Share

6. MEMBANGUNKAN SUGAR BABY

Darius sudah selesai mandi. Ia ke luar dari kamar dan langsung menuju dapur. Barangkali jika di sana ada Aurora, ia akan ikut membantu gadis itu memasak. Tadi malam saat Aurora meminta sabun dan shampo, Darius sekalian membeli bahan-bahan makanan untuk memasak pagi ini.

Sesampainya di dapur, tidak ada siapa pun di sana. Darius terkekeh sendiri, berpikir apa dia. Aurora jelas nona besar di rumahnya. Bagaimana gadis itu akan memasak. Lihat saja dari caranya meminta sabun dan shampo semalam. Pasti harus dituruti. Dan jangan lupakan lilin wangi. Itu jelas menggambarkan bagaimana hidup Aurora di rumahnya.

Okey, apakah sekarang Darius pula yang akan menyiapkan sarapan untuk Aurora. Hmm ... baiklah. Anggap saja sedang menyiapkan makanan untuk calon istri. Ehh ... calon anak. Ahh ... entahlah.

Sayur kembang kol, jagung muda, wortel, dada ayam. Semua sudah tersedia di atas meja. Darius mulai memasak. Darius sudah terbiasa masak sendiri seperti ini. Dahulu dia bukan pria kaya seperti sekarang. Jadi mengerjakan apa pun sendiri sudah lumrah baginya.

Dan sekarang saat uangnya sudah banyak pun. Darius tidak berubah. Ia masih menjadi pria sederhana yang tidak membutuhkan orang lain hanya untuk menyiapkan kebutuhannya sendiri.

"Nahh ... udah mateng semua."

Makanan sudah ada di atas meja makan. Ada rasa bangga saat Darius menyiapkan makanan hari ini. Padahal ia sudah biasa melakukannya. Mungkin karena kehadiran Aurora yang membuat Darius merasa berbeda. Sedikit Darius merasa seperti menyiapkan makanan untuk istri kecilnya.

Istri? Darius ingin tertawa memikirkan kata istri. Darius merasa sudah gila. Istri dia bilang. Cinta saja belum tumbuh di hati mereka. Ini malah berpikir tentang Istri. Entah apa yang membuat tadi malam Darius menerima ajakan Aurora untuk menjadi pacarnya. Hatinya berbicara seolah hal itu sangat sayang jika dilewatkan.

"Ra," Darius mengetuk pintu kamar Aurora. Namun tidak ada jawaban. Cukup lama melakukan itu sampai akhirnya Darius memilih untuk langsung masuk begitu saja.

Di dalam kamar, Aurora tampak tertidur pulas. Gadis itu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Bahkan pada wajahnya juga. Darius terkekeh, rasanya benar-benar seperti membangunkan istri rasa anak.

Darius berjalan mendekat ke arah bantal. Ia usap gundukan bantal itu. Bagaimana wajah Aurora saat bangun tidur.

"Ra, bangun." Ucapnya lirih. Aurora masih tidak menjawab.

Darius membuka selimut yang menutupi wajah Aurora. Seketika wajah pacar kecilnya itu terlihat. Aurora tidur begitu lelap dengan mulut terbuka. Seketika Darius tertawa.

"Untung cantik, tidur model gimana pun masih kelihatan cantik." Celoteh Darius sendiri.

Darius menatap wajah Aurora dalam-dalam. Tangannya tidak bisa untuk tidak meraba wajah pacar kecilnya itu. Cantik, seolah mengisi kekosongan di hati Darius akan sosok wanita.

Cup, sebuah kecupan ia layangkan pada pacar kecilnya. Setelah itu Darius keheranan. Bisa-bisanya dia tidak bisa menahan untuk tidak mencium Aurora. Jika diteruskan lama-lama Darius jadi pedofil beneran.

"Ahh ... gila. Beneran gila aku lama-lama," celoteh Darius sendiri setelah mencium Aurora.

Ia gelengkan kepalanya berkali-kali seolah hal itu bisa menghilangkan apa yang ada di pikirannya sekarang. Beberapa saat melakukan itu, Darius berbalik badan berniat ke luar dari kamar Aurora. Namun langkahnya terhenti oleh tangan Aurora yang tiba-tiba menariknya.

"Om, mau ke mana? Enak aja habis gangguin orang tidur mau kabur gitu aja. Ayo tanggung jawab!"

Rupanya Aurora sudah bangun. Meski matanya masih menutup rapat. Gadis itu berbicara dengan suara masih melayang tidak jelas. Pertanda nyawanya belum utuh sepenuhnya.

"Kamu sudah bangun, Ra? Dari tadi?"

Mendadak Darius gugup. Takut jika Aurora tahu jika tadi dia mencium keningnya.

"Udah. Udah tau juga kalo tadi Om cium kening aku."

Aurora pelan-pelan membuka mata. Spontan Darius menggigit bibirnya. Malu dan gugup bercampur menjadi satu.

"Kamu pura-pura tidur ya tadi waktu saya datang?"

Darius bingung. Kepalanya sibuk mencari alasan atau pengalihan dari topik tadi dia mencium Aurora.

