Share

4. "Mama?"

Author: Yadika Putri
last update Last Updated: 2025-07-04 17:30:31

“Mama kemana saja? Kenapa balu datang sekalang? Aku kangen banget sama Mama.”

Suara Saira tercekat, penglihatannya memburam. Hatinya berdesir, turut merasakan kerinduan yang dirasakan anak dalam pelukannya ini.

“Mamanya baru ketemu sama Papa. Jadi baru bisa menemui Lia sekarang.” Susi memberikan usapan pada kepala anak itu. Membantu Saira yang kebingungan mencari jawaban.

Dan apa tadi katanya?

Susi menyebut Saira Mama? Mama dari Cecilia?

Itu tidaklah benar, tetapi kenapa Saira merasa senang mendengarnya.

“Kenapa balu ketemu Papa? Kenapa gak dali kemalin-kemalin saja ketemunya. Aku bosen tidul sendili telus.”

Saira gemas sendiri mendengar logat cadelnya. Hingga di cubitnya kedua pipi anak tersebut dengan gemas.

“Mama kan harus sekolah, biar pinter, biar bisa jadi Mama yang hebat buat Lia," jawabnya berakhir dengan menjawil hidung mungil Cecilia yang terlihat mancung sejak dini.

“Sekolah itu apa?” tanyanya polos namun menatap Saira dengan serius.

“Itu….” Lagi-lagi Saira kebingungan.

Susi bilang pertumbuhan Cecilia memang agak terhambat, karena dibatasi dalam segala hal. Keseharian anak tersebut hanya dihabiskan di dalam rumah, dengan pengasuhan dari orang-orang yang sudah tua tanpa adanya mainan selayaknya mainan anak pada umumnya.

Semua karena Alvaro yang terlalu tegas.

Dia tidak mengizinkan orang-orang membelikan mainan untuk Cecilia, katanya supaya anaknya belajar mandiri dan tidak tumbuh jadi perempuan manja.

Tapi menurut Saira, itu bukanlah keputusan yang pas. Ketegasan Alvaro lebih condong pada keegoisan. Alvaro ingin menjadi Ayah yang baik, tanpa mencari tahu bagaimana caranya menjadi seorang Ayah.

“Sekolah itu, tempat kita belajar bersama teman-teman.”

Kesadaran Saira seakan ditarik kembali, setelah mendengar jawaban Susi. Lagi-lagi calon Ibu mertua yang telah berganti menjadi calon Kakak Iparnya tersebut berhasil menyelamatkannya.

“Belajal apa? Kenapa halus sama teman? Kan bisa belajal sendili.”

“Lia maunya belajar apa?”

“Gak ada. Aku udah bisa mandi sendili, makan sendili, tidul sendili, main sendili. Apa lagi ya Oma?”

“Bisa minum vitamin tanpa diingatkan lagi.” Omanya menambahkan.

“Oh iya. Aku udah bisa minum vitamin tanpa diingatkan Oma juga, Mama,” celoteh anak itu yang diakhiri tersenyum lebar memamerkan sederetan gigi susunya yang rapi.

Senyuman yang mencipatakan lesung pipi pada sebelah kanannya.

Dilihat dari manapun, anak ini benar-benar manis. Rambut pirangnya sangat cocok dengan wajahnya yang begitu cantik.

“Anak pintar.” Untuk pertama kalinya Saira mengusap kepala Cecilia.

“Telus di sekolah, mama belajal apa? Apa yang Mama belum bisa?”

Akhirnya sepanjang sore hari itu, Saira habiskan dengan mendengar celotehan-celotehan Cecilia yang tiada habisnya. Tingkat rasa penasaran anak itu, memang masih sangat tinggi. Hingga akhirnya Cecilia capek sendiri dan berakhir tertidur pulas pada pangkuan Saira.

Pendekatan yang cukup pesat untuk pertemuan pertama, saking pesatnya sampai-sampai Cecilia tidak mengizinkan Saira pergi dari rumah ini. “Kalau Mama pelgi, aku juga akan ikut sama Mama,” ancamnya saat itu.

Saira tidak memiliki pilihan lain selain mengalah.

***

“Memangnya kamu gak ke Rumah Sakit? Kenapa masih disini?” tanya Alvaro yang baru saja memasuki kamar anaknya.

Sore tadi Susi menghubunginya, memberitahukan bahwa Saira tengah berada di rumah bersama Lia. Maka dari itu dirinya sengaja pulang terlambat hanya demi menunggu Saira pulang. Ia merasa tidak enak jika harus bertemu orang asing di rumah, terlebih ini Perempuan.

