Kelam menghubungi Melati lewat asistennya, wanita itu sedang berada di Belgia namun kini sedang dalam perjalanan kembali ke Indonesia menggunakan jet pribadinya. Kelam tidak menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk menghancurkan Gandaria. Dia sudah terlalu lama menahan perasaan untuk menghancurkan lelaki itu karena Sarala selalu menahannya. Wanita yang dicintainya itu selalu berkata kalau dia dan Gandaria sudah menjadi masa lalu, dan dia tidak ingin sekalipun berhubungan lagi dengan pria itu. Dia ingin benar-benar menghapus memorinya dengan pria itu. Meskipun kenyataannya memorinya dengan Kelam yang menghilang tanpa sisa. Sejak malam Kelam terus menerus menyusun banyak rencana. Sejauh ini, dia tahu kalau Gandaria sama sekali tidak tahu kalau keluarga Melati adalah keluarga yang memiliki pengaruh cukup besar dalam perekonomian Indonesia, kemarin dia berbicara dengan Melati di telepon. “Aku gak bilang ke Gandaria seberapa besar kekayaan keluargaku, dan bagaimana keluarga Caraka. Aku p
Sarala membuka matanya perlahan, sekitarnya terasa hening, dia menatap langit-langit. Jaraknya begitu jauh dari tempatnya tertidur, dia bukan sedang di kamar Gandaria maupun Kelam. Aroma ruangan ini begitu khas, dia menoleh dan mendapati infus terpasang di tangan kanannya. Rumah sakit. Setelah dia mendengar semua penjelasan asisten rumah tangga Gandaria dia menangis, tidak mampu menahan semua informasi yang dia terima beberapa hari terakhir. Orang yang seharusnya menyelamatkannya, memberikan dia tempat aman, nyaman, memberikan dia perlindungan juga orang yang menjelaskan apa yang terjadi padanya secara jujur ternyata, penipu. Dia menangis sampai isi kepalanya kosong, pandangannya gelap dan dia tidak tahu menahu apa yang terjadi. Dia meringis. Tidak ada orang di dalam ruangan, dia hanya sendirian bersama bayinya. Mengelus bayinya, Sarala merasa sangat bersalah. Lonjakan emosi yang tidak ada ujungnya, naik dan turun ini membuat bayinya juga ikut merasak
Soga berlari kecil memasuki lorong kamar rumah sakit. Sarala dipindahkan ke ruang VVIP oleh Kelam karena dia ingin privasi keluarganya terjaga, dia sudah mendengar kalau media satu persatu mendatangi rumah sakit ini. Mereka masih menyangka kalau Sarala mengalami kontraksi dini karena pengaruh dari terapinya.Kaki kecil mungil itu berlari dengan riang menghampiri ruangan kamar, dia begitu senang seperti rasanya ingin berjingkrak-jingkrak. Dengan cepat Soga membuka pintu kamar, “Bunda!!!” Pekiknya kencang, tersenyum lebar sambil berlari.“Aduh abang jangan lari-larian!” Kelam berusaha menghentikan si kecil Soga yang kini sudah merangsek dalam pelukan Sarala yang tengah duduk di kursi roda.“Bunda! Benar bunda minta ketemu abang?” Tanyanya, dia menatap Sarala dengan mata penuh binar.Sarala masih terasa canggung dipanggil ‘bunda’ oleh bocah itu, “Iya..” Jawabnya pelan, malu. Dia mengelus puncak kepala Soga yang sekarang tersenyum-senyum senang mendengar jawaban bundanya.“Papa! Bunda sud
Kelam bertemu dengan dokter yang menangani Sarala, sudah hampir empat hari istrinya berada di Rumah Sakit. Media sudah memberitakan hal itu kemana-kemana, media sosial penuh membicarakan hal itu karena tagline berita tersebut adalah Sarala mengalami komplikasi karena menjalani terapi.“Pak, kami akan konfirmasi pada media kalau bu Ala hanya kecapekan bukan karena komplikasi menjalani terapi.” Kata asistennya.“Ya, tolong diurus saja ya, saya juga bingung kenapa jadi terlalu jauh ini beritanya.” Kelam mengiyakan ucapan asistennya.Terkadang media suka sangat melebih-lebihkan yang tidak seharusnya. Dia dan Sarala bertemu dokter yang menangani wanita itu, dokter menjelaskan kalau ketika pingsan Sarala mengalami beberapa kali kontraksi dan diwajibkan untuk hanya diam diatas tempat tidur sampai usia kandungan dirasa cukup.“Dua bulan lagi bu Sarala diperkirakan akan melahirkan, jadi saya pikir sebaiknya tinggal di Rumah Sakit lebih baik.”Kelam menoleh kearah Sarala, ingin tahu pendapatnya
