Beranda / Rumah Tangga / ISTRI UNTUK TUAN SAKA / Misi Penghancuran Dimulai

Share

Misi Penghancuran Dimulai

Penulis: Ruimoraa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-20 18:02:18

Saka keluar dari kamar ketika mendengar dentingan piring dan sendok yang beradu, wajahnya tertekuk ketika membayangkan dirinya dilupakan dan yang di dapur sana seenaknya makan sendiri, bahkan ketika sedang berada di rumah orang lain. Belum sampai di dapur, Saka menghentikan langkahnya ketika melihat Arum sedang berjalan ke arahnya dengan membawa sepiring makanan serta segelas susu di tangannya.

“Mau makan bareng di meja makan?” tanya Arum ragu-ragu.

Bukannya menjawab pertanyaan Arum, Saka justru balik bertanya. “Mau ke mana kamu?”

“Tadinya mau nganterin tuan makan, tapi kalau mau makan bareng di meja makan, ayo,” balas Arum.

“Yaudah ayo cepet, saya lapar.” Saka meraih gelas yang ada di tangan kanan Arum dan meminumnya sambil berjalan. “Hm, ini enak. Bikinin buat saya tiap pagi sama malam,” ucap Saka yang sudah berjalan lebih dulu di depan Arum.

Sesampainya di meja makan, Arum mengambilkan makanan baru dan meletakkannya di depan Saka yang sudah duduk dan siap untuk makan. “Ngomong-ngomong, papah sama mamah ada apa ke sini?” tanya Saka.

“Tadi papah sama mamah habis jalan-jalan, terus karena dekat sama rumah kamu, jadi mampir dulu sebentar." Saka mengangguk paham lalu tak menanggapi lagi.

Tangannya yang sedang menyendok nasi berhenti ketika ponsel di saku celananya bergetar, segera ia meraih ponsel itu dan melihatnya. Begitu nama penelepon terlihat, senyum kecil terukir di wajah lelaki itu. Saka bangkit dari duduknya, meninggalkan makanannya dan mengangkat panggilan yang masuk itu.

"Ya, halo?" Sapa Saka pada seseorang di ujung sana.

"Halo, tuan. Saya mau melaporkan kalau sekarang saya sudah resmi menjadi sekretaris Budi, dan besok sudah mulai masuk kantor." Saka menyeringai ketika mendengar laporan tersebut, sesuai dengan yang ia harapkan.

"Bagus, Diana. Lakukan tugas kamu, dan hancurkan keluarganya," titah Saka yang dengan segera Diana iyakan.

Tak ada pembicaraan lebih lanjut, Saka menutup panggilan tersebut dan beralih menelepon seseorang yang merupakan tangan kanannya sekaligus sahabat dekatnya sejak kecil, Nico.

"Ya, Saka?" Sahut Nico.

"Koordinasi sama sekretaris saya dan siapkan dokumen yang diperlukan untuk tender bersama pak Broto. Saya tunggu besok di kantor," titah Saka sebelum mematikan telepon beberapa detik setelahnya. Ia tersenyum simpul lalu kembali bergabung di meja makan.

---

Dengan langkah ringan dan penuh percaya diri, Diana melangkah di trotoar pagi yang sepi, menatap gedung tinggi di hadapannya. Pakaian yang dia kenakan sempurna, blazer hitam yang pas di badan, dan rok pensil yang menonjolkan lekuk tubuhnya, membuatnya terlihat seperti seorang profesional yang siap menaklukkan dunia. Rambut panjangnya yang tergerai di atas bahu, dihiasi dengan sedikit gelombang, berkilau di bawah sinar matahari yang menembus celah-celah gedung. Setiap gerakan tubuhnya dipenuhi dengan pesona yang sulit untuk diabaikan.

Namun, dibalik senyuman manis yang selalu ia tunjukkan, ada niat licik yang tersembunyi. Matanya yang tajam melirik ke arah pintu utama gedung kantor SkyLine Group, tempat Budi, ayah Arum bekerja. Ini adalah hari yang sangat dia nantikan, saat dia akan mulai mendekati Budi sesuai dengan perintah tuan Saka. Diana tahu betul bagaimana caranya menarik perhatian orang yang gila perempuan dan harta seperti ayah Arum.

