"Kalau begitu bersiaplah untuk besok menjadi pengantin gadis itu!"
Kedua mata Kenward melebar sempurna saat mendengar keputusan kakeknya.
"Apa?!"
"Ini adalah keputusan yang adil untuk dia. Gadis yang kamu bela di hadapanku."
Kenward mendengus kesal dengan keputusan gila kakeknya.
Bagaimana mungkin dia akan menikahi gadis desa yang dia tidak cintai sama sekali?
"Kek, aku yakin Kakek yang paling tahu isi hatiku. Kepada siapa hati ini berlabuh."
"Ya, Kakek tahu. Clara-mendiang istrimu- yang sangat kamu cintai."
"Lalu, kenapa harus menghadirkan sosok yang lain?"
"Kakek tahu yang terbaik untukmu, Nak. Percayalah!"
Kenward menggeleng tegas. Dia bahkan belum siap menggantikan sosok Clara.
Tuan Abimana merasa keputusannya sudah tepat. Dia yakin Shafira bisa menjadi pengganti Clara dan bisa menghapus kesedihan cucu kesayangannya.
"Kakek tidak menerima penolakan!"
Tuan Abimana meninggalkan Kenward yang terlihat sangat kacau. Dia merasa seolah terjebak.
Sebisa mungkin Kenward mencoba menolak, namun siapa yang bisa menolak keputusan Tuan Abimana lagi.
*
"Terima saja keputusan kakekmu. Papa tahu, itu pasti yang terbaik.""Tapi, Pa, aku tidak ingin menyakiti wanita itu. Kami akan menjalani sebuah perjalanan panjang bersama. Bagaimana mungkin sedangkan aku masih mencintai wanita lain?"
"Kakekmu tidak sembarang mengambil keputusan. Papa yakin ada hal baik yang sedang direncanakan. Terimalah gadis itu." Ken menunduk dalam. Pikirannya sangat kacau.
Saat mendengar kabar bahwa Kenward menjadi pengantin pengganti, keluarga Agatha bisa bernapas lega. Mereka tidak ingin orang lain yang mengambil alih kekayaan Tuan Abimana.
Berbeda dengan Alice Agatha -sepupu Kenward dan juga adik kandung Giovani-, dia tidak menerima keputusan kakeknya karena selama ini dia terobsesi untuk menjadi Nyonya Kenward Albern Guinandra.
"Paman Agatha dan yang lain tidak ingin hadir?" tanya Kenward saat menyadari hanya Tuan Albern yang ada di depannya.
"Mereka sibuk dan kamu pasti tahu alasan mereka."
"Gio juga?"
"Ah, Gio mengurus bisnis keluarga kita. Jadi, dia berhalangan untuk hadir."
Kenward meremas rambutnya dengan kasar. Keputusan Tuan Abimana di luar dugaan. Niatnya untuk membebaskan gadis yang tidak bersalah itu justru membuatnya terjebak sendiri oleh usahanya.
Pandangannya beralih pada layar ponsel yang menampakkan wajah cantik Clara. Matanya mulai berkaca.
"Maafkan, aku, Sayang. Ini di luar kuasaku."
"Aku berjanji, tidak akan pernah mencintai gadis itu. Bagiku, tidak ada cinta sesempurna cintamu. Tidak akan ada yang bisa menggantikan kamu termasuk gadis itu."
Tuan Albern yang mendengar sumpah putranya segera mendekat. Baginya ini tidak bisa dibiarkan.
Tuan Albern menepuk pundak putra semata wayangnya.
"Ken, anakku, kelak jika gadis itu resmi menjadi istrimu, jangan membuatnya terluka."
"Pa, tapi kali ini Kakek egois. Dia bertindak seenaknya tanpa mau tahu soal perasaanku. Kakek bahkan sama sekali tidak meminta pendapatku lebih dulu. Ini tidak adil, Pa."
"Ken, Papa yakin, keputusan Kakekmu tidak akan pernah salah."
"Papa dan Kakek sama saja. Andaikan Mama ada, semua pasti tidak akan pernah terjadi."
Ken kemudian beranjak lalu meninggalkan Tuan Albern sendiri.
*
"Sebentar lagi, Amira, kita akan menjadi kaya raya. Gadis bodoh itu akhirnya bisa berguna juga," bisik Nirmala."Impian kita akhirnya terwujud juga, Bu. Utang piutang yang sudah menggunung akhirnya lunas tak bersisa. Kini, kita akan terus menikmati kekayaan Tuan Abimana."
Mereka berdua tertawa cekikan. Saat ini dua keluarga berkumpul di ruang tengah milik Tuan Abimana.
Hari ini adalah hari di mana Shafira akan berganti status menjadi seorang istri. Air mata terus meleleh membayangkan akan menjadi wanita ke tiga Tuan Abimana.
Tuan Abimana keluar bersama Tuan Albern dan beberapa teman bisnisnya. Sinar bahagia ditampakkan oleh Nirmala dan Amira. Sangat berbanding jauh dengan Hermawan, terlebih Shafira. Hermawan tidak berhenti menyalahkan dirinya atas kejadian ini.
