Share

Pacar Pura-Pura

Author: Ocki yunita
last update Last Updated: 2024-11-26 22:25:27

Tapi siapa sangka permainan ini jadi ke mana-mana?

"Semua laki-laki sama saja!" keluh Naya yang kini berdiri di depan cermin, memandang refleksinya dalam gaun cantik yang menonjolkan kecantikannya.

Ia tahu dirinya menarik, namun ada perasaan malu yang menggerogoti jiwanya ketika harus menggunakan penampilan itu untuk tujuan seperti ini.

"Tunggu di luar, Naya!" suara Raka terdengar di luar kamar, memecah lamunannya.

"Saya... eh, tunggu sebentar, Pak!" Naya menggerakkan jari telunjuknya, sedikit bingung dengan suasana yang terasa canggung. "Berbalik, maksud saya..."

"Sudah! Jangan lama-lama!" Raka terdengar kesal.

"Jadi, kita nggak akan... seperti yang Bapak harapkan?" tanya Naya dengan nada genit namun polos.

"Kamu pikir saya butuh itu?" jawab Raka sinis. "Yang saya butuhkan adalah kamu datang bersama saya, dan berpura-pura jadi pacar di depan orang tua saya. Mengerti?"

"Ini lelucon apa lagi, Pak?" tanya Naya bingung, meski ia tahu tidak ada gunanya protes.

"Jika kamu tidak ikut, uang gajimu akan dipotong!" ancam Raka.

Naya menarik napas panjang, lalu mengangguk pasrah. "Baiklah, Pak. Jadi... setelah itu bagaimana?"

"Setelah itu baru kita bahas," jawab Raka tanpa menoleh.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, Naya tiba di rumah besar milik Raka. Ia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak tampak norak di depan orang tua Raka. Ia harus tampil sempurna, seperti seorang wanita kaya.

Di hadapan orang tua Raka, Naya merasa canggung. Tapi ia tahu, ini hanya tugas yang harus dilakukannya. Raka mengatakan agar ia berpura-pura menjadi pacar, dan ia hanya mengikuti instruksi.

Raka membuka pembicaraan dengan suara tegas. "Mama, Papa, saya bawa gadis ini untuk kalian. Jangan lagi kirim perempuan-perempuan lain ke kantor saya!"

"Jadi, ini pacarmu?" tanya ibunya dengan ekspresi kurang ramah.

"Ya, Tante, saya pacar Raka," jawab Naya dengan senyum lebar, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

Ibunya langsung tersenyum lebar dan menarik Naya ke dalam pelukan. "Oh, aku kira kamu cuma gadis biasa, tapi ternyata kamu cantik sekali. Maaf kalau aku agak galak tadi."

Raka terlihat lega meskipun komentar ibunya menyakitkan, sementara sang ayah hanya terdiam, tampak tidak memberi reaksi.

"Papa..."

"Pekerjaan orang tuamu apa?" tanya ayah Raka akhirnya.

Seketika Naya panik, namun dengan cepat ia memberi jawaban. "Papa saya bekerja di sektor tambang emas dan perkebunan kelapa sawit."

Raka merasa bangga dengan jawaban Naya yang cerdik, dan ayahnya mulai terlihat tertarik. "Oh, jadi kami mungkin saling mengenal," katanya.

"Siapa tahu, Om," jawab Naya dengan senyum simpul. "Tapi saya rasa Papa saya bukan orang besar. Cuma menambang pasir saja," pikirnya dalam hati, berharap situasi ini tidak semakin canggung.

Raka memotong pembicaraan. "Papa, cukup soal pekerjaan. Yang penting, dia bukan wanita sembarangan. Dan dia setara dengan kita."

Ibunya segera mengangguk, "Saya setuju, dia cantik!"

Ayahnya hanya mengangguk pelan, lalu berkata, "Kapan kita bicarakan tanggal pernikahan?"

