biasanya hanya menemaninya bekerja di kantor, akhir-akhir ini datang ke rumah Budi untuk membawakan beberapa dokumen penting untuk Budi tandatangani.

Sesampainya di depan pintu kerja Budi, dengan perlahan Diana memutar kenop pintu dan masuk ke dalamnya. Kaki jenjangnya perlahan melangkah dan sampai di depan meja Budi dengan senyum ramahnya. "Pak Budi, ini dokumennya ya. Seperti biasa saya bawa langsung ke rumah supaya nggak perlu repot-repot ke kantor."

Budi yang tengah sibuk berhenti sejenak dan melihat berkas yang Diana bawa. Tak lupa ia pun membalas senyuman manis Diana. "Ah, terima kasih, Diana. Kamu selalu siap siaga ya, haha. Bener-bener nggak nyangka kerja sama kamu bisa semudah ini."

Diana yang merasa puas dengan pujian itu, tersenyum lebih lebar dan sedikit mendekatkan dirinya pada Budi. Jemarinya bergerak perlahan dan mengelus tangan Budi dengan jemarinya yang lentik, suaranya kian melembut membuat Budi merinding tak karuan. "Saya senang bisa membantu. Oh ya pak, saya dengar... Ibu sedang di luar, ya?"

Budi sedikit bergeser dengan panik, segera ia menarik tangannya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Pandangannya ia alihkan pada jendela ruangan. "A-ahaha, iya..."

Tak ingin Budi mengabaikannya, Diana menarik dasi Budi dan membuat lelaki itu menatap dirinya. "Bapak kenapa? Kok keringetan begitu? Bapak sakit?" Diana bergerak semakin mendekat. Tangan kanannya menyentuh kening Budi, sedangkan tangan kirinya kini berada di paha lelaki itu.

"D-Diana... Tolong sedikit menjauh dari saya," mendengar Budi yang sepertinya sudah mulai terpancing olehnya, Diana tersenyum tipis dan semakin mendekat pada lelaki itu.

"Tapi pak, bapak kayanya panas dingin begini... Coba dikendurin sedikit ini dasinya, ah tidak, dibuka saja sedikit ya di bagian atas kemejanya, supaya bisa lebih lega," celoteh Diana seraya membuka kancing kemeja Budi satu persatu mulai dari atas. Tak peduli meskipun Budi menolak, perempuan itu tetap membuka kancing kemejanya.

"Tuh kan panas gini pak," ucap Diana setelah menyentuh dada Budi.

Seakan tak bisa lagi menahan godaan wanita cantik di hadapannya, serta nafsu yang kini mulai memuncak, Budi menarik pinggang ramping Diana dan membiarkan perempuan itu duduk di pangkuannya. Ia menatap Diana lekat-lekat lalu mulai memanfaatkan kesempatan dengan mulai mengelus paha perempuan itu. "Kamu yang sedari tadi terus mencoba menggoda saya, jadi sekarang kamu harus bertanggungjawab karena sudah membuat saya jadi seperti ini, Diana."

"A-apa maksudnya, pak??" Ucap Diana seakan tak mengerti. Ia menarik rambutnya ke samping, membuat leher putihnya kini terlihat lebih menarik bagi Budi.

".. Kamu pasti mengerti maksud saya." Tak menolak, Diana menerima apapun yang Budi lakukan padanya setelahnya.

Hari berganti menjadi sore, Sarah yang baru saja pulang dari hang out bersama teman-temannya kini duduk di sofa, mematikan ponselnya setelah membaca pesan yang mengatakan jika ibunya menginap di tempat temannya hari ini. Ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa lalu menghela napas lelah sebelum akhirnya melirik pada ruang kerja ayahnya yang tertutup.

Merasa mendengar suatu suara yang begitu kecil, Sarah berdiri dan berjalan menuju ruang kerja ayahnya. Sesampainya di depan pintu, Sarah mengetuk pintu dan memanggil ayahnya.

"Sarah?! O-oh iya sayang, sebentar!" Sahut Budi terdengar panik.

Sarah menempelkan kupingnya pada pintu dan mendengarkan suara ayah yang terasa sangat kecil dari dalam ruangan. "Ayo cepat dirapikan dulu."

Sarah mengernyitkan keningnya, merasa curiga dengan apa yang terjadi di dalam sana. Jujur saja, ia sudah menaruh curiga sejak beberapa hari ini pada sekretaris baru ayahnya.

Tak lama pintu terbuka, memperlihatkan sosok Budi yang tersenyum canggung menatap putrinya. "Kenapa, Sarah?"

