Share

3. Dipaksa Menikah

"Lepaskan aku!" Teriak Shafira. 

"Diam kamu!" balas Nirmala. 

Shafira berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Nirmala dan Shafira. Apalah daya tangannya diikat kuat dengan tali. 

Shafira terus merintih dan menahan malu saat semua pandangan tertuju padanya. Dia seolah maling yang tertangkap basah. 

"Ibu, lepaskan!"

"Aku sudah memintanya dengan baik-baik, justru kamu terus melawanku, Shafira! Jadi, jangan salahkan Ibu kalau berbuat kasar seperti ini."

Shafira terus menangis. Nirmala dan Amira memasukkan tubuh Shafira secara terpaksa ke dalam mobil tua milik mereka. Mobil yang sudah lama tidak terpakai. 

Sepanjang jalan Shafira terus menangis dan memberontak. Hal itu membuat Nirmala semakin geram. 

"Berhenti memancing emosiku, Shafira! Ini semua Ibu lakukan demi menebus Bapakmu!"

"Lebih baik aku jadi pembantu daripada menjadi istri ketiga Tuan Abimana."

"Tapi, itu permintaannya!"

"Aku tidak mau, Bu ...."

Air mata Shafira terus mengalir. Kepalanya kini menunduk dalam. Bagaimana pun usaha dia untuk menolak, Nirmala selalu punya cara untuk mencapai tujuannya. 

Meskipun harus dengan kekerasan. 

Nirmala memegang kuat dagu Shafira.

"Kalau kamu tidak ingin dijual dan tetap dengan pendirianmu, Ibu akan jual rumah dan perhiasan peninggalan Ibu kandungmu! Mau?" ancam Nirmala. 

Shafira menangis sesegukan. Dia tidak ingin kehilangan harta peninggalan Ibu kandungnya. Itu adalah satu-satunya yang dia punya. 

"Mau kamu?" tanya Nirmala lagi. 

Nirmala menarik kepala yang dibalut kain berwarna peach, matanya menyorot sangat tajam. 

"Anggap saja kamu digadaikan. Setelah menikah dengan Tuan Abimana, tidak perlu menunggu waktu lama untuk lepas darinya. Laki-laki renta itu tinggal menghitung hari saja. Ini semua demi Bapakmu!"

Nirmala menyentak kasar cengkeraman tangannya. Shafira tidak bisa berbuat apa-apa selain menangisi takdir yang tidak berpihak padanya. 

Bayangan raut wajah Hermawan menari-nari di kepalanya. Raut wajah kesedihan mendiang Ibunya juga berhasil menorehkan luka yang cukup dalam. 

Mobil berhenti tepat di gerbang berukuran besar. Nirmala menarik kasar tangan Shafira. 

"Ayo, jalan!"

Ketiganya kemudian melangkah masuk ke dalam sebuah rumah megah bergaya Eropa klasik. 

Mereka kemudian dipersilahkan untuk duduk sembari menunggu kedatangan Tuan Abimana. 

Suara ketukan tongkat yang terbuat dari kayu jati mulai terdengar. Ketiganya menoleh ke arah sumber suara. Tampak laki-laki tua dengan rambut dan kumis berwarna putih tulang tengah berjalan ke arah mereka. 

"Tuan," sapa Nirmala. 

Tuan Abimana hanya melihat sekilas kemudian duduk di hadapan mereka.

"Bagaimana soal perjanjian kita kemarin?" tanya Tuan Abimana tanpa basa-basi. 

"Putri saya setuju, Tuan," jawab Nirmala dengan mata berbinar. 

Tuan Abimana mengalihkan pandangan pada kedua putri Nirmala. 

"Mana di antara mereka yang bernama Shafira?"

Tubuh Shafira gemetar hebat saat Tuan Abimana menanyakan tentang dirinya. 

"Ini, Tuan," jawab Nirmala sembari memegang pundak Shafira.

Kepala gadis itu tertunduk dalam. Dia tidak berani hanya untuk sekedar membalas tatapan dingin Tuan Abimana. 

"Baiklah, pernikahan dilangsungkan besok. Saya harap kamu tidak menggagalkan rencanaku ini."

"Tuan Abimana tenang saja. Semua akan berjalan sesuai yang Tuan mau. Putriku Shafira tentu saja akan menjadi istri yang baik nantinya. Iya, 'kan, Sayang?"

Shafira menggigit kuat bibir bawahnya. Keringat dingin mulai menghampiri. 

"T-tuan, bisakah saya bertemu dengan Bapak?" tanya Shafira yang mulai memberanikan diri. 

Tuan Abimana mengerti perasaan gadis yang ada di hadalannya. Seorang gadis manis berperilaku lemah lembut yang lebih pantas menjadi cucunya dibanding menjadi istrinya. 