Tapi ternyata dugaannya salah. Saira justru masih ada. Duduk di pinggir ranjang, membenarkan posisi selimut yang membungkus tubuh Cecilia.

“Itu … Tadi anakmu gak mau kutinggal,” jawab Saira sedikit tidak enak hati.

Alvaro menghembuskan napas kasar. “Lain kali tinggal saja, jangan terlalu menuruti keinginannya.”

“Aku gak tega,” lirih Saira dengan tatapan yang sudah terkunci kembali pada anak itu.

“Yasudah, tapi lain kali, jangan terlalu menurutinya, gak baik.”

Kenapa?

Inginnya Saira bertanya seperti itu, tetapi anggukan dari kepala seakan mengkhianatinya. “Iya,” ucapnya menurut.

Sekeliling rumah memang hening, dan saat ini waktu sudah menunjuk pukul 10 malam.

Susi sudah pergi seusai makan malam, katanya mau mempersiapkan beberapa barang untuk keperluan berkunjung ke kediaman Dea esok hari.

Sementara Oma … mungkin saat ini sudah tidur. Karena, begitu Susi pergi, ia langsung pamit ke kamarnya dengan alasan mengantuk.

Setidaknya sekarang Saira jadi tahu, kalau Alvaro ternyata masih tinggal bersama Ibunya.

“Kalau begitu aku pulang dulu,” ujar Saira seraya mengenakan tas selempang yang sebelumnya ia ambil dari atas nakas.

“Pulang dengan apa?”

“Aku akan pesan taxi online.” Saira memamerkan ponsel yang baru saja dikeluarkan dari dalam tasnya.

“Biar sopirku saja yang mengantarmu.”

Perempuan itu terdiam, seakan memikirkan sesuatu. Kemudian berucap. “Yasudah. Makasih sebelumnya.”

“Ya.”

“Mama mau kemana?”

Belum juga kaki Saira bergerak satu langkahpun, suara anak kecil malah sudah terdenger. Ia menatap Alvaro, meminta Lelaki itu saja yang menjawabnya.

“Mama?” Bukannya menjawab, Alvaro malah menanyakan hal lain.

Bagaimana bisa Saira melupakan hal yang satu itu.

“Itu…,” Saira salah tingkah.

“Kenapa Cecilia memanggilmu Mama?”

Suara Alvaro berubah. Terdengar lebih dingin dari percakapan sebelumnya. Hal tersebut semakin membuat perasaan Saira tidak menentu.

“Kenapa gak boleh. Kan ini Mamaku.” Anak itu sudah turun dari ranjang dan memeluk pinggang Saira dengan erat. Bahkan bersikap normal, tidak seperti seseorang yang bangun tidur.

Saira merasa heran. “Kok bangun lagi? Atau jangan-jangan ... kamu sebenarnya gak tidur, ya?”

“Tidul kok, Ma...," jawab anak itu memelas dengan mata sipitnya yang mengerjap lucu.

“Dia suka kebangun kalau nyium aroma parfumku,” jelas Alvaro sedikit menghilangkan kebingungan yang terlihat dari wajah Saira.

“Boong Ma. Itu bukan aloma palpum, itu bau kelinget Papa.” Cecilia seakan meluruskan dengan menautkan kedua alisnya.

“Oke—oke. Iya, bau keringat—iya.” Alvaro mengangkat tangan seakan menyerah.

“Tadi aku terlalu buru-buru, jadi lupa. Harusnya sebelum masuk kamar ini, aku mandi dulu. Kalau enggak, ya gini resikonya. Dia pasti kebangun,” lanjutnya. menjelaskan pada Saira.

Buru-buru? Kenapa buru-buru? Untuk memastikan apakah aku masih ada atau sudah pergi? Begitu?

Saira perang batin sendiri.

“Makanya sana, Papa mandi dulu.”

“Gak mau. Sebelum kamu jawab, kenapa manggil Tante Saira, Mama? Siapa yang nyuruh?”

“Oh … Jadi nama Mama, Saila?” Bukannya menjawab pertanyaan Papanya, anak itu justru menanyakan hal lain dengan mendongak pada Saira.

“Cecilia! Lihat Papa.”

Belum sempat Saira menimpali perkataan anak kecil itu, Alvaro malah sudah menginterupsi. Ditambah dengan nada suara yang lebih tegas.

“Alvaro. Bisa kita bicara sebentar?”

