Share

ISTRIKU JARANG KE LUAR KAMAR SAAT KELUARGAKU DATANG
ISTRIKU JARANG KE LUAR KAMAR SAAT KELUARGAKU DATANG
Author: Cahaya Senja

TAMPARAN!

ISTRIKU JARANG KE LUAR KAMAR SAAT KELUARGAKU DATANG!

*

"Mana istrimu, Ndi?" tanya Ibu dengan nada ketus. Hari ini Ibu dan kakakku berkunjung ke rumah. Mereka bilang akan lama di sini. Aku sebagai seorang anak tentu saja sangat senang dengan kehadiran ibu di sini.

Lagipula, Alya pasti juga tidak akan merasa kesepian lagi jika Ibu sudah berada di sini. Ya, mereka bisa menjadi teman, bukan?

Aku melirik ke sekitar, tak kutemukan keberadaan Alya.

"Mungkin sedang tak enak badan, Bu." Aku memberi penjelasan padanya. Karena tak enak dengan raut wajah Ibu yang langsung berubah saat tahu istriku tak berada di sini. Menyambut kedatangannya.

"Halah! Istrimu itu kebiasaan banget sih, Ndi. Udah tau kami mau datang ke rumahmu, bukannya bantuin bawain barang, dia malah menghilang!" omel Mbak Sarah penuh penekanan. Kepalaku berdenyut merasakan sakit, baru juga sampai mereka langsung marah-marah padaku.

"Iya, Mbak. Nanti Andi bakalan coba negur dia," jawabku pelan, tak ingin memperpanjang masalah. Karena aku tau Mbak Sarah ini tipikal yang seperti apa, dia tak suka bila ada yang melawannya. Apalagi sampai menentang apa yang dia katakan.

Alya ini memang kebiasaan, sejak dua tahun kemaren. Sikapnya mulai berubah, entah kenapa setiap keluargaku datang. Dia pasti selalu bersembunyi di kamar. Mungkin kamar begitu nyaman hingga sampai-sampai ia tak bisa meninggalkannya.

Aneh saja, dia seperti tidak menghargai aku sebagai seorang suami di sini. Bisa-bisanya saat keluargaku berkunjung, dia sama sekali tak ingin menampakkan wajahnya di hadapan kami.

Bukannya aku tak tau, tapi setiap ditanya. Alya hanya diam, seperti orang bisu saja. Istriku itu semakin didiamkan semakin ngelunjak kelakuannya.

Sudah seperti bukan wanita yang pertama kali aku pinang.

"Panggilin sana, Ndi. Mbak nggak suka ya, Alya itu di sini statusnya sebagai menantu. Jangan kebiasaan dimanja, nanti lama-lama dia makin ngelunjak kalo dibiarin!" bentak Mbak Sarah padaku. Aku menatap Mbak Sarah, membenarkan ucapannya. Langsung saja, aku beranjak dari dudukku.

"Iya, Mbak," jawabku ala kadarnya dan bergegas pergi menghampiri Alya yang berada dalam kamar kami.

*

"Cobalah ke luar, Dek. Jangan bersembunyi terus, aku tak enak dengan Ibu dan juga Mbak Sarah," ucapku sambil memegang tangannya. Membujuknya agar sekali ini saja mau menuruti kehendakku.

"Adek kan udah bilang, Mas. Adek sibuk, harus ngelipat pakaian yang menumpuk di sana. Sudahlah, Mas saja yang temani Ibu dan Mbak Sarah," jawab Alya lembut. Senyuman manisnya tak mampu meluluhkan risau di hati.

"Dek, kalo ada masalah selesaikan baik-baik. Ibu sama Mbak Sarah juga sebentar saja, paling lama tiga hari di sini. Perlakukanlah mereka dengan baik, bagaimana pun mereka adalah keluargaku," ucapku pada Alya yang mulai berubah nada bicaranya. Sengaja aku bilang mereka tiga hari menginap, lagipula jika aku bilang lama aku takut Alya akan marah dan mengusir Ibu dan Mbak Sarah.

Aku tak ingin itu terjadi, nanti yang ada mereka bertengkar hebat dan aku sendiri yang akan dibuat pusing oleh mereka.

"Baiklah, Mas," ucapnya setelah sekian lama aku membujuk. Senyum senang terbit di wajahku, akhirnya Alya mau mengalahkan egonya untuk tidak terus-menerus bersembunyi di dalam kamar.

*

"Ke luar juga kamu dari kamar, Al. Mengeram kamu di dalam kamar," ucap Mbak Sarah terdengar sinis. Baru juga Alya ke luar kamar, Mbak Sarah langsung menyemprotnya dengan perkataan yang menurutku sedikit menyakitkan.

"Alya sedang melipat pakaian, Mbak," ucapku membelanya. Aku juga tak ingin istriku terlihat rendah di mata keluarga.

"Diam kamu itu, Ndi. Ini nih, karena keseringan dibela makanya dia jadi semena-mena sama keluarga kita?! Kamu ngerasa nggak, sudah lama dia seperti ini terus. Setiap Ibu dan aku datang, dia sama sekali tak pernah menampilkan wujudnya di depan kami!" omel Mbak Sarah panjang lebar. Aku menghela napas dengan berat, kalo sudah begini. Diam adalah jalan terbaik untukku.

"Kenapa kamu, Al! Nggak suka kami datang kemari?!" tanya Mbak Sarah dengan penuh emosi.

"Enggak, Mbak. Alya emang banyak kerjaan di kamar," ucap Alya. Wajahnya memerah, mungkin sedang menahan malu, tangis atau bahkan marah. Aku hanya melihat tangan Alya mengepal erat, itu saja.

"Halah! Alasan! Ingat ya, Al. Andi ini saudaraku, kamu jangan sampai menghasut dia yang aneh-aneh. Tuh lihat gara-gara sikapmu yang keterlaluan itu, nggak punya anak kan sampai sekarang!" ujar Mbak Sarah dengan sinis.

"Mbak! Jangan pernah berbicara seperti itu!" bentak Alya.

"Alya!"

Plak!

Tamparan kuberikan padanya. Tanpa sadar aku menamparnya saat dia membentak kakakku di depan mataku.

Baru kali ini aku mendengarnya membentak Mbak Sarah dengan suara yang lantang. Itu sama sekali bukan istri yang aku kenal. Aku tak suka Alya yang pembangkang.

"M-mas, kamu menamparku?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Iya! Keluargaku datang kemari bukan untuk kamu caci maki! Kamu jangan semena-mena terhadap keluargaku!" bentakku padanya. Habis sudah kesabaranku menghadapinya. Dia benar-benar berubah seratus derajat tak lagi sama seperti dahulu.

"Oh, begitu. Baiklah, bagaimana jika kita berpisah saja?"

Deg!

Ucapan Alya membuatku diam tak berkutik, Terdengar simpel, tapi seperti ada belati yang menusuk tembus dadaku ....

-

-

Jangan lupa subscribe ya ❤️❤️❤️

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
bagus Alya ,rmh tangga ky gini ga akan sehat di recokin terus sm mertua dan ipar ,mending klw untuk kebaikan ,ini maki2 orang ,ngata2in orang .
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status