Sarala dilarikan ke Rumah Sakit, setelah apa yang terjadi di pendopo dia kemudian berteriak-teriak kesakitan. Semua asisten rumah tangga merangsek pergi ke pendopo dan mendapati Kelam begitu panik.“Sudah pembukaan tiga, ditunggu ya.” Kata perawat yang mengecek masuk ke dalam kamar, Sarala sudah menjerit-jerit kesakitan.“Gak kuat! Mules banget! Gak kuat!” Keluhnya, napasnya memburu, keringatnya bercucuran padahal AC di ruangan begitu dingin.“Sabar dulu La, sabar ya,” Kelam berusaha menenangkan tapi dia juga jadi panik.Sarala meraung, menangis, untungnya tidak lama kemudian pembukaannya sudah lengkap. Dokter kandungan yang menanganinya masuk dan kemudian membantunya dalam proses persalinan, Kelam seperti biasa berada di ruangan itu juga sama seperti ketika Sarala melahirkan Soga.Sarala mengejan, membuang napas, mengejan lagi.“Sudah hampir keluar bu, sudah kelihatan ya kepalanya!” Kata dokter itu lagi, dia mengintruksikan Sarala untuk mengejan satu kali lagi.Dan suara melengking b
Kejadiannya begitu sangat cepat, suara menggelegar itu mampu membuat semua mata beralih pandang. Mobil yang menghantam tiang lampu lalu lintas dengan keras, jeritan para pejalan kaki terdengar nyaring.Berbondong-bondong orang mendekat untuk menyelamatkan.“Ada anak kecil di dalam!” Pekikan itu terdengar dari salah satu warga yang mengerumuni mobil tersebut. Mereka semua berusaha memecahkan kaca, berusaha menarik anak kecil yang duduk di kursi belakang. Salah seorang lainnya menelepon ambulan dan pemadam kebakaran, berharap keduanya segera datang untuk menyelamatkan orang-orang yang berada di dalam mobil.Seorang pria paruh baya yang menyetir dan seorang wanita di kursi belakang yang terlihat terjepit.Seperti kilat para petugas medis datang, kini sirine polisi, ambulan dan pemadam kebakaran saling bersahutan di lokasi tersebut. Wanita malang itu sudah berhasil dikeluarkan dari mobil bersama dengan bocah berusia 4 tahun, beruntung, bocah itu tidak mengalami luka serius hanya beberapa
“Bu Nilakandi mengalami cedera kepala yang berat sehingga masuk ke dalam fase koma, kami akan melakukan MRI untuk mengecek kondisinya.” Kata dokter, berusaha menjelaskan pada Kelam bagaimana kondisi istrinya sekarang. Nafasnya tercekat, pandangannya sudah begitu kabur karena mendengar hal yang tidak ingin dia dengar.“B…..berapa lama dok?” Tanya Kelam, berusaha mengumpulkan semua indera sadarnya.“Kami sendiri tidak bisa memastikan, ini semua tergantung keadaan bu Nilakandi.” Dokter menjelaskan sekali lagi, “Dan pak Kelam, mohon maaf, apakah bapak tahu kalau bu Nilakandi sedang mengandung?”Kelam menatap dokter itu dengan mata melotot, dia memgerenyit.“Mengandung?”“Ya, bu Nilakandi tengah hamil, usia kehamilannya memasuki 12 minggu.”Kelam masuk ke dalam kamar rawat, kini kedua orang yang dia sayangi terbaring berdampingan. Soga, anak sulungnya belum juga bangun dari tidurnya. Dokter anak tidak menyatakan dia koma, kemungkinan tubuhnya memang sedang beradaptasi dengan apa yang terja
Ini sudah hari ketiga setelah Sarala membuka matanya, dia dipindahkan ke ruang ICU dengan segera. Beberapa dokter spesialis sering mengunjungi ruang ICU untuk mengecek keadaan wanita itu, dari luar ruang ICU setiap pulang dari bekerja Kelam akan datang dan memandang istrinya dari balik kaca.“Bu Nilakandi sudah bisa membuka mata dan bernapas sendiri, sudah tidak membutuhkan lagi alat bantu. Kaki dan tangannya sedikit demi sedikit sudah bisa digerakkan, namun suaranya masih belum jelas terdengar.” Kata salah satu suster menjelaskan, penjelasan itu berubah-ubah setiap harinya mengikuti perkembangan Sarala, dan untungnya setiap hari ada hal-hal baik yang terjadi pada diri Sarala.Kelam ingin segera menemui istrinya, dia tahu benar Sarala juga merindukannya.Dia bisa melihat istrinya belajar memberikan isyarat untuk hal-hal kecil seperti meminta minum atau lap, suara Sarala belum sepenuhnya keluar dan terkadang dia terlihat kebingungan. Benturan keras di kepalanya benar-benar seperti memb