"Bisa kita mulai?" tanya Bapak penghulu.
Shafira semakin terisak dan menggigit kuat bibir bawahnya. Ingin rasanya dia menghilang dari tempat ini.
Wajahnya tertunduk dalam. Jarinya sibuk memilin ujung kebaya putih yang dipakainya.
"Tunggu sebentar. Cucuku belum hadir di sini."
Kenward melangkah masuk dioringi oleh tatapan takjub oleh semua yang melihatnya. Parasnya yang begitu rupawan dan tampak berkharisma.
"Kalau Shafira sudah resmi jadi istri Si Tua bangka itu, Amira ingin merebut hati cucunya, Bu," bisik Amira.
"Tentu saja, Sayang. Ibu sangat mendukung. Semua akan mudah ketika Shafira sudah menjadi bagian utama di keluarga mereka."
Senyum licik terukir di wajah keduanya.
"Sudah bisa dimulai, Tuan?" tanya Bapak penghulu kembali.
"Silakan! Pengantin prianya sudah ada di tengah kita."
Semua yang hadir menatap Tuan Abimana tak percaya. Termasuk Shafira dan keluarganya.
Mereka menyangka Tuan Abimana adalah pengantinnya, rupaya sosok yang jauh lebih muda dan berkharisma itulah pengantin prianya.
"B-bu! Amira tidak mimpi kan?"
"Cubit Ibu, Mir!"
Nirmala memekik kala Amira memberikan cubitan yang hampir saja membuat kulitnya tercabut.
Shafira masih tidak percaya bukan Tuan Abimana akan tetapi cucunya lah yang menjadi calon suaminya.
"T-tuan, apa ini tidak salah?" tanya Hermawan.
"Tidak. Ini adalah keputusan yang tepat. Cucuku lebih pantas menggantikan posisi ini dan Shafira adalah gadis yang kucari selama ini untuk menjadi pendamping Kenward."
"Biar aku saja yang memggantikan Shafira, Bu! Tuan Muda itu lebih pantas buatku."
"Jangan macam-macam, Amira, atau kita akan ditendang dari tempat ini," desis Nirmala.
"Tapi, Bu—"
"Tidak peduli siapa suami Shafira, yang jelas kita akan hidup enak nantinya."
Amira bersungut. Dia tidak menerima apa yang terjadi.
Nirmala hanya memikirkan soal harta, jauh berbeda dengan Amira yang mulai dikuasi keserakahan.
Hermawan kemudian memberikan hak walinya kepada bapak penghulu untuk membacakan ijab qobul.
"Kenward Albern Guinandra Bin Albern Abimana Guinandra, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan seorang wanita yang telah diwalikan kepada saya, Shafira Aqila Binti Hermawan dengan maskawin seperangkat alat sholat, perhiasan emas satu stel seberat 500 gram dan sebuah perkebunan apel dibayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Shafira Aqila Binti Hermawan dengan maskawin tersebut, tunai."
"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sah."
Luruh air mata Shafira atas kejutan yang diberikan oleh Tuan Abimana. Berbeda dengan Nirmala dan Amira yang sangat bahagia mendengar maskawin dan seserahan yang dibawakan oleh keluarga Tuan Abimana.
Bagi Shafira, cukup membebaskan ayahnya, itu sudah lebih dari cukup. Hermawan adalah harta yang paling berharga baginya.
Kenward menyerahkan tangannya yang kemudian diraih oleh Shafira. Keduanya bergetar hebat saat kulit mereka tersentuh. Tidak ingin munafik, jantung Kenward berdetak cepat kala melihat secara dekat dan jelas.
*
"Shafira, ada hal yang ingin aku sampaikan dan wajib kamu ingat dan lakukan!"Shafira yang baru saja membersihkan diri setelah seharian berada di pesta pernikahannya yang sederhana terdiam sejenak.
Tatapan Kenward tajam bagaikan elang yang siap memangsa.
"Sampai kapanpun bagiku ini adalah pernikahan yang tidak dilandasi cinta. Sudah ada wanita yang sejak dulu mengisi hati ini dan akan terus bersemayam di sana. Jadi, jangan pernah bermimpi akan ada sisa tempat walau hanya sedikit untukmu."
"Pernikahan ini hanya untuk menjalankan perintah Kakek demi membebaskan Ayahmu. Hubungan kita hanya sebatas status dan tidak akan pernah terjadi sesuatu layaknya pasangan suami istri. Ingat posisimu, Shafira, kamu hanya penebus dosa keluargamu. Entah kenapa Kakek justru mengambilmu."
Air mata Shafira lolos begitu saja. Dia tidak menyangka, sosok yang baru saja resmi menjadi suaminya tega berkata seperti itu. Kalimat yang begitu menyayat hati.
"Kuperingatkan, aku tidak akan pernah menyentuhmu dan tetap menganggapmu orang lain!"
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi