Home / Romansa / Ibu Sambung Untuk Anak Presdir / Bab 9 - Tidur Bersama?

Share

Bab 9 - Tidur Bersama?

Author: Yadika Putri
last update Last Updated: 2025-07-11 19:45:53

Suara samar-samar dari kamar sebelah membuat Alvaro tidak dapat memejamkan matanya. Padahal berbagai posisi sudah coba dilakukan. Memeluk Cecilia sudah. Tidur terlentang sudah. Meringkuk seperti janin pun juga sudah. Namun tidak ada yang berhasil.

Pada Akhirnya Lelaki itu memutuskan turun dari ranjang, untuk melihat-lihat sekeliling kamar Saira. Terkesan tidak sopan, tetapi mau bagaimana lagi? Alvaro bingung karena tidak ada ponsel yang dapat dimainkannya.

Kamar ini tidak begitu luas, hanya berukuran 4x5 meter. Begitupun dengan barang-barangnya. Cuma terdapat sebuah lemari yang berisi pakaian, mungkin? Kemudian di sebelahnya terdapat sebuah meja rias yang turut memajang beberapa foto Saira.

Ada yang bersama keluarga, namun kebanyakan foto-foto Saira sendiri pada saat masih sekolah. Memang tidak mengenakan seragam, tetapi dari wajahnya yang masih polos sudah cukup menjelaskan.

“Cantik,” gumam Alvaro tanpa sadar.

Istrinya itu benar-benar cantik. Entah dalam keadaan mengenakan makeup, ataupun polosan seperti beberapa saat lalu. Penampilannya yang sederhana, semakin memancarkan aura cantiknya. Belum lagi rambut sepunggungnya yang digerai, seakan menambah daya tariknya tersendiri.

“Pantas saja Anwar tergila-gila,” Alvaro mangut-mangut seorang diri.

Bahkan bisa-bisanya kemarin Alvaro keceplosan, memuji Saira cantik secara langsung. Seolah-olah dirinya seorang Pria yang suka membual.

“Tidak—tidak.” Alvaro menggeleng tegas. “Dia biasa saja, Al. Saira tidak secantik itu.”

Bilangnya biasa saja, tapi tangannya justru sudah mengambil salah satu foto Saira. Disana Istrinya itu, ralat—perempuan yang akan jadi penjaga Cecilia itu, tengah tersenyum lebar dengan mengacungkan dua jari tangannya.

“Heran, orang-orang kok suka banget pose dua jari.” Meski begitu, Alvaro juga turut mengangkat tangan, meniru gaya Saira.

“Tidak begitu sulit ternyata,” tuturnya meremehkan seraya meletakkan kembali foto tersebut.

Tunggu. Tidakkah ada yang aneh?

Dari banyaknya barang yang ada, kenapa dia tidak menemukan jejak-jejak Anwar? Kenapa tidak ada satu fotopun yang menampilkan Anwar disini?

“Katanya pacaran 3tahun, kok gak ada tanda-tandanya? Sebenarnya mereka niat pacaran atau tidak?” entah sampai kapan Alvaro akan bermonolog.

“Ya Tuhan.” Alvaro terkejut, mendapati jam yang sudah menunjuk pukul 3 pagi. Laki-laki itu mendesah, sedikit menyesal. Karena telah menghabiskan waktu dengan tidak jelas.

Andai tadi langsung tidur, setidaknya ia menggunakan beberapa jam yang berjalan dengan istirahat.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Alvaro pun masuk kembali dalam selimut, sampai memeluk anaknya. Yang beberapa detik kemudian, sudah berganti posisi kembali.

Terlentang. Menghadap kanan. Menghadap sisi kiri, seiring dengan ucapan Oma yang menghantui pikirannya.

‘Jangan bikin malu di rumah mertuamu nanti.’

‘Jangan bikin malu, Al,’

‘Di rumah mertuamu, Al….’

“Ash sial!” Lelaki itu menyibak selimut dengan kasar, sampai terduduk kembali. "Ini lagi, kenapa harus datang sekarang." Kemudian meringis pelan dengan memegangi perut bagian bawah.

“Toiletnya dimana coba?”

***

“Sai…,” Alvaro memanggil diikuti ketukan pelan pada pintu kamar.

Ia harus pergi ke toilet, dan setidaknya harus meminta izin pada pemilik rumah. Lagipula dirinya tidak tahu dimana letak toiletnya, akan tidak sopan jika langsung nyelonong kesana-kemari.

“Saira….” Sekali lagi Lelaki itu mencoba. Namun siapa yang akan terbangun dengan panggilan sepelan itu? Kecuali….

“Nak, Alvaro?”

… Kecuali Ayah Saira yang kini sudah berdiri di belakangnya dengan heran. Sejauh ini, hanya Bimolah satu-satunya orang yang memanggil Alvaro dengan embel-embel ‘Nak’ tanpa peduli sudah setua apa menantu barunya itu.

“Eh … Bapak?” Alvaro berbalik canggung, tetapi wajahnya meringis.

“Kamar Saira di sebelah sini, Nak.” Bimo meluruskan, takutnya Alvaro memasuki kamar yang salah.

Padahal masalahnya bukan itu. Alvaro menggeleng samar. “Saya butuh ke toilet, Pak,” tuturnya kemudian.

“Ooh itu ... Toiletnya ada di belakang.” Seraya menunjuk ke arah dapur. “Mau Bapak antar?” tanyanya dengan kebingungan yang masih tersirat dari wajahnya.

“Gak perlu Pak, saya bisa pergi sendiri. Dan … mengenai kehadiran saya disini, akan saya jelaskan nanti. Permisi Pak.” Alvaro langsung pergi, tanpa menunggu jawaban Bimo.

Entah berapa lama ia di toilet. Yang jelas, begitu kembali, tahu-tahu kedua orangtua Saira beserta Sairanya sudah duduk di ruang tamu. Alvaro mendekat setelah mendapat kode dari sang Istri supaya duduk di sebelahnya.

“Aku sudah menjelaskan semuanya pada Ibu dan Bapak,” ujar Saira lebih tertuju pada Alvaro.

Lelaki itu mengangguk sekilas, sebelum berujar. “Sebelumnya saya ingin meminta maaf, karena datang tanpa memberitahukan apa-apa. Karena—“

“Tidak apa-apa Nak, justru Bapak yang seharusnya minta maaf, karena tidak ikut menyambut kedatanganmu.” Bimo menyela, membuat Alvaro dapat sedikit tersenyum lega. Lagipula itu bukanlah masalah baginya.

“Boleh Ibu bicara?” Anita turut bersuara.

“Boleh, Bu. Silakan.”

“Apa yang mau Ibu bicarakan?” Berbeda dengan Alvaro yang menjawab santai, justru Saira menyela penuh antisipasi. Firasatnya selalu tidak enak, jika Ibunya berbicara dengan mimik wajah yang serius.

“Jujur, Ibu kurang suka melihat kalian yang tidur terpisah seperti tadi.”

Refleks, Alvaro dan Saira saling melempar pandang dengan Saira yang menggeleng pelan. Perasaan tadi situasinya tidak seperti ini.

Perempuan itu juga yang pertama menimpali. “Tapi kan Ibu tahu sendiri, kalau pernikahan kami—“

“Begini Nak, jangan salah paham dulu.” Bimo memotong ucapan Saira, namun perkataan dan tatapannya lebih tertuju pada Alvaro. “Bapak tahu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk kita bicara. Tapi Bapak tidak memiliki kesempatan, selain sekarang. Jika nunggu esok hari, Cecilia pasti sudah bangun. Akan kurang tepat jika bicara dihadapannya.”

“Iya, Pak. Tidak apa-apa. Bapak bisa bicara sekarang.” Lelaki itu masih dapat bersikap tenang.

“Sebenarnya … semakin kesini, Bapak semakin tidak enak memikirkannya. Apa Putri Bapak tidak selayak itu untuk diperistri?”

“Maksud Bapak?” tanya Alvaro tidak mengerti yang sesekali melirik sang Istri.

“Apa Saira tidak pantas untuk menjadi Istri Nak Alvaro yang sesungguhnya?”

“Bapak….” Saira merengek, berharap Ayahnya berhenti mempermalukannya. Seolah-olah Saira sangat membutuhkan pengakuan dari statusnya tersebut.

“Bukannya kami tidak pandai bersyukur, tetapi pernikahan itu tidak menguntungkan apa-apa untuk Putri kami. Nak Alvaro hanya membantu biaya pengobatan Istri Bapak. Yang dimana suatu saat Bapak bisa melunasinya. Itupun jika itungannya dijadikan hutang-piutang. Lalu keuntungan untuk Saira apa?”

