Share

Perhatian Leo

"T-tuan--"

Anisa berusaha mengelak dan menolak bantuan Leo. Dia tidak ingin istri majikannya itu cemburu dan salah sangka.

Namun, sekuat apa pun dia mengelak, tangan kekar Leo lebih kuat.

"Sudah ayo, kamu bersiaplah aku tunggu di bawah."

Anisa sadar, titah Leo tidak mungkin dia tolak, apalagi keadaannya memang tidak baik-baik saja.

Dengan menahan pening di kepala, Anisa usai mengganti baju dan bersiap.

Rupanya, Leo sudah menunggunya dan segera menghampiri Anisa ketika wanita itu terlihat menuruni tangga dengan lemah. Dengan sabar dan lembut, Leo memapah Anisa dari dalam rumah menuju mobil.

Pria itu bahkan membukakan pintu mobilnya untuk Anisa, memastikan posisi wanita itu sudah nyaman sebelum menutup pintu mobil dan memutar langkah menuju kemudi.

Tentu perlakuan Leo yang manis membuat Anisa terlena. Di satu sisi, dia senang mendapati perlakuan manis dari ayah janin yang sedang dikandungnya. Namun di sisi lain, dia sadar posisinya tetaplah orang lain.

Anisa jadi membandingkan perlakuan Leo dengan Raka, suaminya. 'Apa Mas Raka akan semanis ini kalau nanti aku hamil anak kita, ya?'

Matanya tiba-tiba mengembun. Tidak dipungkiri, dia juga merindukan suaminya. Anisa berandai-andai, jika suaminya diizinkan menemani, mungkin dia tidak akan terlalu kesulitan melewati kehamilan ini.

Sesampainya di rumah sakit, Dokter yang biasa menangani Anisa tengah cuti, sehingga mau tidak mau Anisa ditangani oleh dokter lain yang tidak mengetahui status mereka sebenarnya.

"Ibu, Bapak, tolong diperhatikan kehamilannya. Perkembangan janin sangat lambat, panjangnya cukup tertinggal dari usia yang seharusnya."

Kedua orang yang bukan pasangan itu terpaku. Selain karena dokter itu menganggap mereka pasangan suami istri, informasi perkembangan janin yang terhambat membuat keduanya terlihat khawatir.

"I-itu, Dok. Saya sering mual, sehingga sulit menelan makanan." Anisa mengakui kesalahannya. Dia berharap, dokter mampu memberikan obat penahan mual yang ampuh.

"Tolong diperhatikan istrinya Pak, jangan buat istri Anda tertekan. Pastikan juga asupan gizinya cukup," ujar sang Dokter.

Dokter menjelaskan banyak hal, termasuk kadar stres tinggi yang bisa memicu morning sickness berjalan lebih parah. Anisa dan Leo hanya mengangguk tanpa sepatah kata.

Sepanjang perjalanan pulang, berbeda dengan waktu keberangkatan tadi ... Leo terlihat lebih berusaha menghidupkan suasana.

"Kamu dengar apa yang dokter bilang?"

Anisa mengangguk.

"Apa ada sesuatu yang membuat kamu stres, sehingga mualmu semakin parah?" tanya Leo lagi.

Anisa mematung. Dia kemudian mengingat-ingat kejadian atau sesuatu yang mungkin membuatnya tertekan.

Lalu, kepala wanita itu seketika menggeleng. Sebab, terbersit olehnya, yang membuatnya tertekan adalah Ana dan segala tekanannya yang meminta Anisa untuk bisa ini dan itu.

Melalui mual sendiri, memaksakan makan, berjalan pagi dengan rutin, tidur dengan optimal ... Tetapi wanita itu tidak pernah sekalipun membantu mewujudkan kenyamanan untuk mendukung Anisa memenuhi permintaannya.

"Tidak ada, Tuan." Anis berbohong. Tidak mungkin dia berkata demikian, menjelekkan Ana di depan suaminya sendiri. "S-saya mungkin terpikirkan suami saya." Anisa memberanikan diri menatap Leo sejenak. "Sudah lama kami tidak bertemu."

Tanpa Anisa tahu, ketika wanita itu berkata demikian ... Jari-jari Leo yang tengah memegang kemudi mengeras.

"Kamu merindukannya?" Suara pria itu berubah menjadi dingin.

Anisa mengangguk, lalu tanpa sadar mengusap perutnya. "Apa boleh aku izin menemui suami saya sebentar, Tuan? Saya janji, tidak akan lama."

Secepat kilat, tatapan Leo yang menusuk didapatkan Anisa.

"Maksud kamu, kamu ingin membawa anakku menemui pria yang bukan ayahnya?"

Anisa gelagapan. "Bu-bukan begitu maksudnya, Tuan. Aku--"

"Aku tidak ingin anakku salah mengenali suara ayahnya." Lagi, Leo menatap Anisa, tetapi kini dengan tatapan yang lebih lembut kendati masih memancarkan ketajaman. “Lagipula, ke mana suamimu? Dia tidak terlihat sedikitpun khawatir denganmu.”

Anisa menunduk, memang Raka tidak pernah mempedulikannya sedikit pun, bahkan selama ini Raka tidak pernah mengapresiasi atau menunjukkan rasa terima kasih atas apa yang telah dia lakukan, ibarat kata dirinya hanyalah mesin uang untuk suaminya.