Saira tahu. Sangat-sangat tahu, memanggil Lelaki itu dengan namanya saja memang tidaklah sopan. Terlebih usia mereka terpaut cukup jauh. Tapi dia tidak memiliki pilihan, selain menghentikan Lelaki itu agar tidak memarahi anaknya.

“Gak. Kamu jelasin dulu, kenapa dia memanggilmu Mama?” tunjuk Alvaro pada Cecilia.

“Iya. Aku akan jelaskan. Tapi gak disini.” Saira memberi kode lewat gerakan tangan dan matanya. Bagaimanapun juga tidak enak jika harus menjelaskannya di depan anak kecil.

Namun sepertinya Lelaki itu tidak mengerti. Buktinya dia malah berkata, “Gak. Aku mau disini. Supaya anak itu tahu juga.” Dengan nada keras kepalanya.

“Ayolah. Tolong ikut aku.” Mau tidak mau, Saira menarik Alvaro secara paksa.

“Lia, tunggu disini dulu ya, sebentar saja.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   57. Cuek Tapi Perhatian

    Saira benar-benar merealisasikan niatnya. Ia mengurung diri di kamar tamu dan menggunakan hormon kehamilan sebagai alasan. “Sepertinya Mama kalau ketemu orang akan mual-mual, jadi sebaiknya Mama menyendiri dulu,” begitulah yang Saira jelaskan pada Cecilia.Sebelum itu, ia menyempatkan mengambil beberapa barang yang sekiranya di perlukan dari kamar Alvaro. Seperti handphone dan pakaian ganti. Untuk keperluan mandi dan alat kebersihan lainnya, Saira tidak khawatir. Karena dalam toilet di kamar mandi ini sudah tersedia fasilitas yang lengkap.“Seenggaknya kalau kamu gak mau ketemu sama Mas, jangan biarkan dirimu kelaparan,” suara Alvaro berhasil mengembalikan kesadaran Saira pada saat ini.Suaminya itu sudah sedari tadi mengetuk pintu kamar, untuk menawarkan makan dengan memanggil nama Saira berulang kali. Benar-benar nama, bukan panggilan Sayang seperti biasanya. Hal tersebut membuat perasaan Saira semakin hancur.Apakah kehamilannya ini benar-benar berpengaruh buruk bagi perasaan Alvar

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   Bab 56. Ingin Menghindar

    “Lia?” Alvaro memanggil seraya mengetuk pintu kamar Putrinya.“Iya, Papa?”“Ada Mama di dalam?”“Ada. Tapi… Mamanya tidul.” Cecilia sendiri tidak mengerti apa yang terjadi dengan Mamanya. Yang jelas, ketika masuk, Perempuan itu langsung memintanya untuk mengunci pintu kamar.“Mama ingin istirahat tanpa diganggu orang lain,” begitulah tuturnya.Benar saja, setelahnya Saira langsung naik ke atas ranjang dan menutupi sebagian tubuhnya dengan bedcover. Cecilia ingin bertanya, tapi tidak tega. Karena sepertinya Mamanya itu benar-benar tengah kelelahan. Terlihat dari wajahnya yang sayu dan pucat.“Bisa buka pintunya sebentar? Papa ingin melihat kalian.” Lagi-lagi Alvaro mengakhiri perkataan dengan mengetuk pintu.Hening untuk sesaat sampai kemudian pintu kamar terbuka perlahan, memperlihatkan Cecilia di baliknya. Anak itu berujar, “Hanya lihat saja kan? Papa gak akan belisik kan?”Namun Alvaro tidak menimpali, karena lebih memilih mengutarakan pertanyaan lain. “Lia sedang apa?”“Main lumah-

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   55. Trauma Masa Lalu

    “Iya, Mas. Sepertinya… aku hamil.” Saira refleks menyentuh perut ratanya, dengan tersenyum kecil. Tetapi hanya sesaat karena senyumnya kembali memudar begitu menyadari bahwa Alvaro tidak bereaksi sama sekali. Laki-laki itu hanya menatap Saira dengan mimik yang tidak terbaca. Ada apa? Apakah Suaminya itu tidak bahagia dengan kabar kehamilannya ini? “Kenapa Mas?” Alvaro gelagapan sebelum menimpalinya. “Ah… Gak apa-apa. Mas hanya sedikit terkejut saja. Mas lupa kalau kita selalu melakukannya tanpa pengaman ya?” Saira mengernyit, menatap sang Suami yang tertawa hambar. “Mas gak bahagia?” tanyanya kemudian. “Bukan gak bahagia Sayang. Hanya saja, ini diluar prediksi Mas. Harusnya kita merencanakannya dahulu kan? Paling enggak setidaknya sampai kamu benar-benar siap.” ‘Aku sudah siap, Mas. Dan aku sangat bahagia dengan kehamilan ini.’ Harusnya Saira mengatakan kalimat tersebut, tetapi kenapa ia justru mundur beberapa langkah—seakan menjauh, padahal Alvaro tidak bergerak sama sekali.