Sudah cukup lama Diana mempelajari segala hal tentang keluarga Arum, dan sudah merencanakan ini dengan cermat. Dengan pesonanya yang tidak bisa ditolak, dia yakin bisa menyusup ke dalam kehidupan pria hidung belang itu, menciptakan ketertarikan yang perlahan-lahan akan mengarah pada kedekatan dan berujung pada rusaknya keluarga yang sangat Saka benci itu.

Sekali lagi, senyum manis terulas di wajahnya saat pintu kantor terbuka dan ia melangkah masuk, menyadari bahwa dunia ini hanya akan memutar ke arah yang dia tentukan.

Diana masuk ke dalam ruangan besar yang dipenuhi dengan aroma kopi panas dan suara laptop yang bekerja. Di depan meja besar, nampak sosok Budi yang sedang sibuk memeriksa laporan proyek terbaru. Diana melangkah perlahan menuju meja, senyum manis di wajahnya memancarkan aura yang memikat.

Dengan suara lembut, Diana berjalan perlahan sambil mendekati meja kerja Budi. "Selamat pagi, pak Budi. Maaf mengganggu waktu bapak. Ada beberapa dokumen yang perlu bapak tanda tangani." Diana menyelipkan map berisi dokumen penting di atas meja Budi, lalu berdiri dengan posisi lebih dekat dari biasanya.

Budi mengangkat pandangannya dan menatap Diana sejenak. Ada sedikit kelelahan di wajah lelaki itu. "Oh, oke Diana. Bisa kamu kasih dokumen itu ke saya?"

Diana semakin menggeser posisinya agar menjadi lebih dekat dengan Budi, suaranya yang halus rasanya sangat menyejukkan begitu masuk ke telinga Budi. Tangan Diana bergerak, mengelus lembut bahu lelaki paruh baya itu. "Tentu, pak. Tapi saya khawatir kalau bapak terlalu banyak bekerja. Jangan terlalu dipaksakan, pak."

Budi tersenyum sejenak, namun sedikit terkejut dengan perhatian yang lebih pribadi dari Diana. "Hm, saya bisa mengurus semuanya. Ini memang pekerjaan yang harus saya selesaikan." Budi menegakkan posisi duduknya, lelaki itu terlihat sedikit enggan untuk menerima perhatian yang Diana berikan.

"Saya mengerti, pak. Tapi... Mungkin bapak perlu sedikit istirahat. Bapak sudah banyak bekerja keras, saya hanya ingin melihat bapak lebih santai sedikit."

"Terkadang, bukan hanya fisik yang lelah, tapi pikiran kita juga butuh waktu untuk sejenak berhenti." Diana sedikit mencondongkan tubuhnya ke meja, memberi kesan lebih dekat, tapi masih terlihat sopan.

Budi tersentak, merasa sedikit canggung, namun ada kehangatan dari perhatian yang diberikan Diana. Lelaki itu memandangi Diana, tampak sedikit terperangah. "Sepertinya... Kamu benar juga."

Diana mendekatkan wajahnya sedikit lagi, tersenyum lembut namun penuh arti, matanya menatap dalam ke arah Budi. "Pak, bapak terlalu keras pada diri sendiri. Saya selalu ada di sini untuk membantu bapak. Saya... Ingin melihat bapak baik-baik saja." Senyum Diana semakin manis, seolah menyiratkan kepedulian yang lebih dalam, namun jelas ada niat tersembunyi di baliknya.

"Baiklah, Diana. Terima kasih. Mungkin saya akan istirahat sebentar. Kamu memang selalu perhatian." Budi tersenyum, sedikit canggung, namun ada sesuatu yang mulai menarik perhatiannya dari Diana setelah satu minggu perempuan itu bekerja sebagai sekretaris pribadinya.

Diana menyeringai sedikit, tahu bahwa dia sudah mulai berhasil menanamkan benih manipulasi dalam pikiran Budi. "Saya senang bisa membantu, pak. Jangan ragu untuk bilang kalau bapak membutuhkan sesuatu lagi. Saya di sini, selalu siap membantu bapak."