“Pak, udah dong, kenapa Bapak jadi seperti ini?” Saira sudah bangkit, berdiri disamping sang Ayah dengan mengguncang bahunya perlahan. Perasaan pada awal kesepakatan Ayahnya itu setuju-setuju saja dengan keputusan Saira.

“Apa Nak Alvaro memiliki kekasih?” Siapa yang mengira Anita akan berani menanyakan hal tersebut.

“Ibu juga … Tolonglah.” Saira sudah menghentakkan kaki. Ia malu. Benar-benar malu.

“Tidak Bu. Jika saya memilikinya, mana mungkin saya berani menikahi Saira.” Lebih tidak menyangka lagi pada Alvaro yang menjawab dengan sesantai itu diikuti dengan kekehan pelannya.

“Sedangkan mengenai kelayakan Saira menjadi istri, saya belum tahu. Tetapi untuk masalah tidur bersama, mungkin Bapak sama Ibu bisa tanya sendiri pada anaknya. Apakah keberatan atau tidak?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   34. Menyuap

    Rencana sekolah yang Alvaro ajukan, berdampak baik pada komunikasinya dengan sang anak. Berkat itu, Cecilia jadi sedikit percaya lagi dan yang lebih penting mengizinkan Alvaro berdekatan dengan Saira kembali.Setidaknya Alvaro tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi jika ingin bertemu dengan Istrinya itu.“Jadi dari banyaknya sekolah tadi, kira-kira Lia sukanya yang mana?” Saat ini Alvaro duduk di ranjang Cecilia dengan sang anak berada dalam pangkuannya. Keduanya cukup serius melihat-lihat gambar dari ponsel milik Alvaro.“Bingung Papa. Semuanya bagus-bagus." Kedua alis anak itu berkerut samar, seolah tengah dihadapkan sama pilihan yang sulit.“Ambil yang paling dekat saja Mas,” Saira yang baru selesai sarapan turut masuk dalam obrolan.Sejak Alvaro masuk kamar Cecilia dari setengah jam yang lalu, Perempuan itu memang langsung menyibukkan diri dengan merapikan tempat tidur kemudian pamit ke bawah untuk sekedar membantu Rossa menyirami tanamannya sekalian sarapan juga.“Karena setelah kupi

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   33. Membahagiakan Cecilia

    Alvaro mengundang keluarga Saira, untuk hadir di acara ulang tahun perusahaan yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Itulah yang Laki-laki itu bicarakan kepada Bimo lewat sambungan telepon, dengan Saira yang setia mendengarkan obrolan-obrolan keduanya.Perempuan itu menguping hanya takut Alvaro mengatakan hal-hal yang sekiranya akan membuat Saira malu. Tapi syukurnya tidak.“Terima kasih ya Pak, saya akan sangat menunggu kehadiran Bapak sekeluarga disana.” Ini suara Alvaro“Iya Nak, sama-sama,” Bimo langsung menimpali.Beruntungnya suami Saira itu sedikit mengeraskan volume panggilan, hingga Saira masih dapat mendengar jawaban dari seberang.“Kalau begitu saya tutup dulu teleponnya, atau Bapak mau bicara kembali dengan Saira?” Alvaro melirik sang Istri yang ternyata sudah menggeleng dengan melambaikan tangan seakan ia sudah tidak perlu berbicara apa-apa lagi dengan Sang Ayah.“Oh, gak usah Nak. Ini sudah cukup malam, sebaiknya kalian Istirahat saja. Bapak masih bisa berbicara denga

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   32. Appetizer

    Di seberang panggilan, Saira masih sibuk berbincang dengan Cecilia. Sementara Alvaro diam-diam mencari sekolah yang sekiranya cocok untuk usia anaknya saat ini. Ternyata sudah banyak, bahkan sekolah khusus anak 2tahunan juga ada.Kenapa ia baru tahu? Ada sekolah untuk anak sekecil itu. Memang apa yang bisa dipelajari oleh anak 2tahunan?Mengenai sekolah sebenarnya Alvaro juga sudah kepikiran. Tapi, niatnya nanti akan menerapkan metode home schooling saja. Karena tidak siap jika harus membiarkan anaknya beraktivitas di luar rumah. Terlebih pada saat itu Alvaro belum memiliki seseorang yang bisa dipercaya.Setelah memiliki Saira, sepertinya ia tidak perlu merisaukan apapun. Alvaro percaya, Istrinya itu akan melakukan yang terbaik. Meski Saira hanya sebatas Ibu sambung, atau Ibu tiri, atau apapun itu, Alvaro yakin perempuan itu memiliki kasih sayang yang tulus.“Hallo Mas….”Alvaro tersenyum, mendengar bisikan dari dalam ponselnya.“Iya Sayang, Mas masih di sini. Gimana? Lia sudah tidur?

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   31. Kasmaran

    “Mamanya lagi makan, Papa.” Jawaban dari sang anak membuat perasaan Alvaro mencelos seketika. Jika hanya sedang makan, kenapa Cecilia seakan enggan menjawab pertanyaannya dari tadi? Alvaro mengembuskan napasnya dengan gusar, kemudian berjongkok—mensejajarkan tinggi dengan sang anak untuk merengkuhnya dalam pelukan. “Maaf. Papa hanya takut Mama kenapa-napa,” ujarnya disertai menepuk punggung anak itu dengan pelan. “Biasanya kan Lia selalu sama Mama, ini enggak. Jadi Papa sedikit khawatir saja tadi.” Tidak ada sahutan, bahkan anak itu tidak membalas pelukan karena sudah menunduk, mencoba menyembunyikan tangisnya. Dari awal pun dirinya bukan tidak mau menjawab, namun bingung mau menjawab apa. Jika langsung menjawab Mama Saira sedang makan. Pasti Papanya langsung menyusul ke bawah. Tetapi jika Cecilia berbohong dengan mengatakan Mama Saira sedang di toilet atau sedang melakukan kesibukan yang lain, pasti Alvaro akan marah. Laki-laki itu sendiri yang selalu mengingatkan supaya Cecili

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   30. Gara-gara Bekas Gigitan

    Pintu kamar mandi terbuka, disusul dengan kemunculan Cecilia dan Saira yang sudah selesai dengan kegiatan berendam bersamanya.Si anak keluar dengan mengenakan jubah mandi orang dewasa, hingga badan kecilnya itu hampir sepenuhnya tertutup, menyisakan kepalanya saja. Sementara Saira, sudah berpakaian lengkap hanya kepalanya saja yang tertutup handuk.“Utu utu utu … Anak kunti dari mana ini. Lucu sekali.” Alvaro hampir mendekat untuk sekedar mencubit kedua pipi anaknya yang sangat terlihat menggemaskan jika dalam mode marah seperti ini. Lihatlah rambut pirang setengah basah, yang dibiarkan kusut begitu saja. Belum lagi jubah mandi raksasa berwarna putih, yang semakin mendukung Alvaro untuk memanggilnya anak kunti.Siapa sangka, Cecilia langsung menghindar dengan berpindah ke depan Saira. Ia rasa, penjagaan kepada Mama Sairanya harus lebih diperketat dari waktu-waktu sebelumnya.“Oh, kamu masih marah ni sama Papa karena tadi gak sengaja liat Mama mandi, begitu? Papa gak liat apa-apa, ser

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   29. Drama Pagi Di Kamar Mandi

    Tangis Cecilia sempat reda, ketika melihat Saira yang baik-baik saja.Ternyata Papanya benar, wanita yang ia cari tengah mandi. Tapi kenapa mandi sendiri? Kenapa tidak menunggu dirinya? Kenapa tidak mandi di kamar mandinya? Alhasil pemikiran-pemikiran tersebut berhasil membuat matanya memerah kembali.“Mama Saila kok mandi di sini?”“Kamu mau ikut mandi juga? Sini….” Saira coba membujuk dengan merentangkan tangannya.Biasanya ia dan Anak Sambungnya itu memang suka mandi bersama hingga Saira tidak canggung lagi untuk memperlihatkan tubuhnya di hadapan anak itu.Anak itu menggeleng. “Nanti Papa malah.” Karena seingatnya, Alvaro memang tidak suka jika Cecilia menggunakan barang-barang miliknya.Terlebih, Alvaro sudah memenuhi semua kebutuhan anak itu. Jadi tidak ada alasan Cecilia untuk menggunakan milik orang lain.Sementara, Laki-laki yang dibicarakan sedang pergi ke kamar Cecilia untuk mengambil pakaian Saira.“Enggak. Papa gak akan marah, nanti Mama yang bantu bilang sama dia, ya? Ay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status