ARMILA
Akhirnya aku menyerah dengan keputusan mas Andra menikah lagi. Hal itu bukan karena ikhlas, tapi sudah tak tahan dengan omongannya yang tiap saat tak berhenti. Ia bilang tak ingin terjebak zina dengan mantan pacarnya sewaktu di kampus, ingin menjaga diri dari godaan setan. Entah, apakah itu benar atau tidak?Rupanya mas Andra diam-diam bermain api dengan Resti, mantan pacarnya di kampus dulu. Mereka sudah menjalin hubungan asmara sekitar enam bulan. Dan, aku tak pernah curiga sama sekali pada kisah-kasih terlarang itu. Terlalu percaya atau bodoh, sih aku?"Aku akan berlaku Adil, Mah. Aku janji!" Itulah ucapan mas Andra yang terus ia gaungkan di rentang waktu menuju pernikahannya. Dibumbui ribuan janji tentuAku tak bersedia memberi tanggapan. Jangankan untuk percaya akan ada keadilan, ikhlas saja belum hadir pada diri ini. Aku diam itu tersebab kelemahan, bukan kerelaan.Kalau bukan karena anak masih bayi dan menjaga perasaan orang tua, aku sudah ingin mundur sebenarnya. Lebih baik jadi janda daripada harus menanggung sakit hati sepanjang hari. Namun, aku juga tak bisa egois menjadikan Affan kehilangan sosok ayah di usia dini. Juga mencoreng arang di wajah bapak.Biarlah aku yang berkorban, asal Affan tetap lengkap dalam asuhan mama dan papanya juga orang tua tetap bahagia. Luka yang digoreskan mas Andra, akan kutanggung sendiri. Dia hanya boleh tahu mama dan papanya baik-baik saja.*Saat hari pernikahan itu, aku diminta untuk hadir. Katanya sebagai bukti pada khalayak bahwa istri pertama sudah ikhlas. Namun, aku menolak dengan argumen logis bahwa itu urusannya bukan urusanku. Jangan pernah merejamkan belati pada hati yang jelas-jelas tengah mengalirkan darah.Sekaligus aku juga bilang jangan pencitraan seolah semua baik-baik saja, padahal aslinya tidak. Dan, tak perlulah ingin dinilai mampu poligami dengan berlindung di balik nama keikhlasan istri pertama. Dia diam mendengar jawaban itu. Lalu, berhenti merayu agar istrinya ini datang.Tepat di hari pernikahannya, aku memilih pergi ke rumah orang tua.Itu kulakukan bukan untuk mengadukan kepedihan. Namun, hanya ingin memenangkan diri. Setidaknya ada teman ngobrol untuk memalingkan diri dari sakit yang menghunjam hati. Mas Andra pun mengizinkan, asal nanti mau pulang saat ia menjemput.*Aku menatap gulungan awan di petang jelang senja. Semakin kutembus gumpalan kabut itu, semakin larut jiwa ini di dalamnya.Aku seperti arakan awan yang terombang-ambing oleh embusan angin. Pecah, terserak.Itulah hatiku kini, laksana awan yang tercecer di langit sana.Dalam keremangan, aku sendiri, tanpa seseorang yang terbiasa ada di sampingku. Merangkul dan mendekap erat tubuh ini. Ia dulu selalu berusaha menghalau embusan angin menggigilkan raga.Itu dulu. Sekarang, lelakiku pastilah sudah melupakan kebahagiaan yang pernah kami renda. Di hati dan jiwanya hanya ada satu perkara, yaitu mereguk indahnya malam pertama bersama Resti.Dadaku bergemuruh seiring ingatan yang terus terisi adu syahwat pasangan baru itu. Air mata yang telah berjatuhan kubiarkan mengalir di pipi, lalu meluncur dan jatuh di antara tangan ini.Sesakit ini menyadari namaku sudah tak lagi bertahta di hati mas Andra. Mungkin telah tergeser sempurna oleh wanita pujaannya. Wanita yang mampu membuatnya memaksaku menyerah, kalah!'Aku takkan menuntut cerai, tapi tak bisa juga melapangkan hati menerima kisah segitiga ini. Aku telah memutuskan belajar membekukan hati agar tak terus disulut kobaran api cemburu.Mulai kini, rasa padanya akan pelan-pelan kumatikan. Bilapun tetap bersama, ia takkan menemukan diriku yang dulu. Semua akan berubah seperti ia mengubah cintanya yang menggebu.Aku melayani semua keperluan mas Andra, tapi dalam kebisuan. Sapaannya, rayuannya kuanggap bisikan angin malam yang tak perlu ada tanggapan.Kututup telinga, juga bibir ini darinya. Biar, biar ia paham sesakit apa hatiku kini.Silakan kau nikmati keindahan bersama Resti sesukamu.Tapi, kau akan kehilangan hati, cinta dan rasaku untuk selamanya.Jikapun dengan sikap ini aku dibuang, tak masalah. Justru itu yang kuinginkan. Agar tak ada pandangan jelek dari orang tua kita padaku.Tentang Affan, sudah kukaji ulang, ia akan kuberikan cinta luar biasa meski tak bersama dirimu.*Satu bulan aku bungkam, satu bulan itu juga mas Andra kelabakan.Ia pasti stress, istri yang senantiasa menyambut dengan senyum dan kerling manja tak ada lagi. Sentuhan hangat dan pelukan tiba-tiba pun sirna. Yang ada hanya sosok manusia tanpa rasa."Marahlah padaku, pukullah aku, tampar aku, tapi tolong bicaralah, bicaralah Armila! Kumohon katakan sesuatu padaku. Hinaan, makian pun boleh, lakukan sepuasmu. Please Armila, Please!"Mas Andra menjatuhkan dirinya di kaki ini. Ia memeluknya. Tangisan itu seyogyanya dapat mencairkan hati, tapi tidak bagiku. Sebab aku telah membeku.Inilah caraku membalas sakit hatiku, Mas! Nikmatilah drama ini hingga kau tak tahan lagi. Jadi, jikapun ada perpisahan itu bukan dari sisiku, tapi dari sisimu.RESTIAkhirnya aku bisa memiliki mas Andra. Perjuangan panjang meraih hatinya tak sia-sia. Meski jadi yang kedua tak masalah. Toh, ini sementara. Aku yakin tak lama lagi akan jadi satu-satunya.Dari dulu, aku selalu ingin jadi nomor satu. Baik di rumah, di sekolah juga kantor. Maka dari itu dalam urusan cinta, Resti tak boleh ada di bawah Armila.Lihat saja, aku akan mendepak Armila dari jabatannya sebagai ratu di istana mas Andra. Pastinya tak lama lagi. Hanya perlu bersabar menunggu sedikit waktu. Harapanku akan segera terwujud nyata. Laki-laki mana yang bisa dipercaya. Ketika terpanah hatinya pada seorang wanita, rayuannya sampai berbuih-buih. Sesudah bosan, wanita itu dilupakan.Aku pun melihat itu pada mas Andra. Selama seminggu menikmati madu pengantin baru, ia seperti lupa daratan, lautan dan udara. Nama Armila yang dulu dipuja seakan terhapus oleh pesona yang kutawarkan.Kurang cantik bagaimana Armila? Bintang kampus, inceran banyak lelaki. Tapi, hari ini terbukti 'kan cantik
ANDRA"Mah, Affan nangis terus, mungkin ingin mimi!"Aku menghampiri Armila yang sedang sibuk di dapur untuk memberikan bayi kami. Aku menyerah dengan tangisan Affan yang tak henti meski sudah berupaya diredakan.Armila mengambil Affan setelah lebih dulu mematikan kompor. Tanpa bicara sepatah kata pun perempuan itu berlalu dari hadapanku.Kuhela napas ini dalam-dalam untuk meredakan kesesakan yang kembali menjelma. Seminggu sudah ibu anakku itu menganggap suaminya tak ada. Ia seperti patung yang tak punya kemampuan bicara.Esok, aku harus kembali menemui Resti. Rasanya berat untuk meninggalkan rumah di saat urusan belum kelar. Kalau begitu, aku harus menyelesaikannya hari ini.Armila harus ditundukkan hatinya. Aku bisa tak tenang kalau dia tetap dalam kemarahan. Aku khawatir wanita itu depresi bahkan menyakiti diri sendiri.Aku pergi sebentar untuk beli banyak makanan dan barang barang kesukaan Armila. Meski tak ada momen ulang tahun atau perayaan apapun aku tetap akan membuat acara r
ARMILAAku memandangi cermin yang tengah menampilkan satu sosok wanita cantik, muda dan tubuhnya masih padat berisi Sayangnya fisik yang sempurna tidak mampu menjadikan sang suami tetap setia.Seluruh syarat jadi istri yang baik telah kupenuhi. Pekerjaan rumah tangga, pengasuhan anak dan pelayanan kebutuhan biologis kulakukan sempurna. Tentang pergaulan pun aku selalu berusaha menyenangkannya.Bersikap romantis, lembut dan manja senantiasa mengiringi rumah tangga kami. Hadiah kejutan kadang kuberikan untuk menciptakan dinamika kehidupan kami.Aku merasa itu sempurna, nyatanya tidak. Semuanya tak pernah mampu menundukkan pandangan mas Andra pada pesona kerlingan wanita lain. Ia tergoda, terpedaya oleh bunga yang bersedia menggoyangkan putiknya.Meski aku tengah berupaya membekukan hati, tetap saja nyeri jika mengingat sketsa hidup kali ini. Betapa kebahagian yang sedang ada di puncaknya, seakan dileburkan dengan satu hantaman.Aku pernah berharap akan menua bersama. Menyelaraskan langk
RESTI"Mas, bangun, Mas!"Aku mengguncang-guncangkan tubuh mas Andra yang baru saja tidur memunggungi. Aku tak mau terus dicuekin begini. Pokoknya malam ini harus terjadi itu. Bingung banget, salahku di mana coba? Tiap hari aku dandan habis-habisan buat nyenengin dia. Bergaya manja dan centil supaya suami tetap bergairah. Intinya mau mengikatnya sangat kuat."Aku cape, Res. Nanti saja mainnya!"Mendengar itu emosiku naik lagi. Enak bener ngomong gitu. Aku sudah seminggu sabar nunggu, pas ada di rumah malah diabaikan."Mas ini kenapa, sih? Kok jadi cuek gini? Aku udah sabar, loh nungguin kamu seminggu!"Mas Andra bergeming. Ia tetap saja pada posisinya, yaitu membelakangi. Aku makin sebal sebab ocehan ini tak direspon.Kupaksa tubuh mas Andra berbalik. Berat banget emang, tapi harus bisa. Lumayanlah dia jadi mau membalikkan badan. "Oh, apa karena mas udah kenyang di rumah Armila, terus lupain aku gitu?" serangku sesaat setelah mata kami saling tatap."Aku 'kan kerja, Res, bukan ke ru
ANDRASekarang bukan hanya Armila yang membuatku pusing tujuh keliling, Resti pun mulai berulah. Dia tak pernah membiarkanku duduk di beranda untuk sekedar menenangkan diri. Pasti curiga dan marah-marah. Wanita itu sangat manja dan egois. Dia selalu menuntut suaminya untuk perhatian detik demi detik saat di rumah. Tak peduli suaminya capek pulang kerja seharian. Hobinya mengganggu dan meminta perhatian. Sebisa mungkin kupenuhi nafkah lahir batin Resti. Tapi Resti tidak pernah puas. Kadang aku sudah terkapar pun tetap saja wanita itu meminta. Apa memang tergolong maniak? Gairahku memang tak meledak-ledak lagi mungkin itu pengaruh dari tekanan batin. Tapi, tetap bisa, kok melayani keinginannya. Baik siang maupun malam. Anehnya Resti selalu bilang, aku tak pernah menyentuhnya. Lalu, yang kami lakukan dianggap apa.Pun dengan uang belanja. Selalu bilang sedikit dan kurang. Malah lancang menyelidiki berapa yang kuberi pada Armila. Jelaslah berbeda sebab Armila sudah punya bayi, dia masi
