Share

Ray is Home

Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.

Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.

Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.

Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.

Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian.

.

.

.

Seperti biasa, Ray mengendarai mobil ferari-nya dengan kecepatan yang tidak bisa dinalar. Kenapa? Jika orang akan beranggapan, pelan-pelan yang penting selamat sampai tujuan, tapi lain halnya dengan Ray, dia akan menarik gas mobilnya dan berkata yang penting cepat sampai tujuan.

Kadang hal seperti itu membuat Ken sering kesal, ia bahkan menyuruh Ray untuk menjadi pembalap saja. Dengan keras, Ray pasti akan menolaknya.

Balapan bukan pasionnya.

.

.

.

KIARA POV

Pagi yang cerah ini, aku sibuk memasak dengan Yuna dan bibi Willy. Kami memasak berbagai macam masakan. Aku bertanya, apa hari ini adalah hari istimewa? Entahlah, aku tidak tahu. Yang jelas aku merasa senang dengan suasana pagi ini. Rasanya ada sesuatu yang kembali hidup di hatiku.

Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu membuatku sesak. Rasanya aku ingin mati saja di waktu itu. Andai saja saat itu ada pisau atau racun, aku pasti sudah menggunakannya.

Astaga, apa sebenarnya yang aku fikirkan? Bisa-bisanya aku memiliki niat seperti itu? Yah, walau aku akui rasanya seperti tidak sanggup jika aku harus menerima kenyataan buruk itu.

Bukankah aku sudah berjanji pada mendiang Ayah dan Ibuku jika aku akan berjuang demi hidupku?

Aku akan berusaha berbesar hati menerima takdir ini.

Apa benar kata-kata dari Bibi Willy jika Tuhan memiliki rencana yang indah untukku? Mana tahu. Hmm, tapi mungkin saja.

.

.

.

Ini sudah hari ke lima belas setelah aku mengalami kejadian buruk itu. Aku sempat berfikir jika aku tidak akan sanggup menjalani hari-hariku.

Ternyata aku salah.

Semenjak Yuna datang, ia seperti bidadari cantik yang menyiramkan air kenyamanan dalam hidupku yang terasa hampa. Aku bahkan bisa tersenyum seperti saat ini.

Sekarang, akupun juga bisa tertawa ringan melihat tingkah konyol kakaknya Yuna, kak Ken. Aku baru tiga hari mengenalnya, tapi rasanya seperti sudah mengenal sejak lama. Dia orang yang sangat hangat. Aku menyukai karakternya.

Dia bahkan sangat manis. Hehe, apa sih?

Kak Ken itu orang seperti apa? Apakah Tuhan menciptakannya dari tawa dan senyuman? Dia seperti tidak memiliki rasa sedih sedikitpun! Aku penasaran, seberapa banyak stok humor di dirinya itu?

Jauh berbeda dengan Tuan Ray! Dia jarang tersenyum, irit bicara!! Aku ingin tahu seperti apa jika dia sedang tersenyum?

Tunggu, siapa yang baru aku bicarakan?

TUAN RAY?

Haah, aku ini bagaimana? Sudah jelas-jelas dia melukai hatiku, masih saja aku memiliki pemikiran aneh seperti itu.

Bermimpilah saja, Kiara!

Jangan harap jika dia akan bersimpuh dan berlutut memohon maaf atas semua yang ia lakukan padamu!

Wake up! Wake up!

Aku tidak bisa berbuat apa-apa padanya.

Mungkin aku hanya sedang memikirkannya. Jika kemungkinan ia minta maaf padaku itu ada.

Kiara sadar!

Lupakan tentang Tuan Ray!

.

.

.

Ahh akhirnya, selesai juga! Sebuah mangkok berisi makanan yang sedang aku bawa ini adalah soup ikan kuah extra tomat. Hasil buatanku!

Tidak tahu kenapa, semenjak aku tinggal di mansion ini, aku menjadi suka memasak. Bibi Willy banyak mengajariku. Dia seperti ibu.

Ibu ya?

Benar, apapun yang terjadi aku harus bertahan. Kata-kata dari bibi Willy itu sama dengan kata-kata yang sering ibu katakan padaku. Kurasa aku merindukan ibu.

Aku berjalan ke meja makan, di meja makan terdengar cukup gaduh. Kak Ken bertengkar gaje dengan adiknya, Yuna. Mereka itu saudara, tapi jika sedang bersama pasti ada saja yang diperdebatkan. Seperti Tom and Jerry saja mereka itu.

Indahnya persaudaraan.

Paman Willy masih sibuk membaca koran. Hm, mungkin sedang menunggu semua makan selesai disajikan? Bibi Willy sedang menata makanan.

Aku bisa merasakan kehangatan keluarga ini. Kehangatan keluarga yang sangat aku rindukan. Aku ingin menangis jika mengingatnya.

END OF KIARA POV

.

.

.

Menyadari air mata yang menetes indah di pipinya, Kiara langsung mengusapnya dengan cepat lalu berjalan pelan menuju meja makan untuk meletakan mangkok soup ikan extra tomat yang ia bawa.

“KAK RAY!!” Teriak Yuna yang langsung membuat semua pasang mata di ruang makan mengarahkan pandangannya ke arah Ray.

Ken, paman dan bibi Willy tersenyum. Yuna juga tersenyum dengan memamerkan gigi-gigi putihnya.

Sementara Kiara hanya menoleh sebentar dan langsung menundukan kepalanya. Ia masih belum bisa menatap Ray.

Berat rasanya. Jantungnya berdetak kencang. Kakinya mulai gemetaran. Hatinya tidak tenang. Kenangan kelam malam itu masih selalu menghantuinya.

Bukan hal mudah untuknya bisa melupakan perbuatan sosok laki-laki tampan di depannya itu. Rasa muak dalam hati Kiara mulai muncul membuatnya tidak bisa berlama-lama dengan sosok Ray. Tanpa berkata apa-apa, Kiara berjalan meninggalkan ruang makan.

Kiara belum sanggup menghadapi sosok Ray.

Mendapati ekspresi yang berbeda-beda membuat Ray merasa kikuk. Apalagi ia harus berhadapan langsung dengan Kiara. Melihat Kiara menundukan kepalanya dan meninggalkan ruang makan membuat Ray hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak menyangka jika di dapur akan ada banyak orang. Ia merutuki kebodohannya, harusnya ia tahu jika jam-jam seperti itu adalah waktunya makan pagi.

“Harusnya aku check-out nanti siang.” Batinya.

“Hei Kiara, kau mau kemana?” Tanya Yuna.

Kiara hanya diam saja dan tetap pergi meninggalkan ruang makan. Bibi Willy memegang bahu Yuna agar Yuna memahami Kiara. Yuna langsung bisa mengerti isyarat dari ibunya itu.

“Tuan Ray, ayo makan bersama!” Ajak Paman Willy.

“Aku sudah makan di luar paman. Ak..aku hanya ingin mengambil air minum saja.” Kata Ray kikuk dan langsung mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas.

Ray juga meninggalkan ruang makan itu.

“Ada apa dengan mereka?” Tanya Ken keheranan karena suasana ruang makan menjadi penuh dengan kecanggungan.

Tidak ada satupun yang menanggapi pertanyaan Ken itu.

Biarlah semua seperti ini dulu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status