Budi mengangguk pelan, kemudian kembali melirik Diana yang mulai berjalan menuju pintu. Ada rasa ketertarikan yang tiba-tiba muncul, namun ia mencoba menepisnya. "Terima kasih, Diana."

Setelah Diana keluar, Budi duduk sejenak di sofa, memikirkan percakapan yang baru saja terjadi. Meskipun ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah perhatian biasa dari seorang sekretaris, tapi ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuatnya ingin lebih dekat dengan Diana. Namun, ia berusaha menahannya, tidak ingin terlalu tergoda oleh hal itu.

---

"Selamat siang, tuan Saka," sapa Diana pada atasannya, Saka.

"Hm. Gimana?" Tanya Saka terdengar acuh.

"Saya sudah berhasil membuat celah, dan saya pastikan target akan segera masuk ke dalam perangkap," lapor Diana, membuat senyum lawan bicaranya mengembang seketika.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Hujan yang Membasuh Luka

    Sudah tiga hari berlalu sejak malam itu, malam di mana Arum hampir pergi meninggalkan Saka. Meski berkata akan tetap berada di rumah, Arum nyaris tak berkata apa-apa pada Saka. Di tengah amarahnya yang masih menumpuk pada Saka, Arum tetap menyempatkan untuk menyiapkan sarapan serta keperluan Saka di pagi hari. Meski dengan wajah ketus, ia tetap mencium punggung tangan Saka sebelum lelaki itu berangkat ke kantor.Sore ini, Saka yang baru saja tiba di rumah berjalan cepat menuju pintu utama. Begitu menginjakkan kaki di rumahnya, ia berjalan cepat sembari menoleh ke sana kemari mencari sosok Arum. Langkahnya terhenti di dapur ketika melihat sosok yang ia cari sedang mencuci piring-piring kotor. Saka menatap punggung istrinya yang sibuk mencuci piring dengan tatapan yang perlahan melembut, ada kesedihan dari raut wajah lelaki itu. Ia kembali menegakkan tubuhnya ketika Arum mulai menyadari kehadirannya dan perlahan berbalik menatap dirinya.Saka menggaruk tengkuknya dan menyengir dengan

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Maaf yang Belum Sempurna

    Nico berdiri kaku dalam suasana hening yang tak mengenakkan itu. Tegangan antara dirinya dan Saka terasa begitu menyesakkan. "Kamu suka sama istri saya?" Pertanyaan itu terlontar tajam, suara Saka meninggi membuat Nico tersentak.Nico menghela napas perlahan, lalu menggeleng. "Engga, Sa. Jangan salah paham. Maaf, aku minta maaf karena udah lancang pegang tangan Arum.""Itu tau lancang, kenapa masih kamu lakuin? Awas ya, kalau sampai saya liat lagi kamu pegang-pegang istri saya, saya pecat kamu!" hardik Saka seraya menatap garang pada Nico, napasnya memburu menahan emosi.Berbeda dengan Nico yang menurut dan menganggukkan kepalanya, Arum kini menatap Saka dengan tatapan sangat kesal. "Kenapa sih selalu kayak gitu? Kenapa selalu seenaknya sama orang? Punya hati ga sih?!" Usah mengatakan itu dengan lantang, Arum berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Saka memijat pelipisnya yang terasa sakit lalu berdecak kesal, pandangannya beralih menatap genangan air kolam sembari memikirkan apa yang

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Kebenaran yang Menyakitkan

    Saka diam, sesekali menatap arah lain dan memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan pada Arum. Pandangannya kembali tertuju pada Arum ketika perempuan itu memegang lengannya dan mengulangi pertanyaan yang sama. "Tuan, jawab saya! Apa maksudnya perkataan tuan tadi?!" Saka mengembuskan napas berat, lalu dengan ragu menjawab pertanyaan Arum. ".. Semua yang kamu dengar barusan, itu benar." ".. Maksud tuan, tuan yang menyebabkan masalah yang menimpa ayah saya sampai ayah saya masuk ke rumah sakit jiwa? Dan tuan juga berencana untuk menghancurkan hidup Sarah??" Saka diam sebentar, lalu mengangguk mengiyakan dugaan Arum. Arum menggigit bibirnya, jantungnya berdegup kencang. Saka yang mulai bisa ia percayai, Saka yang mulai bisa mengambil perhatian serta hatinya, serta Saka yang ia anggap sebagai orang yang bisa melindunginya, ternyata adalah orang yang telah menghancurkan keluarganya. Rasanya seperti dunia tiba-tiba runtuh di hadapannya. "Kenapa?? Kenapa tuan ngelakuin itu sama kel

