Darius merasa hidupnya nano-nano sejak berkenalan dengan Aurora. Ini adalah hal tergila yang pernah Darius lakukan sepanjang hidup. Memacari gadis kecil yang sebenarnya lebih pantas menjadi anaknya sendiri. Tapi, Darius tak bisa memungkiri bahwa sejak berpacaran dengan Aurora hidupnya menjadi lebih berwarna. Bagaimana cerita cinta mereka berjalan saat Darius yang dewasa, tenang, dan mapan. Bertemu dengan Aurora yang centil, cerewet, dan manja. Namun, bukan itu yang menjadi penghalang terbesar hubungan mereka. Yaitu kenyataan bahwa Darius adalah orang yang dibenci oleh Ayah Aurora. Apakah mereka bisa bersatu?
view more"Om, mau jadi pacarku nggak?"
Tanya Aurora berani. Entah setan apa yang menempel pada gadis itu sehingga dia berani mengajak Darius Edmund, pria berumur tiga puluh delapan tahun yang baru dikenalnya itu untuk berpacaran dengannya. Darius Edmund sendiri lebih pantas menjadi Ayahnya Aurora ketimbang pacarnya. Ya walaupun wajah Darius bisa dibilang sangat tampan dan mempesona.
Darius tertawa kecil. "Pacar? Kamu yakin? Saya ini lebih cocok jadi Ayah kamu loo ketimbang jadi pacar."
Jawab Darius enteng. Dia duduk pada sofa panjang berwarna pastel di apartementnya. Batinnya sedikit terkejut mendengar ajakan dari gadis kecil yang baru saja di temuinya itu. Anak kecil seumur jagung ini, bagaimana bisa seberani itu mengajaknya pacaran. Otak generasi sekarang memang berbeda.
"Ya nggak apa-apa, Om. Kan pacaran sama Sugar Daddy lagi musim," sahut Aurora.
Gadis itu sedang duduk di sebelah Darius saat mengatakan bahwa dia ingin berpacaran dengan pria tersebut. Aurora duduk bersila atas sofa. Tubuhnya menghadap Darius dengan memasang mimik wajah selucu boneka salju.
"Sugar Daddy. Memangnya kamu tidak tahu Sugar Daddy itu apa? Sugar Daddy itu laki-laki dewasa nakal yang suka sama gadis kecil genit kaya kamu."
Darius mencoba menjelaskan agar gadis itu sedikit takut. Jika dibilang mengerti, sepertinya Aurora sedikit banyak sudah tahu tentang apa itu istilah Sugar Daddy. Tidak mungkin anak jaman sekarang tidak tahu tentang istilah itu.
Darius hanya memperjelas kondisi jika hubungan antara Sugar Daddy dan Sugar Baby itu masuk dalam ranah dewasa. Namun respon tidak terduga justru datang dari Aurora setelah Darius mengatakannya lebih jelas. Tiba-tiba saja Aurora merubah posisinya menjadi duduk di atas pangkuan Darius. Tubuhnya dia hadapkan ke arah Darius hingga kini keduanya menempel dan berhadapan.
Darius merasa tidak nyaman? Sudah jelas. Tapi bukan posisi dan wajah cantik Aurora yang paling menganggu Darius sekarang. Melainkan adik kecilnya yang di duduki Aurora secara tiba-tiba sekarang sedang berproses berubah menjadi adik besar karena tekanan dari tempat sensitive milik gadis itu.
"Iya, aku nggak keberatan jadi gadis kecil yang genit. Nahh ... Om mau nggak jadi laki-laki dewasa yang nakal?" tanya Aurora.
Aurora tidak terlihat takut sama sekali. Justru Darius yang sekarang menjadi takut. Takut akan terlena pada kenakalan dari gadis yang sekarang ada di atas pangkuannya itu, lalu melakukan hal yang tidak-tidak.
Masalahnya, sudah sembilan belas tahun Darius tidak menyentuh seorang wanita. Sejak berpisah dengan pacarnya semasa sekolah dahulu. Darius belum menyukai gadis lain. Dan jika tiba-tiba dihadapkan dalam kondisi kritis seperti ini. Kucing mana yang tidak menggarong jika diberi ikan. Terlebih ikannya begitu cantik dan segar.
"Kamu kenapa berani seperti ini? Saya ini laki-laki normal. Kalau saya kalap kamu bisa saya makan, Ra."
