Share

Jeratan Bayangan

last update Last Updated: 2025-09-04 13:46:41

Asap masih bergulung di ruangan yang porak-poranda akibat ledakan. Bau mesiu bercampur debu semen menyesakkan dada. Pecahan kaca berkilauan di lantai, memantulkan cahaya lampu lorong yang redup. Dinding retak, sebagian pintu terlepas dari engselnya.

Arven merasakan telinganya masih berdenging. Ia batuk keras, paru-parunya terasa panas oleh asap. Ravika menahan pundaknya, berusaha membuatnya tetap berdiri. “Arven, jangan lihat ke belakang… tetap fokus sama aku.”

Namun pandangan Arven justru tertuju ke arah bayangan yang bergerak di balik kabut. Bayangan itu perlahan menjadi jelas—Bayu. Ia bangkit dari reruntuhan, wajahnya berdebu, ada darah menetes dari pelipisnya, tapi tatapannya… tatapan itu tetap sama. Dingin. Penuh kendali.

“Lucu,” ucap Bayu serak, suaranya serupa geraman yang membuat bulu kuduk berdiri. “Ledakan kecil seperti itu… kalian benar-benar pikir bisa mengakhiriku? Hanya itu yang bisa kalian lakukan setelah tujuh tahun?”

Darman, yang sejak tadi menutupi mulut dengan lenga
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ibu Kost yang menggoda   Jejak Dalam Gelap

    Hutan malam itu bagai labirin hitam. Pohon-pohon menjulang, ranting-ranting bergoyang diterpa angin, dan suara serangga bercampur dengan derap langkah tergesa.Ravika berlari di depan, menggenggam erat tangan Arven. Nafasnya memburu, tapi ia tak berani berhenti. Darman menyusul di belakang, sesekali menoleh memastikan tak ada musuh yang terlalu dekat.“Cepat, ke arah barat!” seru Darman setengah berbisik. “Di sana ada sungai!”Suara motor makin jelas dari belakang. Lampu-lampu senter menembus kegelapan, menari di antara pepohonan.Arven terengah-engah, kakinya beberapa kali nyaris tersandung akar pohon. “Bu… saya nggak kuat lagi…”Ravika meremas tangannya, suara lirihnya penuh tekad. “Kau harus kuat, Arven. Kita nggak punya pilihan.”---Tiba di tepi sungai, mereka terhenti. Arus deras berkilau pucat diterangi cahaya bulan. Air dingin itu berisik, seolah memperingatkan bahaya.“Masuk,” kata Darman singkat.Arven terbelalak. “Masuk? Arusnya kenceng banget—”“Kalau kita tetap di sini, m

  • Ibu Kost yang menggoda   Malam yang Berdarah

    Hening malam itu pecah saat kaca jendela rumah kayu bergetar oleh bentakan keras.“Keluar, Ravika! Atau kami bakar tempat ini!”Suara pria asing menggema dari luar. Dua bayangan besar tampak di bawah cahaya bulan, senjata api berkilat di tangan mereka.Ravika menahan napas, berdiri di sisi jendela sambil merapatkan pistol ke dadanya. Arven berjongkok di sampingnya, wajahnya pucat tapi matanya penuh tekad. Sementara Darman sudah bersiap di dekat pintu, pisaunya siap melayang kapan saja.“Kalau mereka tahu nama Ibu, berarti Bayu udah pasti di belakang ini,” bisik Arven.Ravika menatapnya sekilas, memberi anggukan singkat. “Kau benar. Kita nggak bisa kabur lagi. Sekarang cuma ada dua pilihan: bertahan atau mati.”---Ketukan keras mengguncang pintu.BRUK!Kayu tua itu hampir jebol dengan sekali hantaman. Arven tersentak, tapi Ravika cepat meraih tangannya, memberi kekuatan lewat genggaman. “Tenang. Dengarkan aba-aba ku.”Darman mendekat, wajahnya serius. “Aku bisa keluar lewat belakang d