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Luka yang Lebih Dalam

    "Dokter, istri saya?? Istri saya ga papa, kan??" Saka hampir berlari mendekati dokter, bertanya dengan penuh harap. Dokter itu mengangguk pelan, lalu memberikan senyuman tipis. "Syukurlah operasi berjalan dengan lancar. Luka tusukan ibu sangat dalam, namun kami berhasil mengatasi semuanya. Ibu sekarang sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat intensif. Namun, karena anestesi dan kondisi tubuhnya yang masih lemah, ibu mungkin akan membutuhkan waktu untuk sepenuhnya sadar." Meski rasa cemas belum sepenuhnya menghilang, Saka dan Nico menghela napas lega, merasa akhirnya semua akan baik-baik saja. "Terima kasih, Dokter. Tolong pastikan istri saya baik-baik saja." "Tenang, kami akan terus memantau kondisi pasien. Yang terpenting adalah ibu sudah melewati masa kritis. Sebentar lagi ibu akan dibawa menuju ruang rawat intensif, dan bapak sudah boleh untuk membesuk ibu," jawab dokter itu sambil memberi anggukan, lalu berjalan pergi. Setelah menunggu sebentar, Saka kembali memandang Arum yang

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Separuhku yang Tertidur

    Nico tiba di hadapan Saka, wajahnya panik menatap kondisi Arum yang tak baik-baik saja. "Kamu cari orang yang udah berani nusuk istri saya, Nic! Dia lari ke arah sana!" Titah Saka seraya menunjuk arah lari pelaku. Segera, Nico mengangguk dan berlari ke arah yang Saka tunjuk. Saka mengangkat tubuh Arum yang terhuyung lemah dan berlari menuju jalan utama. Ia berlari menuju kumpulan taksi yang menunggu pelanggan, lalu segera masuk ke dalam salah satu taksi. "Rumah sakit, cepet!" teriaknya panik. Di dalam taksi, Saka menggenggam tangan Arum yang semakin dingin dengan cemas, ia tak tahu harus berbuat apa. Semua perasaan takut, khawatir, dan panik bercampur menjadi satu ketika memandang wajah Arum yang semakin pucat. Sesampainya di rumah sakit, Saka segera membawa Arum menuju ruang gawat darurat. Dengan napasnya yang masih terengah-engah, Saka berdiri di luar ruangan dengan wajah penuh kecemasan. Lelaki itu berjalan mondar-mandir sembari sesekali melirik ke arah pintu ruangan deng

  • ISTRI UNTUK TUAN SAKA    Sebuah Tragedi

    Saka menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tersenyum simpul, tak habis pikir dengan tingkah Sarah yang jauh berbeda dengan kakaknya, Arum. Sudah beberapa hari ini, Sarah terus-menerus mengirim pesan padanya, berharap bisa bertemu lagi, berharap bisa melanjutkan apa yang sudah mereka mulai. Senyum itu perlahan memudar, tergantikan tatapan datar yang saat ini tengah menatap layar ponsel. Perasaannya mulai lelah dengan permainan ini. Di layar itu, tertera nama Sarah yang tercatat di daftar kontaknya. Dengan mantap, jari-jarinya bergerak, dengan sekali ketukan ia memblokir nomor Sarah. Ponsel di tangannya kini terasa lebih ringan, seolah sebuah beban telah hilang begitu saja. Saka menghela napas, menatap layar ponselnya yang gelap. Tidak ada lagi pesan masuk dari Sarah yang mengganggu. Pandangan Saka kini tertuju pada Arum yang terbangun, perempuan itu mengucek matanya lalu menguap dengan tangan yang menutupi mulutnya. Matanya yang masih setengah terbuka melirik ke arah Saka dan te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status