Darius terbata. Detakan jantungnya mulai berdebar tidak beraturan. Tubuhnya menikmati perlakuan ini namun otaknya masih terlalu sadar untuk tidak mengikuti hasratnya. Darius tidak mau dianggap sebagai pedofil.
"Kenapa aku harus takut? Om Darius orang yang baik," jawab Aurora santai.
Bahkan mata gadis itu terus menatap pada manik coklat terang milik Darius. Kedua telapak tangannya yang mungil juga dengan berani membelai bulu wajah Darius yang mulai tumbuh. Bagaimana Darius tidak semakin terlena?
"Orang baik kalau dihadapkan dengan hal seperti ini bagaimana bisa jadi baik? Kamu terus berusaha memancing ikan."
"Hmm ... benar. Kuharap aku dapat ikan yang besar," sahut Aurora dengan tertawa kecil.
Darius juga tertawa kecil. Belum setengah malam dia bersama dengan gadis ini, tapi otaknya sudah beberapa kali dikejutkan oleh ucapan dan tingkah laku Aurora yang nakal. Setelah tertawa sejenak, Darius terdiam, bukan karena hanyut dalam pusaran hasrat yang sedang berusaha menariknya ke dalam. Melainkan dia sedang berusaha mempertahankan akal sehatnya untuk tidak mengikuti alur yang sedang dibuat oleh gadis kecil di depannya.
**
Empat jam yang lalu, Darius baru saja datang kembali dari luar negeri setelah dua puluh tahun lamanya pergi. Perut yang lapar membawanya menuju salah satu restaurant steak terkenal di kota itu. Hujan turun sangat deras, beberapa kilat juga terlihat menyambar. Sebelum menuju apartement yang sudah dia siapkan sebulan sebelum dia datang. Darius memilih mengisi perutnya dahulu dari pada nanti dia harus ke luar lagi cari makan.
Setelah ke luar dari mobil, dengan terburu Darius berlari kecil menuju teras restaurant. Setelah berada di teras, tangannya menyapu air yang membasahi jaz hitamnya sebelum masuk ke dalam restaurant. Saat melakukan itu ujung mata Darius tertarik oleh sesuatu yang aneh di ujung beranda. Seorang gadis sedang duduk berjongkok di lantai teras restaurant. Baju dan rambutnya basah kuyup. Maskara yang dia pakai juga tampak luntur membentuk lingkaran bundar di sekitar matanya. Karena kasihan, Darius mendekati gadis itu.
"Dek, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya setelah menepuk ringan pundak gadis itu.
"Aku laper, Om. Mau makan tapi nggak punya uang," jawab gadis itu tersenyum sedih.
Oo ... kasihan sekali batin Darius. Tapi jika tidak punya uang kenapa dia memilih restaurant mahal seperti ini. Gadis yang aneh. Entahlah, Darius tidak mau berpikir banyak. Mungkin dia memang sangat pemilih.
"Ayo masuk! Saya belikan kamu makan," ajak Darius.
"Makasih, Om." Senyuman mendadak muncul pada raut wajah gadis itu begitu Darius mengajaknya makan.
Darius dan gadis yang belum dia ketahui namanya tersebut sudah duduk pada salah satu meja di dalam restaurant. Tak lama kemudian pelayan membawakan makanan yang sudah mereka pesan sebelumnya. Seperti manusia yang belum makan satu bulan, gadis itu langsung memakan steak yang ada di depannya. Darius menatapnya aneh. Beberapa pertanyaan sederhana muncul di kepalanya saat ini.
"Enak ya?" tanya Darius. Gadis itu hanya mengangguk. Mulutnya masih sibuk mengunyah makanan.
"Rumah kamu di mana? Setelah ini saya antar kamu pulang?" lanjut pria itu lagi.
Setelah mendengar kata pulang. Gadis itu berhenti makan. Selera makannya seperti tiba-tiba sirna.
"Aku nggak punya rumah, Om."
Tidak punya rumah? Bagaimana bisa begitu. Darius saja tahu jika baju yang dikenakan gadis itu adalah brand mahal walaupun hanya sekedar kaos putih dan rok pendek berwarna denim. Dilihat dari separuh tubuhnya, bisa terlihat jika gadis ini anak dari orang kaya. Kulit putih cerah terawat. Hanya wajahnya saja tidak terlihat bagus karena make up yang luntur.