  • Ibu Kost yang menggoda   Jejak yang Tertinggal

    Langkah-langkah kaki mereka menyusuri jalan setapak yang semakin sepi. Sawah hijau terbentang di kiri, sementara deretan pohon jati menjulang di kanan. Udara pedesaan terasa lebih ringan dibanding kota, tapi Ravika tahu betul: Bayu bisa muncul di mana saja.Darman berjalan paling depan, sesekali menoleh ke belakang. Ia memerhatikan tanah becek yang mereka lewati. “Kita harus hati-hati. Setiap jejak bisa diikuti. Bayu punya orang-orang yang ahli memburu.”Arven menghela napas keras, wajahnya masih menyimpan sisa emosi semalam. “Jadi kita harus terus sembunyi kayak tikus? Nggak ada cara lain?”“Diam, Arven,” Ravika menegur lembut, meski matanya tetap menatap sekitar. “Ini bukan soal mau atau tidak. Ini soal hidup atau mati.”Arven menggertakkan gigi, tapi tidak menjawab. Ia hanya menunduk, berjalan lebih cepat hingga sejajar dengan Darman. Ravika memperhatikan anak itu dengan hati gelisah. Sejak percakapan mereka tadi malam, Arven semakin terlihat dewasa—tapi juga semakin rapuh.---Mer

  • Ibu Kost yang menggoda   Permainan Bayu

    Mobil hitam itu berhenti di tikungan, lampunya sengaja dipadamkan. Dari balik kaca gelap, Bayu duduk bersandar, wajahnya setengah tertutup topeng kain. Di tangannya, sebuah ponsel menyala, menampilkan rekaman kamera dari salah satu anak buahnya yang baru saja mengintai Ravika, Arven, dan Darman di pasar.“Lucu,” gumam Bayu, bibirnya melengkung membentuk senyum dingin. “Mereka pikir bisa lari. Padahal setiap langkah mereka sudah ada dalam catatanku.”Ia menekan tombol, mengirim pesan singkat. “Jangan bunuh mereka dulu. Biarkan merasa aman. Rasa takut yang panjang lebih menyakitkan daripada peluru.”---Di sisi lain pasar, Ravika tak bisa tidur. Angin malam menusuk kulitnya, sementara kepalanya penuh dengan pikiran kacau. Ia menoleh ke samping, melihat Arven yang tertidur bersandar di bahunya. Anak itu masih menggenggam tangannya, seolah takut kehilangan.“Dia masih muda sekali,” bisik Ravika, hampir tanpa suara.Darman yang duduk tak jauh darinya membuka mata. “Itu justru alasan kenapa

  • Ibu Kost yang menggoda   Kota yang Terkepung

    Langkah kaki Ravika, Arven, dan Darman berpacu dengan detak jantung mereka sendiri. Suara deru motor semakin mendekat, lampu sorotnya menyapu dinding-dinding kusam di sepanjang lorong sempit. Mereka tak punya banyak waktu.“Ke kiri!” seru Darman sambil menarik Ravika. Mereka menyeberang cepat, melewati gang kecil yang hanya cukup untuk satu orang berjalan miring. Arven terhuyung, hampir terjatuh, tapi Ravika meraih tangannya, menopang tubuhnya agar tidak menabrak dinding.Di belakang mereka, suara motor berhenti. Terdengar langkah-langkah berat, teratur, seperti lebih dari dua orang. Arven menoleh sekilas, wajahnya pucat. “Mereka turun! Mereka ngejar kita jalan kaki!”Darman merunduk, menempelkan tubuhnya ke dinding bata, matanya menyapu sekitar. “Ini buruk. Lorong ini buntu.”Ravika merasakan dadanya mencelos. “Lalu kita harus gimana?”Darman menatap dinding di sebelah kanan, setengah roboh, dengan pintu kayu reyot yang hampir terlepas dari engselnya. “Sini.” Ia menendangnya keras. K

  • Ibu Kost yang menggoda   Jejak Darah di Lorong Dalam

    Udara malam menusuk tajam ketika Ravika, Arven, dan Darman berhasil keluar dari gudang yang hampir runtuh itu. Lampu merah-biru polisi masih berputar di kejauhan, tapi mereka memilih tidak mendekat. Ravika tahu, terlalu banyak polisi yang bisa dibeli oleh Bayu. Jika mereka menyerahkan diri sekarang, belum tentu esok pagi mereka masih hidup. Arven berjalan terseok, wajahnya pucat, tubuhnya masih dipenuhi debu dan luka gores. Ravika meraih tangannya, membantunya menapak. “Kuat sedikit lagi. Kita nggak boleh berhenti di sini.” Darman memimpin di depan, matanya tajam mengawasi setiap sudut jalan kecil yang mereka lewati. “Kita harus keluar dari area ini sebelum Bayu atau anak buahnya kembali. Polisi mungkin bertahan sebentar, tapi aku yakin Bayu sudah punya cara untuk mengendalikan mereka.” Ravika mengangguk, tapi di dalam dadanya, rasa takut kian menyesakkan. Ia sudah terlalu sering melihat bagaimana Bayu memanipulasi orang, bagaimana uangnya bisa membungkam mulut siapa saja. Arven me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status