Tuan Abimana memberi kode pada kedua penjaganya. Kedua lelaki itu kemudian beranjak dan tak lama dihadirkanlah Hermawan di hadapan mereka. 

Shafira berlari kemudian berlutut di hadapan ayahnya. Dia menangis tersedu di dalam pelukan ayahnya. 

"Bapak ...."

Hermawan sangat terluka mendengar tangis pilu putri kesayangannya. Keduanya meneteskan air mata duka. Air mata luka yang begitu dalam. 

Tadi pagi Hermawan diberitahu tentang syarat yang diajukan oleh Tuan Abimana setelah didesak olehnya. Hatinya hancur kala tahu bahwa putri kesayangannya yang menjadi korban atas kekejaman Nirmala. 

"Bapak ...."

"Maafkan, Bapak, Nak. Bapak telah jahat sama kamu."

Shafira menggeleng. Dia sangat tahu ini bukan kesalahan laki-laki yang dia sayangi selama ini. Semua murni rencana jahat Ibu Tirinya.

"Shafira lakukan ini semua demi menebus Bapak. Shafira tidak ingin Bapak tersiksa dan membusuk di penjara."

Hermawan membawa tubuh gadis cantiknya ke dalam dekapannya. Mereka kembali menangis bersama. Sikap keduanya mendapat simpati dari Tuan Abimana termasuk cucunya-Kenward. 

Namun, berbeda dengan Nirmala dan Amira. Mereka seolah muak melihat keduanya. 

Sepulangnya Shafira bersama Nirmala dan Amira, Hermawan tidak berhenti menangis di dalam ruangan tempat dia ditawan selama ini. 

Hati seorang ayah mana yang tidak hancur saat melihat air mata putrinya, apalagi air mata itu karena ulahnya? 

Di tempat berbeda Kenward mendatangi kakeknya. Beberapa pelayan mulai sibuk menghias rumah untuk acara pernikahan Tuan Abimana. Ada pula yang mengurus segala berkas yang diperlukan. 

Kabar pernikahan itu terdengar hingga ke telinga keluarganya yang sedang berada di Jakarta. Semua bersikap sama. Menolak tegas keputusan ayahnya. Namun, semua percuma, Tuan Abimana tidak mempedulikan semuanya. 

"Kek, aku ingin bicara sebentar."

Tuan Abimana yang menyadari kehadiran cucunya mempersilahkan Kenward duduk.

"Ada apa?"

"Apa ini tidak berlebihan?"

"Maksudmu?"

Kenward mengembuskan napas kasar. 

"Kakek, selama ini aku mengenal bahkan mengagumi kepribadian Tuan Abimana Guinandra yang terkenal bijaksana dan berjiwa besar. Sayangnya, akibat insiden itu, sosok kakek yang selama ini kukenal tidak ada. "

Tuan Abimana mengerutkan kening mendengar protes cucu pertamanya. 

Kenward adalah salah satu cucunya yang begitu dekat dengannya. Sejak dulu. Bahkan Kenward sangat mengidolakan Tuan Abimana. 

Dia juga cucu yang suka menentang keputusan kakeknya jika itu bisa membuat orang lain menderita. Dia begitu kritis dalam menyampaikan pendapatnya. 

"Lalu, apa yang harus kakek lakukan? Itu sudah sepantasnya."

"Dia masih sangat muda bahkan lebih muda dariku. Dia pasti punya mimpi dan cita-cita atau bahkan mungkin cinta. Ini tidak adil baginya, Kek, dengan menjadikannya korban atas kelakuan keluarganya. Kasihani dia."

"Kamu tidak akan pernah mengerti, Kenward."

"Aku berdiri di sini untuk melindungi gadis itu. Dia tidak bersalah. Dia hanyalah korban keserakahan Ibu tirinya."

Alis Tuan Abimana mengernyit. "Tahu dari mana kamu?"

"Aku sudah mencari tahu tentang dia. Makanya aku berdiri di hadapan Kakek sebagai pembelanya. Bebaskan dia. Gadis itu berhak bahagia dan mendapatkan cinta yang benar-benar dia impikan selama ini."

Tuan Abimana terdiam sejenak. Dia memikirkan dan mempertimbangkan apa yang disampaikan oleh cucunya itu. 

Kembali dia menatap dalam mata Kenward. 

"Kamu yakin berdiri di sini dan menentang keputusanku karena alasan kemanuasiaan?" 

Kenward mengangguk. Memang benar adanya. Dia memberanikan diri menjadi pembela gadis itu karena rasa kasihan. 

"Kalau begitu bersiaplah untuk besok menjadi pengantin gadis itu!"

Kedua mata Kenward melebar sempurna saat mendengar keputusan kakeknya.

"Apa?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status