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   54. Kamu? Hamil?

    Ketika pulang sekolah, Cecilia mengutarakan keinginannya pada Alvaro. “Kedepannya Mama gak pelu nungguin aku di sekolah lagi, aku mau belajal mandili,” tuturnya.Alvaro melirik sang Istri, mencari jawaban. “Benarkan? Secepat itu kamu mengerti maksud Papa?” dengan ucapan yang lebih ditujukan untuk sang anak.“Kan bial Mamanya bisa istilahat, bial sakitnya sembuh total. Kasian kalau setiap hali, Mama halus muntah-muntah telus di sekolah.”“Kamu sakit lagi? Kenapa gak bilang Say?” Sebelah tangan Alvaro sudah menyentuh pipi Saira.“Aku gak apa-apa Mas, keadaannya gak separah itu. Kebetulan saja tadi Lia nyamperin aku pas lagi muntah-muntah, jadi terkesan memprihatinkan,” ada jeda sebelum Saira melanjutkan. “Padahal aku biasa-biasa saja kok, Mas juga bisa rasain sendiri kan. Suhu tubuhku masih normal. Sepertinya aku hanya kurang cocok berada di lingkungan sekolah lama-lama.”“Yasudah. Untuk sementara waktu Lia diantar sama Pak Mamat dulu ya?” Pak Mamat merupakan Sopir kepercayaan Alvaro, y

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   53. Mual Lagi?

    Alvaro benar-benar berhasil merubah mood Putrinya. Cecilia yang biasa ceria pergi ke sekolah, kini berwajah murung. Meski Saira masih mengantarnya, tetap saja anak itu kepikiran dengan kata-kata sang Papa.Kenapa ia harus pergi sendiri?Apakah Papanya tidak takut putrinya kenapa-napa kah?Pikiran-pikiran seperti itu yang berkecamuk dalam pikirannya.“Sudah, perkataan Papa jangan terlalu dipikirin ya? Kan yang paling penting, Mama tidak setuju dengan keputusannya.” Sebelum anak itu memasuki kelasnya, Saira menyempatkan berpesan demikian.“Tapi Papa benal, aku halus belajal mandili. Cuma belum siap aja kalo mandilinya sekalang-sekalang. Aku masih takut.”“Yasudah, kan Mama bilang gak apa-apa. Untuk saat ini, kita tetap bareng-bareng, ya?” jika sebelumnya Saira mengusap kepala anak itu, kini berganti dengan menjawil dagunya. “Udah sana. Belajar yang pintar. Mama akan nunggu di depan.”Beberapa jam kemudian, barulah Saira menghubungi Alvaro untuk mengadukan semuanya. “Kalau dia kedepannya

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   52. Perdebatan Kecil Mengenai Sekolah

    Foto-foto yang Anwar tunjukkan memang berisi chat-chat ancaman. Tetapi bukan Alvaro yang melakukan, melainkan orang suruhannya. Bukan reaksi seperti ini juga yang Alvaro harapkan. Ia ingin Anwar turut memperingatkan Dea, bahwa setiap kejahatan yang dilakukannya akan memiliki dampak yang buruk.Lagipula ancamannya masih wajar. Alvaro hanya akan membuat bisnis keluarga Dea hancur perlahan-lahan. Itupun baru gertakan, belum benar-benar melakukannya. Dan tidak akan pernah melakukannya.Apa karena sebuah kehamilan, maka kesalahan seseorang dapat dibenarkan?Sebelum keluar dari mobil, Alvaro menyembunyikan foto-foto dari Anwar tersebut supaya Saira tidak melihatnya. Jika istrinya tahu, Alvaro masih mengusik Dea—meski secara tidak langsung, bisa-bisa Saira menceramahinya lagi.“Papa!” Cecilia yang pertama kali menghampiri seraya berlari dengan merentangkan tangan dan berakhir memluk pinggang sang Papa.Di belakangnya Saira menyusul, padahal beberapa saat lalu Perempuan itu terlihat masih men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status