Naya terkejut. "Pernikahan?!" pikirnya.

Di dalam mobil, Raka berusaha mengendalikan pikirannya. "Semuanya berjalan lancar malam ini, Naya."

Namun Naya merasa ada yang kurang. "Tadi kayaknya saya salah ngomong, Pak. Papa kan tadi nyuruh saya buat kelihatan bagus di depan orang tua, kenapa malah ngomong soal kerjaan orang tua saya?"

Raka tertawa pelan. "Jangan khawatir, mereka sudah puas. Tapi aku rasa mereka menginginkan lebih banyak dari kita."

"Saya harus mencari tahu lebih banyak soal ini," Naya berpikir dalam hati. "Tentang apa yang dimaksud dengan 'lebih' yang Raka katakan..."

Raka tersenyum, lalu memberikan uang kepada Naya. "Ini imbalanmu, aku rasa kamu pantas mendapatkannya."

Naya menatap uang yang diberikan, dan meskipun hatinya terasa berat, ia tahu ini adalah jalan yang harus ia pilih.

"Saya tak peduli dengan uang, Pak. Saya hanya ingin membayar hutang keluarga saya, dan hidup dengan tenang. Saya yakin ini pilihan terbaik."

Namun, Raka tidak bisa menahan pandangannya terhadap Naya, yang ia anggap masih terlalu polos untuk menyadari apa yang sedang terjadi.

"Semoga," kata pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan Naya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Doa dan Harapan

    Naya tersenyum sambil mengamati bayi kecil yang tertidur dalam pelukan Maria. "Aku senang bisa jadi bagian dari perjalanan ini, Kak. Tapi sekarang, aku rasa sudah waktunya aku pulang ke rumah. Aku juga kangen anak-anakku." Maria tersenyum lembut. "Iya, Nay. Terima kasih sudah banyak membantu kami. Anak-anakmu pasti sudah menunggu." Tak lama kemudian, suara klakson terdengar dari luar rumah. Raka, suami Naya, datang menjemputnya. Naya berpamitan dan memberikan kecupan sayang pada bayi Maria sebelum akhirnya beranjak pergi bersama suaminya. Setelah Naya pulang, Tommy menatap Maria yang tengah menimang bayinya. "Kita harus segera mencari nama yang bagus untuk anak kita. Aku ingin sesuatu yang punya makna mendalam." Maria mengangguk setuju. "Aku juga berpikir begitu. Bagaimana kalau Adrian? Nama itu berarti kuat dan pemberani." Tommy tersenyum. "Aku suka. Adrian, anak kita yang kuat

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Kembali Ke rumah

    Hari itu, matahari bersinar lembut, menandai awal babak baru dalam kehidupan Maria dan Tommy. Setelah beberapa hari di klinik, bidan Desi akhirnya mengizinkan Maria pulang bersama bayinya. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka saat mengemasi barang-barang yang telah menemani hari-hari pertama mereka sebagai orang tua.Tommy dengan penuh perhatian menuntun Maria keluar dari ruangan, sementara Naya sibuk menggendong si kecil dengan penuh kasih sayang. "Aduh, Kak, aku nggak rela lepasin ponakanku ini. Gemes banget!" katanya dengan nada bercanda.Maria tertawa lemah. "Hush, nanti dia jadi manja kalau kamu terus gendongin."Tommy tersenyum melihat interaksi mereka. "Yuk, kita pulang. Si kecil pasti lebih nyaman di rumah."Setibanya di rumah, suasana begitu hangat. Ruang tamu telah didekorasi sederhana dengan balon-balon berwarna pastel dan tulisan 'Selamat Datang, Baby!' yang dibuat oleh Naya dan beberapa anggota keluarga lainnya. Maria terharu melih

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Junior Baru

    Hadiah Terindah Mobil melaju kencang menembus keheningan malam. Tommy menggenggam erat tangan Maria, mencoba memberikan ketenangan di tengah kepanikan yang melanda. Napas Maria semakin memburu, setiap kontraksi yang datang membuatnya semakin sulit menahan rasa sakit. Setibanya di klinik, bidan Desi dan timnya sudah bersiap. Maria segera dibawa ke ruang bersalin, sementara Tommy tetap berada di sisinya, tidak melepaskan genggaman tangannya sedetik pun. "Kamu pasti bisa, Sayang. Aku di sini," bisik Tommy dengan suara bergetar. Maria mengangguk lemah, matanya berkaca-kaca. Ini adalah momen yang ia nantikan sekaligus takuti. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, ia berjuang melahirkan buah cinta mereka. Waktu seakan berjalan begitu lambat. Hingga akhirnya, tangisan nyaring seorang bayi pecah di ruangan itu. Tommy menahan napas, matanya langsung tertuju pada sosok kecil yang kini bera

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Mendekati Persalinan

    Beberapa bulan telah berlalu. Hari-hari terus berjalan, mendekatkan Maria pada masa persalinannya. Tommy pun untuk sementara menghentikan pekerjaannya di kebun demi merawat sang istri. Dengan penuh kasih sayang, ia memastikan Maria tidak perlu bersusah payah melakukan apa pun. Bahkan, ia melarangnya bergerak terlalu banyak agar tetap beristirahat. Beruntung, Naya adik perempuan Tommy turun tangan mengurus pekerjaan rumah, memastikan segala sesuatunya tetap berjalan dengan baik. Maria merasa tubuhnya gerah, sesuatu yang biasa dialami oleh wanita yang tengah hamil tua. Ingin menyegarkan diri, ia pun memutuskan untuk mandi. Namun, saat hendak masuk ke kamar mandi, Tommy segera menahannya. "Maria, jangan mandi sendiri. Aku khawatir kamu terpeleset," ujar Tommy dengan nada cemas. Maria tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Tom. Aku hanya ingin segar kembali."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda    Pengalaman Pertama di Sawah

    Setelah beberapa hari Tomi pulang dari rumah sakit, Naya dan Raka memutuskan untuk membantu mengurus sawah yang disewa Tomi. Karena Tomi masih dalam masa pemulihan, mereka ingin memastikan bahwa pekerjaan di sawah tetap berjalan lancar. Di rumah, Naya sedang menyiapkan sarapan di dapur, sementara Raka duduk di meja makan sambil membaca berita di ponselnya. Naya menoleh ke arah suaminya. "Mas, gimana kalau kita bantu Mas Tomi urus sawahnya dulu? Dia kan masih belum sepenuhnya pulih." Raka meletakkan ponselnya dan menatap Naya dengan ragu. "Bantu di sawah? Aku nggak pernah turun ke sawah sebelumnya, Nay. Takutnya malah nggak bisa ngapa-ngapain." Naya terkekeh. "Nggak ada salahnya coba, kan? Lagi pula, Mas Tomi juga kerja sendiri di sana. Kalau kita bantu sedikit aja, pasti bakal meringankan bebannya." Raka menghela napas dan tersenyum kecil. "Ya udah, aku ikut. Tapi jangan harap aku bakal jago langsung, ya."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Pulang ke Rumah, Kembali ke Hangatnya Keluarga

    Setelah lima hari menjalani perawatan di rumah sakit, akhirnya Tomi diperbolehkan pulang oleh dokter. Kabar ini membuat Maria, istrinya, merasa lega dan bahagia. Sebagai langkah selanjutnya, ia segera menghubungi adik iparnya, Naya, untuk datang ke rumah sakit dan membantu mereka pulang ke rumah. Dokter tersenyum dan berkata, "Bu Maria, setelah lima hari menjalani perawatan, kondisi Pak Tomi sudah cukup stabil. Kami sudah memeriksa hasil lab dan tidak ada yang mengkhawatirkan. Jadi, hari ini beliau sudah boleh pulang." Maria menghela napas lega, lalu berkata, "Benar, Dok? Syukurlah… Saya sangat lega mendengarnya. Apa ada pantangan khusus untuk Tomi di rumah?" Dokter mengangguk dan menjelaskan, "Ya, pastikan beliau banyak beristirahat dan jangan terlalu lelah. Makan makanan bergizi dan jangan lupa kontrol sesuai jadwal. Jika ada keluhan seperti pusing atau nyeri yang tidak biasa, segera kembali ke rumah sakit."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Cahaya Harapan di Ujung Pemulihan