"Saya tahu kamu punya. Kenapa kamu ada di sini saat hujan lebat begini? Orang tuamu nggak nyariin?" tanya Darius.
"Enggak akan. Pokoknya aku nggak mau pulang. Titik, " jawab gadis itu tegas.
"Lalu?" Darius balik bertanya.
Kini gadis itu memandang dengan raut wajah kasihan. Sebentar dia mengangkat kedua pundaknya pertanda bahwa gadis itu juga tidak tahu mau ke mana. Darius menghela nafas, dia bingung harus bersikap apa.
Kenapa dia harus terjebak dalam situasi seperti ini? Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Di luar hujan deras. Gadis ini tidak membawa tas atau apa pun. Dengan tubuh yang dirasa cukup lumayan ini, kalau berada sendirian di luar sana. Entah apa yang akan terjadi padanya. Darius bernafas besar sebelum akhinya kembali bertanya.
"Nama kamu siapa?"
"Aurora, Om."
"Kamu mau ikut pulang sama saya?"
Saat pulang ke arah rumah Darius berpikir. Mungkin nanti saat sampai rumah ia akan lelah karena harus menyiapkan kebutuhan Aurora.Namun begitu sampai rumah, melihat Aurora justru menyambutnya layaknya seorang istri. Darius justru berpikir bahwa ada Aurora di rumah tidak buruk juga.Apalagi ia melihat rumah begitu rapi dan bersih. Padahal tadi sepanjang perjalanan Darius sudah mengira bahwa rumah akan berantakan karena tingkah Aurora.Selesai mandi Darius mengenakan kaos putih dan boxer hitam. Lalu duduk di sofa depan televisi untuk bersantai. Aurora yang sudah lebih dulu ada di sana. Terus melihat Darius dengan wajah sok imut dan lucu. Senyuman memabukkan juga terus dipasang oleh gadis itu."Kenapa kamu senyum-senyum gitu, Ra? Udah gila beneran." Tanya Darius heran melihat tingkah Aurora.Mendengar ucapan Darius. Senyuman Aurora yang semula manis dan berseri. Berubah menjadi bibir mengerucut maju 5 cm."Ishh ... Om ini. Aku tahu Om udah menuju tua jadi mulai suka lupa. Kan kemarin Om
Sudah beberapa hari Aurora tinggal di rumah Darius. Gadis itu begitu menikmati meskipun ia mulai bosan karena tidak melakukan apa pun.Darius sudah berangkat kerja 1 jam lalu. Sekarang Aurora mulai bingung harus melakukan apa. Ternyata jika tidak sekolah. Aurora tidak mempunyai kegiatan apa pun. Tapi jika dia berangkat ke kampus, Ayah Aurora pasti akan mencarinya di sana.Aurora duduk bersandar dengan malas di atas sofa depan televisi. Ia terus memencet remote televisi itu mencari tayangan televisi yang mungkin cocok untuk dia lihat."Aaaa ... boring banget. Ya ampun, enaknya ngapain ini akuuu ..." Aurora mengeluh seolah kegiatannya itu begitu berat.Gadis itu mengangkat gagang telepon hendak menghubungi Darius. Namun ia urungkan karena baru beberapa saat lalu dia sudah menghubungi sugar daddynya itu. Aurora tidak mau terus-menerus mengganggu Darius bekerja. Ternyata Aurora sadar juga jika kelakuannya itu mengganggu Darius.Terus memencet remote televisi. Aurora mendapati sebuah tayan
Aurora mengambil satu helai roti. Ia tambahkan selai lalu berjalan menuju sofa. Mengambil gagang telpon, Aurora menelfon Darius.Darius baru saja berangkat. Belum setengah jalan pria itu pergi menuju tempat kerjanya. Ponselnya berbunyi, Darius langsung mengangkat panggilan telfon itu."Halo. Apa, Ra?" ucap Darius. Pria itu sudah tahu jika yang menelfon adalah Aurora karena nomor yang tertera adalah nomor rumahnya sendiri."Aku nelfon, Om." Jawab Aurora singkat."Ya saya tau kamu nelfon, Ra. Lah ini saya lagi bicara sama kamu. Kamu gimana sih. Ada apa?" tanya Darius. Belum lama ia pergi, tapi Aurora sudah menghubunginya saja. Apakah terjadi sesuatu?"Ishh ... judes amat. Jangan judes-judes Om ntar cepet laper loo ...."Hmmhhh ... di dalam mobil Darius menghela nafas besar. Ia menyiapkan kesabaran ekstra untuk menghadapi obrolan dengan Aurora."Yaa Raaa ... ada apa?" tanya Darius berbicara dengan nada lebih lembut."Hehehe ... gitu dong. Nggak ada, Om. Cuma pengen denger suara Om Darius
