Share

Bab 6

SEBENING CAHAYA CINTA 6. 

**

PoV Cahaya 

Aku bingung mau datang lagi ke Kantor di mana Mas Arman bekerja, aku pernah datang ke sana dan tidak sengaja berpapasan dengan dirinya. Saat itu dia melongo melihat ku dan aku takut hal itu akan terulang lagi. Bagaimana kalau aku tidak bisa mengontrol diriku dan aku akhirnya ketahuan. 

Jujur saja aku masih nyaman seperti ini. Aku ingin Mas Arman tidak tahu dulu aku itu siapa. Bila waktunya maka dia akan tahu dengan sendirinya. 

"Cahaya, kamu kenapa?" tanya Mbak Rahma. "Cahaya ..." 

Aku tersentak saat Mbak Rahma memanggilku. 

"Eh, ya, Mbak." 

"Kamu kenapa?" tanyanya heran. 

"Gak apa kok, Mbak. Ya udah kalau mau pergi. Kita ke sana aja," kataku. 

Aku kebingungan saat itu. Aku mengikuti saja Mbak Rahma pergi ke kantor suaminya. Mbak Rahma lalu melajukan mobilnya membelah jalan raya. 

Di dalam mobil, aku berusaha mengatur nafasku  serta berusaha meyakinkan diri sendiri kalau aku bisa berakting dengan bagus agar Mas Arman bisa menerima pelajaran yang selama ini dia lakukan kepadaku. 

Jujur saja di samping itu aku juga penasaran seperti apa Angela, wanita yang saling berkomunikasi dengan suamiku itu dan aku melihat isi chat mereka. Apakah Angela begitu cantik makanya Mas Arman punya pikiran mau menikah lagi. 

"Cahaya, kamu yakin gak apa-apa?" tanya Mbak Rahma mengagetkanku. 

Dia heran dengan perubahan yang terjadi pada diriku ketika Mbak Rahma mengatakan mau ke kantor suaminya. Seketika aku diam. Mungkin saja dia curiga, aku banyak pikiran yang bergejolak dalam diri atas apa yang harus ku lakukan untuk menghadapi Mas Arman nantinya. 

"Oh, gak ada sih, Mbak," dustaku. 

Sampailah kami di kantor suami Mbak Rahma. Mas Arman bekerja di Perusahaan tekstil di bagian Marketing kalau gak salah. Tapi, aku gak tahu pasti, suamiku itu gak mau bercerita padaku. Dia tertutup masalah kerjaan. Kalau denganku yang di bahas hanya masalah fisik saja. Kenapa aku g e n d u t, j e l e k, jerawatan. Cuma itu yang dia bilang dari tahun ke tahun. 

Aku memasuki tempat ini lagi. Dengan perasaan berkecamuk. Aku harus bisa mengontrol emosiku seperti selama ini aku menghadapi Mas Arman. Saat aku ke sini, aku gak tau kalau suamiku bermain api dengan Angela. Sekarang, aku tahu dan penasaran sekali siapa Angela. 

"Cahaya, bagaimana kalau tunggu di sini sebentar? Mbak mau ke ruangan Mas Pras," katanya. 

"Oh, Iya, Mbak," kataku tersenyum. 

Seperti kemarin, Mbak Rahma masuk ke ruangan suaminya dan aku menunggu sebentar di lobby ataupun di taman. Aku dibiarkan melihat-lihat kantor ini. Aku senang sebagai pembelajaran, siapa tahu aku juga bisa punya kantor sebesar ini suatu hari nanti.

Entah kenapa aku mau ke bagian atas. Aku mau ke taman yang ada di atas gedung kantor ini. Tamannya bagus dan menunggu di sana pasti nyaman sekali. Saat lift nya terbuka, aku masuk ke dalam. Sebelum lift nya kututup tiba-tiba Mas Arman masuk bersama seorang wanita. Aku tersentak, rasa gugupku semakin menjadi-jadi. Ku betulkan letak kacamataku dan berusaha tenang agar dia tidak mengenali siapa diriku. Kayaknya penampilanku sudah cukup rapi. Biasanya aku selalu memakai baju j e l e k dan k u m u h saat di rumah. Pasti dia tak akan mengenaliku dengan tampilan baju bagus. 

"Mas, makasih kamu baik banget," katanya ke Mas Arman. 

Suara mereka pelan tetapi masih bisa kudengarkan. Aku mendesah sambil melirik sebentar kelakuan Mas Arman di belakangku. 