    Langkah Kecil Menuju KesembuhanTommy mulai menjalani hari-hari pemulihannya di rumah sakit dengan lebih tenang. Meski rasa sakit masih sesekali menusuk, kehadiran Maria, Raka, dan Naya memberinya kekuatan. Pagi itu, dokter melakukan pemeriksaan rutin untuk mengecek perkembangan lukanya.“Kondisi luka operasimu membaik, tapi kau masih perlu istirahat cukup sebelum bisa dipulangkan,” ujar dokter sambil mencatat di clipboard-nya. “Jangan banyak bergerak dulu, biarkan tubuhmu benar-benar pulih.”Tommy hanya bisa mengangguk pasrah, meskipun dalam hatinya ia sangat ingin segera pulang. Rumah sakit bukan tempat yang nyaman baginya, dan ia lebih suka berada di rumah bersama Maria.Maria, yang duduk di samping tempat tidurnya, tersenyum lembut. “Kamu dengar kan, Mas? Jangan keras kepala lagi. Kita tunggu sampai dokter bilang kamu boleh pulang.”Tommy menatap istrinya dengan sedikit merajuk. “Tapi aku sudah bosan di sini. Tidur di rumah sakit itu

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Dalam Hangatnya Kasih di Tengah Rasa Sakit

    Pukul 01.00 malam, Tommy terbangun setelah menjalani operasi. Rasa sakit masih menjalar di sekujur tubuhnya, dan pandangannya terasa berat akibat sisa efek obat bius. Dengan perlahan, ia menoleh ke samping dan melihat istrinya, Maria, yang sedang duduk di kursi dekat tempat tidurnya. Maria, yang tengah hamil besar, tampak tertidur dalam posisi duduk. Wajahnya terlihat lelah, namun tetap memancarkan ketulusan. Dengan gerakan pelan, Tommy mengangkat tangannya dan membelai lembut wajah serta rambut Maria. Sentuhan itu membuat Maria terbangun. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menyadari bahwa Tommy telah sadar. Maria tersenyum lega. "Mas Tommy… kamu sudah sadar?" Tommy dengan suara lemah menjawab, "Iya… aku sudah sadar." Ia mencoba tersenyum. "Kau belum tidur?" Maria menghela napas. "Aku takut kalau tertidur dan kamu butuh sesuatu." Tommy menatap Maria penuh kasih

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Menanti Dalam Harapan

    Maria dan Naya duduk gelisah di depan ruang operasi, menanti kabar dari dokter yang tengah berjuang menyelamatkan Tommy kakak Naya sekaligus suami Maria. Waktu terasa berjalan begitu lambat, setiap detik penuh dengan kecemasan. Percakapan di Ruang Operasi Dokter melirik monitor detak jantung pasien, lalu menoleh ke perawat. "Tekanan darah pasien bagaimana?" Perawat pertama menjawab cepat, "Masih stabil, Dok. Tapi detaknya sempat melemah beberapa menit lalu." Dokter mengangguk, matanya tetap fokus. "Kita harus bergerak cepat. Siapkan klem, saya akan menutup pendarahannya." Perawat kedua dengan sigap mengulurkan alat. "Baik, Dok." Dokter mulai bekerja dengan hati-hati. "Oke, bagus. Sekarang kita lakukan jahitan terakhir. Pastikan infus tetap mengalir dengan lancar."

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status