"Loh, Ra. Kamu ngomong apa?" Darius terkejut Aurora tidak mengakuinya."Enggak, Pak. Enggak. Dia berbohong. Saya ini_ saya ini pacar dia," lanjut Darius menjelaskan.Security yang mendengar penjelasan Darius menatap Darius aneh. Tentu saja Security ini tidak percaya, Darius dan Aurora lebih mirip ayah dan anak dari pada seperti sepasang kekasih."Wah, Pak. Anda ini keterlaluan. Saya mengerti daun muda itu lebih menarik. Tapi jangan seperti itu juga. Kan kasihan adek ini kalau anda berbicara seperti itu. Lagian nggak malu sama umur, Pak. Adek ini lebih cocok jadi anak Bapak."Darius membuang muka. Bingung bagaimana lagi harus menjelaskan. Karena memang seperti itu lah kenyataannya. Di sisi lain, Aurora ingin tertawa melihat reaksi Security ini."Ya saya tau. Tapi memang dia pacar saya. Dia datang ke sini bareng saya. Dia bahkan pakai uang saya seratus juta buat belanja." Darius menuding pada tas belanjaan Aurora yang tergeletak di lantai."Pak, Anda jangan mengada-ada. Kalau gadis ini
"Yeayy ... asikkk ... beli bajuuu ..." Aurora berlari dan berteriak kegirangan masuk ke dalam mall."Kayak orang dusun yang nggak pernah beli baju di mall aja kamu, Ra." Ejek Darius tertawa melihat tingkah Aurora seperti anak kecil."Biarin. Emang udah lama banget aku nggak ngemall. Ada semingguan."Hadee ... iya sih. Lupa kalau nona besar. Semingguan baginya begitu lama."Yaudah sekarang pilih mau baju yang mana. Sekalian cari buat satu minggu. Habis itu kita pulang.""Oke, Om."Sebenarnya dari pada seperti sugar daddy yang pacaran dengan sugar baby. Darius lebih merasa seperti tiba-tiba memungut anak angkat yang nemu di jalanan. Darius mengasuh dan menuruti semua keinginan Aurora tapi anehnya dia merasa senang.Di dalam mall, Aurora bertingkah seperti anak kecil. Ia meminta dibelikan apa pun yang dia lihat. Es krim, cemilan, jepit rambut, alat make up. Darius membelikan semua yang Aurora mau. Mengikuti gadis itu ke mana pun berjalan sembari memakan sosis jumbo dan es krim. Makanan a
"Gimana-gimana itu tadi? Coba ulangi!!" ucap Darius. Mungkin dia salah dengar. Darius tidak percaya pada pendengarannya sendiri."Pake celana dalam Om kayak gini, aku ngerasa kayak burung kutilangnya Om Darius menyatu dengan sarangnya. Wkwkwk ..." Aurora menurut begitu saja. Ia mengulangi ucapannya dan diakhiri dengan tertawa sendiri.Darius yang mendengarnya dua kali masih terheran-heran. Bagaimana bisa ada anak gadis seperti ini. Apa anak ini benar-benar polos? Atau justru sebenarnya Aurora tahu banyak hal tentang wilayah dewasa itu dan bersikap sok polos."Masak ya berasa gitu, Ra. Burung kutilang saya masih nyaman bertengger dengan santai di tempatnya lo, Ra."'Sekarang kamu gitu malah dia jadi nggak nyaman bertenggernya. Gerak aja kayak pengen lepas,' batin Darius. Dia geleng-geleng kepala heran mendengar ucapan Aurora."Pikiranku, Om. Pikirannya yang kayak gitu. Berasa punya Om ada di sana juga berdampingan dengan punya aku. Wkwkwk ...."Bukannya berhenti. Aurora malah terus saj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments