Share

Bab 5

SEBENING CAHAYA CINTA 5. 

**

"Ibu kasih aja baju-baju bekas Ibu, Arum dan Ria nanti aku belikan Ibu baju baru dan skin … Skincare," kata Mas Arman pada Ibu sekaligus melirikku. 

Rasanya saat itu ketika suamiku mengatakan hal demikian, aku nggak tahu lagi bagaimana perasaanku. Tentu saja aku sakit hati. Bagaimana mungkin dia bisa memberikan ku baju bekas sementara keluarganya lebih diprioritaskan diberikan baju baru sekaligus skin care segala. 

"Kamu ini bagaimana sih, Mas kenapa kamu malah memberikan aku baju bekas mereka. Bukankah aku istrimu. Sebagusnya kalau kamu memang bisa memberikan keluargamu yang terbaik pakaian baru dan skin care. kamu juga harus bisa kasih aku!" kataku kesal. 

Walau mereka akan belanja di tokoku tetap saja aku gak suka sikap Mas Arman. Aku memang harus kasih pelajaran dia untuk menghargai istri. Aku gak suka dia seperti ini. Selalu saja seperti ini gak menghargai aku sebagai istri. Padahal aku sudah berkorban untuknya. 

"Cahaya, sebaiknya kamu sadar diri. Kalau mau cantik kamu kerja. Lagian kami ini keluarga Arman. Udah sukur kamu di kasih tempat tinggal! Kalau gak menikah dengan anakku mungkin kamu jadi gembel!" kata Ibu tanpa perasaan. 

"Ibu sadar gak pengorbanan ku selama ini untuk Mas Arman. Aku udah susah payah memberikan makanan yang terbaik buat dia, setia padanya, mengandung sekaligus melahirkan anaknya. Kurang apa pengorbananku, Bu. Sementara dia gak ada ngasih aku apapun …" 

Aku mau jawab saja ke Ibu kalau anaknya cuma ngasih aku air m a n i nya doang untuk bersenang-senang tanpa berpikir perasaanku. Tetapi aku malas bertengkar lebih lanjut. 

"Cahaya, kamu itu yatim piatu. Kalau anakku gak nikahin kamu. Kamu bisa apa? Apa ada lelaki yang mau sama kamu cuma p e r e m p u a n buruk rupa. Kamu juga gak bisa kasih Arman anak laki-laki. Jadi wajar kalau Arman gak bisa sayang sama kamu sepenuhnya!" kata Ibu lagi semakin menyudutkan ku. 

"Udahlah, Bu! Aku malas bertengkar. Cahaya! Kamu semakin hari semakin belagu aja ya. Udah syukur Ibu mau kasih kamu baju bekasnya. Lagian baju bekas mereka juga bagus. Apa yang di bilang Ibu juga benar. Kamu jadi istri harus bersyukur. Gak usah banyak tingkah!" kata Mas Arman justru gak membelaku sama sekali. 

"Aku gak butuh baju bekas, Mas. Aku gak butuh baju Ibu!" kataku berlalu. 

Untuk melanjutkan perkataan itu jujur aku benar-benar malas. 

"Dasar belagu kamu. Siapa juga yang mau kasih pakaian buat kamu!" kata Ibu ketus. 

"Bu, bawain aja pakaian yang pakaian buat Cahaya dia memang seperti itu. Nanti juga kalau melihat baju-baju ibu dan baju Arum serta Ria. Cahaya bakal bahagia. Dia gak punya baju lagi dan syukur badannya yang g e n d u t itu menyusut," kata Mas Arman tetap menyuruh Ibunya membawakan pakaian bekas mereka. 

"Ya udah. Minta uang dong Ibu buat belanja. Eh, tapi Cahaya memang agak kurusan. Kok bisa ya," kata Ibu heran menggaruk kepalanya. 

Aku mendesah sekaligus kecewa. Lihat saja kalau benar mereka bawain aku pakaian maka aku tak akan pakai melainkan kujadikan kain pel. 

**

"Wah, keren banget kamu, Mbak." 

Aku datang ke tokoku naik taksi bersama Rani. Sementara Ratu belum pulang sekolah. 

Hari ini aku menggunakan Uptown Girl Ruched Bubble Sleeves Blouse. Pakaian satu ini adalah jenis blouse yang bermotif kotak. Bagian lengannya ada detail kerut yang menjadikannya semakin stylish. Tunik ini kupadupadankan dengan rok panjang dan lebar disertai hijab dan kacamata. Di luar aku sengaja memakai kacamata biar tidak terlalu di kenali. 

