"Aku telpon mas berapa kali, tapi tidak diangkat." Luar biasa sekali Nirani, ternyata dia lebih berani dari Deswita."Aku Nirani, mbak." Dia mengulurkan tangan ke Alya."Saya Alya. Maaf tangan saya bekas basuh kepiting agak amis," jawabnya santai. Aduh mengapa pula ini jantung terasa copot. Namun, si Nirani mentalnya sangat berani."Oh, gak masalah, mbak." Nirani berubah seratus delapan puluh derajat. Entah apa dia datang ke rumah, padahal aku sudah katakan padanya punya istri."Bang, ajak tamunya, aku siapkan minuman terlebih dahulu." Alya menuju ke arah dapur lalu berhenti di dekatku dan berbisik, "Abang cocok dengannya, semoga aku tidak khilaf menambah minumannya dengan sianida." Astaghfirullah Alya. Apa yang akan dilakukan Alya terha
"Nirani kamu membawa mobil?" tanyaku."Iya, mas.""Kalau tidak biar pulang dengan dokter ini saja.""Sorry, aku tidak bisa. Aku anti gonceng wanita sebelum nikah," jawabnya. Diiih, sok kecakepan sekali ini dokter."Kecuali kalau sama Alya, dia adalah cinta tak berbalasku," bisiknya padaku.Hebat sekali si Alya membuat banyak laki-laki mengejarnya."Aku permisi dulu, ya. Alya ... aku pamit."
Nirani dan semua yang ada di ruangan ini menatapku. Harusnya aku memang sadar bahwa pernikahan bukan mainan. Apalagi terhitung pernikahan ini masih sepuluh hari."Pulanglah Nirani ...." Nada suaraku memelas, ini demi kebaikan Nirani jangan sampai dia masuk rumah sakit dijambak oleh ibu.Kali ini Nirani menyerah mengikuti apa yang kuucapkan, dia tidak sekeras tadi. Baru kutahu motif Nirani ini hanya ingin harta saja. Dia bahkan sudah menikah."Tunggu! Ibu belum puas ingin menjambaknya!" teriak ibu."Sudahlah bu, jujur Dave juga bosan. Nirani pulanglah, kedepannya kuminta kamu jangan pernah mengganggu pernikahanku." Aku masuk kamar meninggalkan mereka semua. Aku seperti terjebak dengan perasaanku sendiri. Takut justru Alya yang pergi dan menggugat aku ke pengadilan.Nirani t
Kami berangkat dalam keadaan diam. Alya mengikutiku untuk duduk di depan bersamaku. Suasana yang hening membuat perjalanan ini benar-benar horor. Apalagi acara tahunan, acara yang tidak kusukai karena tak sedikit sikut menyikut mengingat disini aku yang paling muda. Tak sedikit dari mereka yang tidak terima aku jadi manager bank cabang disini."Tadi bicarakan apa sama ibu?" tanyaku memberanikan diri memulai percakapan dengannya."Biasa, bang.""Apa kamu akan menggugatku Alya.""Jika itu yang terbaik, bang. Kita tidak bisa memaksa hati siapa pun termasuk hati suami sendiri.""Bolehkah aku minta kita bertahan dalam pernikahan ini. Aku sadar aku sudah keterlaluan.""Boleh asal tanpa syarat. Tapi kalau syarat abang aku harus dandan tiap hari sepertinya aku t
Jantungku terasa mau copot dalam ruangan yang mendadak hening ini. Alya tetap santai makan buah. Sementara aku tidak bisa sama sekali makan. Perutku terasa kenyang."Ayo, bang. Kita pulang rasanya capek sekali." Bu Misye dan bu Ridho yang dari awal cerewet mendadak diam."Cepat sekali, Non." Pak Rahman heran melihat Alya yang ingin pulang"Iya, pak. Ada kerjaan yang harus Alya selesaikan.""Bu Alya kita belum mulai," ucap pak direktur yang mencoba untuk menahan."Lain kali saja, Pak." Suasana yang begitu canggung dan hening."O ... ya, sekalian kasih wejangan kepada yang ada disini, pak direktur. Jika ada acara makan jangan terlalu banyak omong, kita buat acara bukan untuk saling mengintrogasi. Pak Rahman nanti kirim semua file yang ada di ruangan ini pr
Hari ini tepat tanggal dan bulannya meninggal mama dan papa. Aku tidak mungkin cerita ke Dave tentang perasaanku. Tiap tahun aku pasti mengurung diri di suatu tempat. Hotel dekat pantai meninggalnya kedua orang tuaku.Dave pergi tanpa pamitan ke kantor, bekal yang kusiapkan pun tidak dibawanya. Sejak awal pernikahan ini memang keliru dan kurasa harus segera diluruskan.Kusiapkan bekal untuk Dave dan kubawakan ke kantornya. Tujuanku sebenarnya ingin izin menyendiri di hotel seperti biasa. Setiap tahun aku memang agendakan untuk mengenang mereka. Dengan itu aku merasa memiliki mereka sebagai orang tuaku. Hidupku tidak semulus orang lain, karena itu aku kebal dengan segala rasa dihatiku.Ternyata disana ada Deswita. Aku juga bingung dengan perasaanku di satu sisi aku ingin bertahan dengan p
Siangnya aku meminta untuk memyendiri, Dave menyetujuinya. Dia semakin aneh membuatku terasa semakin geli melihatnya. Mengingat tingkahnya semalam membuatku sedikit melupakan rasa sedih setiap tahunnya di pantai ini."Alya ...." Siapa lagi yang berani mendekatiku kalau bukan Ilham."Apa setiap tahun harus ke tempat ini? Melupakan sakit hati?" Dia bertanya seolah tahu rutinitas kegiatanku tiap tahun."Iya, memangnya kenapa? Apa kamu merasakan apa yang kurasa?"Ilham diam."Apa kamu tidak bisa berdamai dengan keadaan Alya?""Bagaimana aku bisa berdamai Ilham, bahkan apa yang dirasakan papaku, aku rasakan juga.""Maksudmu?""Tanya sama papamu yang masih sehat itu dan bahkan semakin mesra dengan mamamu.""Maksudmu, Alya?""Kurang jelas apalagi, Ilham. Papamu dan mamaku dulu berselingkuh hingga membuat kedua orang tuaku be
Aku langsung menutup pintu kamar Alya. Rasanya aku tidak bisa bernapas dibuat olehnya, dia begitu seksi dan membuatku menelan ludah lebih dalam. Kenapa aku selama ini tidak melihatnya lebih dekat. Lingeri merah merona yang dipakainya membuat dada ini terasa panas. Entah mengapa aku semakin jatuh hati padanya. Baru kusadari dia seperti berlian yang harus kujaga dan kupertahankan.Aku bahkan tidak bisa memejamkan mata sedikit pun dibuat olehnya. Aku hanya takut pernikahan ini kandas di tengah jalan.****Pagi menyapa membuat badanku semuanya terasa sakit. Kakiku terasa berat, badanku terasa panas. Apa aku sakit? Selama ini bahkan aku begitu sehat hingga selalu rajin dan naik jabatan. Meski demikian aku beranjak dengan pelan menuju kamar mandi di kamar ini. Kepalaku terasa berputar-putar. Beberap kali kupegang tembok takut ambruk di tempat."Bang Dave ...." Alya memanggil, tapi suaraku rasanya tidak bisa keluar. Inginku berteriak bahwa aku sedang tidak enak badan. Tok! Tok! Tok!"Bang!