"Enggak. Aku emang baru bangun. Tadi aku bangun begitu bibir Om Darius nempel di keningku. Bibir Om dingin, habis mandi ya?"

Darius ingin menghindari topik ciuman tapi Aurora malah bicara blak-blakan.

"Iya, saya habis mandi. Tapi agak tadi sih. Orang saya malah sudah selesai masak juga."

Baru Darius selesai bicara. Tapi Aurora sudah menarik tangan Darius hingga tubuh pria itu jatuh di atas tubuh Aurora.

"Eh, Ra. Kenapa kamu tarik tangan saya?"

Darius kanget. Dia hendak berdiri lagi namun Aurora justru semakin memeluk erat tubuh Darius.

"Ssttt ... Om, diem. Aku mau nikmatin dinginnya badan Om Darius yang baru mandi. Hmm ... seger deh dipeluk."

"Ra, kamu itu jangan aneh-aneh. Lepasin pelukannya. Saya mau berdiri."

Darius meronta berusaha melepaskan tubuhnya. Tapi Aurora semakin mengeratkan pelukannya.

"Apanya yang aneh sih, Om. Orang aku cuma mau peluk pacarku sendiri. Sekarang Om Darius diem deh. Jangan ganggu aku lagi nikmatin meluk tubuh pacar aku."

Aurora berbicara begitu santai. Seolah hal yang ia lakukan hanya menimbulkan rasa nyaman tanpa ada rasa gugup sama sekali. Darius yang tidak bisa menolak keinginan pacar kecilnya, akhirnya memilih diam mengabulkan keinginan Aurora. Batinnya tersenyum merasa nyaman dengan tingkah centil sugar babynya.

"Ternyata punya pacar itu enak ya? Aku baru tau rasanya pelukan itu senyaman ini."

Baru aja merasa tenang membiarkan Aurora memeluknya dengan santai. Sekarang Darius kembali gugup dan salah tingkah dengan ucapan gadis itu.

"Udah ah, Ra. Lepasin. Saya mau sarapan. Ayo kamu cepetan bangun juga. Saya sudah siapin makanan buat kita."

Bukannya melepaskan Darius. Aurora malah tertawa kecil.

"Kenapa kamu ketawa?" tanya Darius.

"Wajah Om Darius lucu. Om, gugup ya aku peluk gini. Sampe merah gitu mukanya. Hahaha ...."

"Apanya yang gugup? Wajah saya merah karena habis masak. Kena panasnya kompor," elak Darius mencari alasan.

"Gitu?? Merah kenak panas kompor apa merah karena malu habis ketahuan diem-diem cium aku. Ciyee ... Om genit nih hahaha ...."

"Kenak kompor, Ra. Orang tadi itu saya nggak sengaja cium kamu. Saya itu mau bangunin kamu, eh kepleset jadinya jatuh terus kecium deh kamunya." Mendadak Darius jadi pintar mengarang cerita. Kenapa nggak sekalian menulis novel saja.

"Hhmm ... gitu ..." Aurora manggut-manggut seolah percaya tapi wajahnya yang mungil itu jelas sedang mengejek Darius.

"Iyaaa ... lagian tadi kamu tidurnya mangap. Kan saya jadi pengen ketawa terus nggak fokus deh, akhirnya jatuh. Untung aja nggak dipake jadi sarang laba-laba itu mulutnya."

Spontan Aurora tertawa. Ternyata selain sopan, Om-om yang biasa sopan dan dewasa ini bisa melucu juga.

"Hahaha .... masak aku tidurnya mangap sih, Om."

"Iya, kamu tidurnya mangap. Aku kira goa hira itu tadi. Eee ... ternyata mulut kamu."

"Wkwkw ... masak gitu. Aku kelihatan lucu dong tadi waktu tidur. Terus, terus, kalo lucu, kok Om ciumnya cuma di kening. Kenapa nggak di mulutnya juga?"

Aurora tersenyum manis saat mengatakannya. Gadis ini memang ahlinya mancing-mancing. Darius terus dibuat heran dengan kelakuannya.

"Nggak mau. Bau iler. Orang kamu ileran sampe mengalir panjang kok mau dicium."

Seketika Aurora menutup mulutnya dengan tangan. Seumur-umur hidup, Aurora belum pernah ngiler kecuali dulu waktu masih bayi.

Hahh ... Hahh ... Aurora meniupkan nafasnya sendiri pada telapak tangan. Untuk mencium apakah benar dia bau iler. Aurora juga menyeka area bibirnya untuk memastikan benar ada iler tidak di sana.

"Hhmmm ... Om, bohong nih. Mana ada iler."

"Wkwkwkw ..." Darius tertawa karena berhasil mengelabuhi Aurora.

"Ohhh ... dasar Om Om jahil. Sini sini hukumannya aku cium di bibir. Biar kenak iler aku beneran."

Darius masih tertawa. Aurora menarik-narik kepala Darius untuk untuk diciumnya. Sedang Darius terus berusaha menghindar. Entah Aurora akan mendapatkan keinginannya atau tidak. Yang pasti, dapat tidak dapat, Darius tetap untung juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status