Sarah melirik ke dalam ruangan, lebih tepatnya pada sekretaris ayahnya, Diana. "Kok gitu nanyanya? Ga suka aku ganggu ayah lagi sama Diana?" Tanya Sarah dengan ketus.

".. Kok kamu ngomongnya gitu sih, Sarah?"

"Emang bener, kan?" Cecar Sarah.

"Diana kan cuma bantuin kerjaan di kantor. Ini wajar, Sarah." elak Budi.

"Alah, udahlah. Pokoknya aku ga mau ya kalau hubungan ayah sama sekretaris itu melebihi hubungan antara atasan dan karyawan! Jangan sampe ayah ngulangin kesalahan ayah yang dulu dulu! Paham?! Aku sekarang mau keluar, males liat muka sekretaris nyebelin itu!" Hardik Sarah seraya melangkah keluar dari rumah, meninggalkan Budi yang masih nampak linglung di depan pintu.

Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan menggunakan taksi online, Sarah tiba di cafe langganannya. Kepalanya terasa pusing tujuh keliling memikirkan berbagai masalah hidupnya. Rencana kuliahnya yang belum disetujui ayah karena perusahaan sedang dalam masa pemulihan, lelaki tampan dan kaya raya yang seharusnya bisa menjadi suaminya justru menikah dengan kakaknya, dan kini memikirkan kedekatan ayahnya dengan sekretaris barunya, apa yang terjadi jika ibunya mengetahui hal itu.

Sarah memejamkan matanya, memijat pelipisnya sembari berulang kali menghela napas lelah.

".. Hai? Sarah, ya?" Sapa seseorang, membuat Sarah membuka matanya dan menatap sosok itu.

"O-oh... Kak Saka? Kok ada di sini?" Tanya Sarah antusias.

"Habis ada meeting nih. Boleh saya duduk di sini?" Tak mungkin menolak, Sarah mengangguk mengiyakan perkataan Saka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Hujan yang Membasuh Luka

    Sudah tiga hari berlalu sejak malam itu, malam di mana Arum hampir pergi meninggalkan Saka. Meski berkata akan tetap berada di rumah, Arum nyaris tak berkata apa-apa pada Saka. Di tengah amarahnya yang masih menumpuk pada Saka, Arum tetap menyempatkan untuk menyiapkan sarapan serta keperluan Saka di pagi hari. Meski dengan wajah ketus, ia tetap mencium punggung tangan Saka sebelum lelaki itu berangkat ke kantor.Sore ini, Saka yang baru saja tiba di rumah berjalan cepat menuju pintu utama. Begitu menginjakkan kaki di rumahnya, ia berjalan cepat sembari menoleh ke sana kemari mencari sosok Arum. Langkahnya terhenti di dapur ketika melihat sosok yang ia cari sedang mencuci piring-piring kotor. Saka menatap punggung istrinya yang sibuk mencuci piring dengan tatapan yang perlahan melembut, ada kesedihan dari raut wajah lelaki itu. Ia kembali menegakkan tubuhnya ketika Arum mulai menyadari kehadirannya dan perlahan berbalik menatap dirinya.Saka menggaruk tengkuknya dan menyengir dengan

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Maaf yang Belum Sempurna

    Nico berdiri kaku dalam suasana hening yang tak mengenakkan itu. Tegangan antara dirinya dan Saka terasa begitu menyesakkan. "Kamu suka sama istri saya?" Pertanyaan itu terlontar tajam, suara Saka meninggi membuat Nico tersentak.Nico menghela napas perlahan, lalu menggeleng. "Engga, Sa. Jangan salah paham. Maaf, aku minta maaf karena udah lancang pegang tangan Arum.""Itu tau lancang, kenapa masih kamu lakuin? Awas ya, kalau sampai saya liat lagi kamu pegang-pegang istri saya, saya pecat kamu!" hardik Saka seraya menatap garang pada Nico, napasnya memburu menahan emosi.Berbeda dengan Nico yang menurut dan menganggukkan kepalanya, Arum kini menatap Saka dengan tatapan sangat kesal. "Kenapa sih selalu kayak gitu? Kenapa selalu seenaknya sama orang? Punya hati ga sih?!" Usah mengatakan itu dengan lantang, Arum berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Saka memijat pelipisnya yang terasa sakit lalu berdecak kesal, pandangannya beralih menatap genangan air kolam sembari memikirkan apa yang