Orang lain yang melihat perubahan besar dalam diriku tak akan mengenali ku kecuali kalau dia benar-benar lama menatapku karena perubahannya sangat signifikan. Aku pernah bertemu Mas Arman dan dia tak terlalu mengenaliku. Saat itu aku hanya lewat saja di depannya tanpa menyapa atau apa. 

Wajahku yang lama jerawatan. Namun, dengan serangkaian parawatan mahal bisa juga jadi mulus. Begitu pula dengan kulitku yang sudah jauh lebih putih karena produk skincare tepat yang ku pakai. 

"Ah, bisa aja kamu," kataku ke adikku. Fikar sengaja kuajak bekerja sama. Semenjak Ibuku meninggal dia tinggal di kampung. Mau membawanya ke kota, aku gak bisa apalagi tahu sendiri suami kelakuannya bagaimana. Bisa-bisanya adik lelaki satu-satunya akan di jadikan bulan-bulanan keluarga Mas Arman. 

Dia adikku satu-satunya yang kini membantu usahaku. Fikar sekarang  nge-kos dan gak ada yang tahu kalau dia ada di sini. Dia sekaligus kuliah dan membantu usahaku. Hanya adikku yang kupercaya. Kuliah juga gak tiap hari. Jadi Fikar sangat bisa kuandalkan. 

"Kamu makin glowing aja, Mbak. Ini mah nge-glazed diatasnya glowing," katanya memujiku. 

"Heh, kamu muji Mbak ada maunya banget." 

"Heheh … Jadi beli mobil, Mbak? Nanti aku antar jemput kamu. Beres, asal jangan taruh di rumah kamu aja nanti suami kamu jantungan," katanya lagi terkekeh. 

"Iya, nanti Mbak pikirkan lagi. Eh, hari ini kita live skincare ya. Kamu udah suruh tim live bersiap. Hari ini produk B-Elr ya," kataku memberi arahan ke Fikar. 

"Sip, Mbak." 

Semenjak bekerja denganku. Fikar banyak belajar tentang produk yang kami jual. Setiap hari kami bergantian menjual produk saat live nya.

"Titip, Rani. Mbak mau ketemu sama Mbak Rahma," kataku ke Fikar. 

"Beres, Kakakku," ucap Fikar mengambil tangan anakku. Rani sekarang terbiasa main di kantor sekaligus toko kami. Fikar akan menjaganya. Di samping banyak karyawan lainnya. Kayak nya aku juga harus cari baby sitter untuk menjaga anak 3 tahunku. Kesibukanku semakin banyak saja. 

"Jangan lupa nanti jemput Ratu juga," ucapku. 

Fikar memberikan jempol padaku. Akupun mengambil gawai untuk memesan taksi lagi. Duh, pasti Mbak Rahma udah lama nunggu aku. Gak enak juga. Kuakui aku bisa jadi kayak sekarang ini karena Mbak Rahma. 

Setelah taksi datang. Aku naik taksi dan melambaikan tanganku ke Rani serta Fikar. Dalam sekejab hidupku berubah setelah di pertemukan dengan orang-orang baik. 

Sampai aku di sebuah Kafe. Mbak Rahma sudah menungguku. Aku segera menjumpainya. 

"Maaf, banget, Mbak. Aku telat. Tadi ngantar Rani dulu ke kantor. Anakku di jaga adikku." 

"Gak apa, Mbak juga baru datang. Yuk, duduk. Kenapa Rani gak dibawa aja. Mbak kangen loh," kata Mbak Rahma.

"Iya, Mbak. Takut dia rewel. Tapi besok atau lusa aku bawa deh," kataku. 

Akupun duduk di depan Mbak Rahma. Kami mengobrol tentang bisnis yang kami jalankan. 

"Wah, keren. Ternyata udah berkembang aja bisnis kamu. Gak sia-sia banget Mbak percaya sama kamu. Kamu the best bisa berkembang dalam waktu enam bulan," katanya. 

Bisa dikatakan Mbak Rahma orang yang berjasa dalam hidupku. Dia meminjamkan ku modal tanpa bunga dalam waktu tiga bulan bisa ku kembalikan padanya. Dia senang karena aku amanah menjaga kepercayaannya. Semenjak hari itu hubunganku sangat baik ke Mbak Rahma. Kami jadi teman dekat. 

"Eh, ke kantor suami Mbak sebentar yuk. Ada keperluan setelah ini kita ke salon," kata Mbak Rahma. 

Aku tersentak. Di kantor suami Mbak Rahma, Mas Arman bekerja. Dulu aku gak sengaja hanya berpapasan dengan dia tanpa saling menyapa. Dia kaget melihatku. Sekarang kalau dia ketemu aku lagi apa Mas Arman bakal mengenali aku. 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status