Air mata Anisa mengembun, dan siap-siap terjatuh, tentu melihat hal ini Leo jadi tidak tega, tapi dia juga tidak mau Anisa bertemu dengan suaminya dari sikap Raka yang memakai mobil tanpa ijin sudah dapat dilihat jika dia bukanlah suami baik-baik.

"Anda benar Tuan, dia tidak sedikit pun mengkhawatirkan saya." Segera Anisa mengalihkan pandangan, perlahan dia gerakan tangannya untuk menghapus air mata yang jatuh, meskipun dia berusaha menyembunyikan air matanya dari Leo tapi tetap saja pria itu tahu jika dirinya menangis.

"Jangan bersedih, lelaki seperti itu tidak pantas kamu tangisi."

Ucapan Leo membuat Anisa tersenyum dalam tangis, entah mengapa dia merasa senang dengan apa yang dibicarakan Leo barusan.

"Terima kasih Tuan."

Singkat cerita kini mereka telah tiba di rumah, Leo buru-buru keluar dari mobil, dia membukakan pintu untuk Anisa. Tak cukup membukakan pintu, Leo juga membantu Anisa berjalan. Hal itu lantas membuat Anisa merasa diratukan.

Sekelebat, perasaan aneh mulai muncul. Namun, buru-buru dia tepis, 'Jangan GR Anisa, sikapnya begitu karena anak yang kamu kandung!'

**

Sore itu Anisa jalan-jalan sore di taman depan rumah, obat yang diberikan dokter cukup ampuh dia tidak merasa mual meski bangun tidur ataupun sesudah makan.

"Terima kasih kerja samanya ya Nak." Dia terus mengelus perutnya, dia bersyukur karena janin yang dikandungnya bisa diajak kerja sama.

Asik mengelus perut sambil bercerita, tiba-tiba Anisa mendengar suara yang sangat familiar memanggilnya.

“Anisa!!”

Kedua bola Anisa membulat sempurna, dengan pelan dia mencari sumber suara itu. "Mas Raka."

Raka mendekati sang istri yang masih mematung dengan kedatangannya.

"Mentang-mentang sudah enak melupakan aku!" Pria itu kini sudah berdiri di samping Anisa.

Kata-kata Raka bak jarum yang menusuk jantungnya. Enak darimana? Bahkan setiap hari dia harus tersiksa dengan rasa mual dan tekanan dari Ana.

"Jaga bicaramu Mas, asal kamu tahu, akibat ulahmu aku turut menderita!" Nada bicara Anisa sedikit terdengar pelan namun terlihat lebih tegas.

"Sudah berani membantah kamu Anisa!" ujarnya dengan tangan mengepal.

Tatapan Raka begitu tajam, Anisa jadi takut jika suaminya akan melukai dirinya, terlebih anak yang dikandungnya.

"Pulanglah Mas," katanya kemudian dengan nada agak lembut.

"Aku butuh uang. Sudah hampir tiga bulan kamu tidak memberi uang padaku."

Anisa menghela nafas dalam-dalam, heran dengan Raka. Jelas-jelas pria itu tahu jika apa yang dilakukannya saat ini juga demi membebaskannya dari penjara, lantas kenapa masih saja meminta uang?

"Uang darimana Mas, kan kamu tahu jika aku sudah tidak bekerja." Respon Anisa membuat Raka murka.

"Alah, kamu memang pelit Anisa!" Meski begitu, Raka nampak tidak menyerah dan mulai menggeledah saku-saku pakaian Anisa.

“Hentikan, Mas! Kamu sedang apa?!” Anisa protes, sebab dia merasa risih. “Aku benar-benar tidak punya uang, Mas!”

“Aku tidak percaya. Kamu pasti berbohong!” Raka menghentikan aksinya sejenak, tetapi kemudian mata liciknya itu menatap satu titik sensitif Anisa. “Mau kamu yang serahkan, atau aku yang ambil?” katanya tanpa memutus mata dari bagian dada Anisa.

“Apa maksudmu, Mas?”

Anisa masih mengerutkan dahi, tetapi Raka lebih dulu merangsek kembali ke arahnya. Pria itu bahkan tidak ragu langsung menaruh tangannya di atas dada Anisa dan langsung merogoh bra Anisa dengan kasar.

"Mas! Jangan membuat aku berteriak."

Tiba-tiba, sebuah tangan mendorong tubuh Raka, "Masih berani kamu menginjak rumahku!"

Suara dingin itu terdengar begitu marah, sejurus dengan rahangnya yang mengetat.

Raka tertawa sinis, "Hey orang kaya sombong, dia adalah istriku yang kamu ambil!" Dia seolah tidak takut pada kemarahan Leo. “Kamu mengambil istriku, jadi sudah sewajarnya aku meminta kompensasi lebih, bukan?”

Sedetik berikutnya, sebuah bogem mentah yang cukup kencang Leo berikan ke wajah Raka yang tidak sempat menghindar.  "Dasar brengsek, seharusnya kamu mendekam saja di penjara!"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Elena El
lanjut Thor seru abis
goodnovel comment avatar
Elena El
eh dikit amat bab limanya
goodnovel comment avatar
Mega
apa ini tanda tanda Leo suka ya sama Anisa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status