ANDRABadanku malam ini panas tinggi. Untuk pertolongan pertama, Armila mengompres dahiku, juga memberikan tablet paracetamol. Aku biasa menggunakan obat ini bila demam menyerang. Kalau tak sembuh dalam tiga hari barulah pergi ke dokter.Semalaman aku merasa tubuh ini menggigil. Tidur tak lelap Sebentar-sebentar bangun dengan kondisi terkaget-kaget. Untunglah Armila terjaga hingga ia sigap memberi bantuan jika suaminya memerlukan sesuatu."Tidurlah, nanti kamu sakit. Aku sudah mendingan!"Setelah yakin aku membaik, Armila merebahkan diri di sampingku. Dalam hitungan menit, napasnya sudah teratur. Ia pasti sangat lelah begadang mengurusiku. Belum lagi kalau bayi kami bangun, haruslah disusui dan ditidurkan lagi.Paginya badanku membaik, tak lagi panas, tapi masih lemas. Mau tak mau harus istirahat jadi tak bisa pergi kerja.Meski Armila tak bicara, ia melayaniku dengan baik. Pagi-pagi sudah disiapkan sarapan dan vitamin herbal yang selalu distok. Juga menyiapkan pakaian ganti."Aku mau
RESTIKesempatan untuk membalaskan kekesalanku pada Armila akhirnya datang juga. Aku bisa pura-pura merawat Mas Andra yang sedang sakit di rumahnya. Akan kubuat Armila emosi dan marah-marah di depan suaminya. Maka nilai kehebatan sainganku itu akan turun di mata Mas AndraAku sangat tidak rela kalau mas Andra selalu memuji-muji Armila. Emangnya dia siapa? Aku loh yang paling hebat. Aku loh yang gak ada akan tersaingi. Buktinya aku bisa membuat mas Andra berpaling dari Armila.Sebenarnya aku malas mengurus orang sakit. Pastinya nanti cerewet ingin ini itu. Bakal mengganggu kesenanganku bermain handphone. But, demi drama mengikat hati mas Andra okelah kurawat suami tersayang.Lepas Magrib Aku berangkat ke rumah Armila. Pasti dong semua orang yang ada di sana terkejut melihat putri cantik datang.Aku langsung main drama memeluk Mas Andra pura-pura menangis di bahunya. Sebenarnya aku malas melakukan semua ini. Tapi demi tercapainya tujuan harus kulakukan.Melihat Armila kesal ada kepuasa
ARMILAResti memang jahat. Dia memasukkan sesuatu pada minumanku. Padahal aku sudah menerimanya di rumah ini. Tidak mengusirnya malam-malam.Untung saja ponselku ada di dalam saku hingga bisa merekam perilaku busuknya. Kalau otak kriminal memang susah. Diberi hati akan minta jantung. Rekaman ini akan menjadi bukti kejahatannya.Setelah Resti pergi, aku menukar satu minuman saja. Rencananya yang satu akan kuminum sedikit. Ingin tahu reaksi yang akan ditimbulkan dari obat tersebut. Sebenarnya gampang mengusir Resti. Namun, aku tak ingin melakukan sebab menunggu aksi dari Mas Andra. Apakah dia peka perasaanku atau tidak? Apakah ia akan membela istrinya ini dari kekurangajaran madu tak tahu malu itu atau malah membiarkan? Aku juga ingin melihat seberapa tunduk Mas Andra pada Resti. Jadi bisa memutuskan sebenarnya siapa dikuasai siapa dalam hubungan tersebut.Ternyata Mas Andra lemah di hadapan Resti.. Buktinya dia tidak memaksa istrinya pulang, malah mereka masuk ke dalam kamar utama.B