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Kebenaran yang Menyakitkan

    Saka diam, sesekali menatap arah lain dan memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan pada Arum. Pandangannya kembali tertuju pada Arum ketika perempuan itu memegang lengannya dan mengulangi pertanyaan yang sama. "Tuan, jawab saya! Apa maksudnya perkataan tuan tadi?!" Saka mengembuskan napas berat, lalu dengan ragu menjawab pertanyaan Arum. ".. Semua yang kamu dengar barusan, itu benar." ".. Maksud tuan, tuan yang menyebabkan masalah yang menimpa ayah saya sampai ayah saya masuk ke rumah sakit jiwa? Dan tuan juga berencana untuk menghancurkan hidup Sarah??" Saka diam sebentar, lalu mengangguk mengiyakan dugaan Arum. Arum menggigit bibirnya, jantungnya berdegup kencang. Saka yang mulai bisa ia percayai, Saka yang mulai bisa mengambil perhatian serta hatinya, serta Saka yang ia anggap sebagai orang yang bisa melindunginya, ternyata adalah orang yang telah menghancurkan keluarganya. Rasanya seperti dunia tiba-tiba runtuh di hadapannya. "Kenapa?? Kenapa tuan ngelakuin itu sama kel

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Luka yang Lebih Dalam

    "Dokter, istri saya?? Istri saya ga papa, kan??" Saka hampir berlari mendekati dokter, bertanya dengan penuh harap. Dokter itu mengangguk pelan, lalu memberikan senyuman tipis. "Syukurlah operasi berjalan dengan lancar. Luka tusukan ibu sangat dalam, namun kami berhasil mengatasi semuanya. Ibu sekarang sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat intensif. Namun, karena anestesi dan kondisi tubuhnya yang masih lemah, ibu mungkin akan membutuhkan waktu untuk sepenuhnya sadar." Meski rasa cemas belum sepenuhnya menghilang, Saka dan Nico menghela napas lega, merasa akhirnya semua akan baik-baik saja. "Terima kasih, Dokter. Tolong pastikan istri saya baik-baik saja." "Tenang, kami akan terus memantau kondisi pasien. Yang terpenting adalah ibu sudah melewati masa kritis. Sebentar lagi ibu akan dibawa menuju ruang rawat intensif, dan bapak sudah boleh untuk membesuk ibu," jawab dokter itu sambil memberi anggukan, lalu berjalan pergi. Setelah menunggu sebentar, Saka kembali memandang Arum yang

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Separuhku yang Tertidur

    Nico tiba di hadapan Saka, wajahnya panik menatap kondisi Arum yang tak baik-baik saja. "Kamu cari orang yang udah berani nusuk istri saya, Nic! Dia lari ke arah sana!" Titah Saka seraya menunjuk arah lari pelaku. Segera, Nico mengangguk dan berlari ke arah yang Saka tunjuk. Saka mengangkat tubuh Arum yang terhuyung lemah dan berlari menuju jalan utama. Ia berlari menuju kumpulan taksi yang menunggu pelanggan, lalu segera masuk ke dalam salah satu taksi. "Rumah sakit, cepet!" teriaknya panik. Di dalam taksi, Saka menggenggam tangan Arum yang semakin dingin dengan cemas, ia tak tahu harus berbuat apa. Semua perasaan takut, khawatir, dan panik bercampur menjadi satu ketika memandang wajah Arum yang semakin pucat. Sesampainya di rumah sakit, Saka segera membawa Arum menuju ruang gawat darurat. Dengan napasnya yang masih terengah-engah, Saka berdiri di luar ruangan dengan wajah penuh kecemasan. Lelaki itu berjalan mondar-mandir sembari sesekali melirik ke arah pintu ruangan deng

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Sebuah Tragedi

    Saka menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tersenyum simpul, tak habis pikir dengan tingkah Sarah yang jauh berbeda dengan kakaknya, Arum. Sudah beberapa hari ini, Sarah terus-menerus mengirim pesan padanya, berharap bisa bertemu lagi, berharap bisa melanjutkan apa yang sudah mereka mulai. Senyum itu perlahan memudar, tergantikan tatapan datar yang saat ini tengah menatap layar ponsel. Perasaannya mulai lelah dengan permainan ini. Di layar itu, tertera nama Sarah yang tercatat di daftar kontaknya. Dengan mantap, jari-jarinya bergerak, dengan sekali ketukan ia memblokir nomor Sarah. Ponsel di tangannya kini terasa lebih ringan, seolah sebuah beban telah hilang begitu saja. Saka menghela napas, menatap layar ponselnya yang gelap. Tidak ada lagi pesan masuk dari Sarah yang mengganggu. Pandangan Saka kini tertuju pada Arum yang terbangun, perempuan itu mengucek matanya lalu menguap dengan tangan yang menutupi mulutnya. Matanya yang masih setengah terbuka melirik ke arah Saka dan te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status