"Buat kamu apasih enggak," katanya genit. 

Perasaanku campur aduk saat mereka berkata mesra di lift. Pasti hubungan mereka lebih dari sekedar teman. Aku memicingkan mata gusar dengan sikap gak tau diri Mas Arman. Tega membahagiakan wanita lain sementara aku dan anak-anakku gak dianggap sama sekali. 

Apa susahnya dia setia? Apakah setia itu sangat mahal? Jujur saja, terkadang aku iri dengan Mbak Rahma saat wanita cantik itu bercerita tentang rumah tangganya. Bagaimana dia diperlakukan dengan baik oleh suaminya, di ajak liburan ke luar negeri. Pasti manjadi Mbak Rahma sangat bahagia. Ah, aku tak boleh iri dengan orang lain. Aku yakin Allah pasti menyiapkan yang terbaik untukku dan anak-anakku. 

"Bye, kerja yang rajin ya," kata Mas Arman ke Angela. 

Kayaknya wanita ini bekerja di lantai tiga. Dia keluar setelah mengulas senyum terbaik ke Mas Arman. Mas Arman menutup lift dan kini ada kami berdua di dalam. Entah kenapa tiba-tiba dia melihatku. Mungkin merasa asing. Aku hanya tertunduk dalam. Sudah tak tahu lagi bagaimana perasaanku. Berkecamuk tak menentu. 

Dia terus memperhatikan ku saja. Aku berusaha tenang. Aku berdoa dalam hati supaya Mas Arman gak kenal denganku. Lift terbuka, aku bergegas keluar. Mas Arman melakukan hal yang sama. Dia malah mengikutiku. Aku bertambah gusar. Apakah dia tahu kalau ini adalah aku, istrinya? Langkahku semakin cepat. Dia juga melakukan hal yang sama. 

"Eh, maaf, Mbak," katanya. 

Dia menepuk bahuku. Kesal rasanya dia melakukan itu. Aku gak suka sikapnya yang sok kenal dan sok dekat. Di rumah memang aku istrinya. Tapi, enggak di sini. Aku justru malu punya suami gan-jen kayak dia. 

"Ada apa?" tanyaku. Aku berusaha memperlihatkan wajahku. Kalau aku menutupinya. Sama saja dia akan lebih curiga. 

"Maaf, saya kayak pernah bertemu kamu sebelumnya. Tapi di mana ya? Aku bingung, wajah kamu familiar banget," katanya menggaruk kepalanya. 

"Kita pernah ketemu di mana? Jangan suka mengada-ngada ya? Saya baru dua kali kemari dan ini adalah kantor Mbak Rahma, dia teman saya'" kataku. 

"Kantor Mbak Rahma? Kamu teman Bu Rahma, istri Pak Pras?" tanyanya kaget. 

"Ya," jawabku datar. 

"Oh, baiklah kalau seperti itu. Perkenalkan saya Arman. Kamu siapa?" tanyanya memberikan tangannya. 

Aku melirik suamiku ini. Dia gak mengenali ku? Setelah serangkaian perawatan yang kupakai. Dia gak mengenali diriku, wanita gen-dut, je-lek, jerawatan yang selalu di hinanya kini berubah 180° untuknya. 

Aku tersenyum tipis. Aku mau menjabat tangannya karena melihat Angela tiba-tiba datang. Pasti ada hal yang mau disampaikannya ke Mas Arman makanya dia datang lagi. 

"Saya ...." 

Mas Arman tersenyum menggoda padaku. Dalam hati aku menggerutu dasar ga-tal! Kulirik dengan ekor mataku Angela mempercepat langkahnya, karena Mas Arman berbicara dengan wanita lain yang mungkin membuat dia cemburu. 

"Mas ...," katanya. 

"Eh," kata Mas Arman tersentak. Tanganku tadi segera dia lepaskan. 

"Siapa dia, Mas?" tanya Angela gak terima. 

"Dia ..." Mas Arman bingung mau menjawab apa. 

"Maaf boleh tahu Mbak ini yang siapa?" tanyaku penasaran. 

"Apa urusan kamu!" katanya. 

"Oh, kalau gak mau jawab. Maka aku juga nggak mau jawab aku ini siapa!" kataku ketus. 

"Aku Angela, pacar Mas Arman. Jangan ganggu, Mas Arman!" katanya sengit padaku. 

Tak berselang lama Mbak Rahma datang. Haduh, aku semakin pusing saja ada di kantor ini. 

Bersambung 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
OPANG SUPARDI
top banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status