Share

Mengaku Hamil

"Mas aku tidak suka ya jika kamu dekat dengan si Anisa itu!"

Ucapan Ana membuat Leo mengerutkan alisnya, baru saja dia bangun dari tidur setelah pergulatan panas mereka tapi Ana sudah mengeluarkan kata-kata yang membuatnya bingung.

"Apa maksud kamu?" tanyanya balik.

"Aku tidak suka cara kamu memperlakukannya Mas, pake acara pegang-pegang segala!"

"Kamu cemburu?"

Pria itu segera memakai pakaiannya kembali, dia mengambil rokok yang ada di meja lalu menyulutnya.

"Aku melakukan hal itu karena tidak ingin hal buruk terjadi dengan anak kita, tidak lebih," ujarnya santai sambil menikmati sebatang rokok yang dia sulut.

Terdengar helaan nafas dari mulut Ana, meski masih merasa cemburu tapi dia tidak bisa berbuat lebih karena memang posisi Anisa saat ini adalah ibu surogasi anaknya.

"Tetap saja kamu harus jaga jarak Mas," sahut Ana.

Leo tertawa, dia merasa heran dengan istrinya, bukankah pencetus ide ibu surogasi adalah Ana? tak hanya itu Ana juga memaksa dirinya untuk ikut andil dalam merawat Anisa tapi setelah dia ikut andil Ana malah cemburu.

"Apa sih mau kamu? kamu pencetus ide ini, kamu juga yang memaksa aku bahkan meminta aku untuk menganggap Anisa itu kamu dan sekarang setelah aku turuti semua kamu malah marah dan cemburu."

Skak mat, Ana mati kutu dengan ucapan Leo, bukan seperti itu maksudnya, memang dia meminta Leo untuk turut andil tapi bukan seperti ini juga caranya.

"Memang aku meminta kamu untuk ikut andil Mas tapi nggak gini juga caranya."

Lagi-lagi keduanya terlibat cekcok, beberapa waktu yang lalu baru saja mereka bercinta dengan panas tapi kali ini keduanya malah berdebat hebat.

"Sudahlah, jika kamu tidak suka caraku, hentikan kegiatan bersama teman-teman kamu itu, kamu ambil alih lagi peranku."

Tak ingin kegiatannya diganggu, Ana segera menggeleng, dia benar-benar tidak bisa melepas teman-temannya, baginya geng sosialitanya adalah yang nomor satu.

"Tidak bisa mas!"

Leo menghela nafas, entah mengapa sang istri begitu mendewakan teman-temannya bahkan dirinya bukan prioritas utama lagi padahal segala bentuk pendanaan darinya.

Drama telah selesai, baik Leo dan Ana masih membisu hingga Leo beranjak karena ponselnya berdering.

Entah siapa yang menghubunginya hingga dia harus membuka pembicaraan lagi dengan Ana.

"Besok ada acara di rumah, kita harus pulang."

Ana kembali menghela nafas, dia sangat tidak suka jika diajak Leo pulang karena pasti kedua orang tua Leo mendesaknya untuk segera hamil, bahkan mereka akan berkomentar mengenai kegiatan sosialita bersama teman-temannya.

"Malas banget aku Mas, memangnya acara apa sih!" Bola mata Ana memutar malas.

"Papa ulang tahun."

Ana tidak bisa menolak lagi, acara ulang tahun mertuanya adalah acara yang harus dihadiri dan tidak boleh dilewatkan.

"Perasaan baru kemarin ulang tahun, cepat sekali ulang tahun lagi." Dia menggerutu, merasa kesal karena harus hadir.

####

Malam itu Ana dan Leo bersiap berangkat ke rumah kedua orang tua mereka, Ana memakai pakaian terbaiknya begitu pula dengan Leo.

Ketika mereka keluar dari kamar, terlihat Anisa yang juga ingin masuk ke dalam kamarnya.

"Anisa, apa kamu sudah makan?" tanya Leo yang agak khawatir dengan keadaan Anisa hari ini, berbeda dengan beberapa waktu yang lalu, dia hari ini terlihat payah dan pucat.

"Sudah Tuan," jawab Anisa dengan menunduk.

"Yakin sudah makan?" Leo kurang puas dengan jawaban Anisa, sehingga dia bertanya lagi.

Anisa mengangguk, ada Ana yang menekannya jadi mana berani dia tidak makan.

"Tapi kenapa kamu sangat pucat?"

Leo berkali-kali memastikan ibu pengganti anaknya, dia tidak ingin jika terjadi apa-apa dengan Anisa.

"Besok kita periksa."

Ana kini menatap Leo dengan tatapan heran, hanya pucat dan payah tidak harus periksa.

"Tidak perlu Tuan, obat saya masih ada."

Tak ingin sang suami bercengkerama lama-lama dengan Anisa, Ana segera menarik lengan Leo, "Ayo Mas, nanti telat, lagipula pucat dan payah adalah hal wajar kamu nggak usah lebay."

"Tapi sayang...." Tangan Ana menyilang di bibir suaminya seolah tidak mau mendengar alasan Leo.

Tanpa berkata apa-apa lagi Leo dan Ana pergi meninggalkan Anisa yang masih berdiri di depan kamarnya.

"Sudahlah mas jangan terlalu perhatian padanya."

"Dia kan mengandung anak kita, memangnya kamu mau anak kita kenapa-kenapa," sahut Leo.

Lagi-lagi respon Leo tidak seperti yang dia harapkan, suaminya saat ini lebih pro ke Anisa daripada dirinya yang berstatuskan istri.

Singkat cerita, keduanya telah tiba di rumah kedua orang tua Leo, acara ulang tahun Papa Leo cukup meriah meski yang datang hanya keluarga saja.

"Leo." Mama Leo datang mendekat dia sangat senang karena anak kesayangannya bisa hadir.

Wanita paruh baya itu menggandeng sang anak masuk ke dalam rumah, dan meninggalkan Ana yang mendengus kesal karena tidak dianggap.

"Dasar nenek lampir, lihat saja jika semua harta kalian jatuh ke tangan Leo, aku akan menendang kalian ke panti jompo."

Tertawa iblis keluar dari mulutnya, yang dipikirkan Ana hanya lah uang, uang dan uang.

Dengan malas Ana masuk ke dalam rumah, kedua bola matanya memutar mencari keberadaan Leo dan ibu mertuanya.

Tahu sang istri mencarinya Leo pun memanggil Ana dan mengajaknya untuk duduk bersama dengan keluarga besarnya.

"Sayang kemarilah!" teriak Leo.

Ana tersenyum lalu berjalan menuju tempat dimana Leo dan keluarganya duduk, Dia memberikan hadiah jam tangan mewah kepada sang papa, tak lupa dia mengucapkan selamat ulang tahun untuk papa mertuanya tersebut.

"Selamat ulang tahun pa, semoga panjang umur dan apa yang dicita-citakan terkabul."

Papa Leo tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Ana, namun berbeda dengan sang mama yang mencibirkan bibir tanda tidak suka. Wanita paruh baya itu merasa jika Ana tidak tulus , dia baik di depan mereka hanya karena warisan semata tidak lebih.

Kali ini pembicaraan keluarga besar itu mengarah ke keturunan, Mama Leo meminta Ana untuk segera hamil dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya setiap hari, menurutnya tugas istri adalah mengabdi kepada suami, menunggu suami pulang bukan keluyuran dan berlibur kemana-mana.

"Jika ditinggal Mas Leo, aku merasa jenuh, Ma. Oleh karena itu, aku mencari hiburan di luar. Apa itu salah?"

Mama Leo mendelik tajam mendengar jawaban Ana. "Jelas salah!" katanya tegas. "Soal hiburan, daripada kamu keluyuran tidak jelas ... cobalah untuk memikirkan memiliki anak, Ana. Kamu tidak akan butuh hiburan lain, kalau di rumahmu ada anak kalian."

Leo seketika terdiam. Dia merasakan rasa canggung, dan berdebar secara bersamaan. Ucapan mamanya mengingatkan dia pada Anisa yang kini tengah mengandung buah hati dia dan Ana.

Membayangkan suasana rumah yang akan berubah jadi hangat dan ramai, membuat Leo tersenyum tiba-tiba. Dia sungguh tidak sabar menunggu anaknya lahir.

Namun, senyum Leo seketika pudar ... begitu Ana menyahut dengan gegabahnya pada sang mertua, "Mama tenang saja. Saat ini ... aku sudah hamil 3 bulan."

Mama Leo terkejut, "Hamil? Yang benar?"

Ana mengangguk disertai senyum lebar, lalu menatap Leo meminta dukungan. "Iya kan, Mas?"

Leo tergugu. Dia bingung harus menjawab apa.

"Benarkah Le? Ana hamil?" Pertanyaan sang Mama terulang kembali.

"I-iya Ma."

Tak ingin menerima banyak pertanyaan Leo segera mengajak Ana pulang, "Kami pulang dulu, aku lupa besok ada Meeting pagi."

pria itu nampak sedikit menyeret istrinya, dia begitu kecewa dengan pengakuan sang istri, seharusnya kehamilan Anisa dirahasiakan bukannya malah diklaim di depan keluarga besarnya.

"Kenapa buru-buru pulang sih Mas, mereka mau mengucapkan selamat padaku!"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Elena El
lanjut Thor semakin menegangkan
goodnovel comment avatar
Libra Girl
semoga segera terbongkar kebusukan ana
goodnovel comment avatar
Mega
bagaimana jika Kedua orang tua Leo tahu kalau ana meminta Anisa untuk mengandung
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status