Share

Ternyata

"Antrian loket dua customer service,nomor antrian dua puluh satu," suara mesin panggilan antrian terdengar. Lintang dengan senyum ramahnya menyambut nasabah yang duduk dihadapannya.

"Nggak usah senyum-senyum tang, tolongin gue, kartu ATM gue ketelen," ucap seorang dihadapannya.

"Gue mau dapet point, jadi harus senyum dong," ucapan Lintang tertahan karena ia berbicara sambil tersenyum.

"KTP lo Edo ...." ia masih dengan ekspresi yang sama. Edo, tetangga sekaligus sepupu kandungnya nyengir sambil memberikan kartu tanda penduduk miliknya. Lintang lalu memprosesnya.

"Tang,"

"Ya, Bapak Edo."

"Boss gue yang baru, si Galaksi," ucapan Edo membuat senyuman Lintang memudar dari wajahnya.

"Apa hubungannya sama gue?"

"Ada, lah. Banget malah."

"Kemaren gue ketemu dia di supermarket, sama anaknya." Lintang sedikit memberikan informasi.

"Iya, sudah satu anaknya. Cewek, di bawa masa, ke kantor kemarin," sambung Edo.

"Ok. Ada lagi yang bisa dibantu bapak Edo ...." senyum palsu kembali diperlihatkan Lintang.

"Nggak. Makasih Mbak Lintang, senyumnya, manis bangettt ...." ledek Edo. Lalu berjalan keluar bank tempat Lintang bekerja.

Ada hubungannya apaan sama gue,sama-sama udah nikah. Iyalah, dia udah ada hasilnya, gue boro-boro. Udah ditinggal pergi duluan.

Lirih Lintang dalam hati. Ia kembali fokus bekerja. Melupakan kesedihan kehilangan suaminya setahun lalu karena sakit yang diderita.

Lintang merasa terpukul, karena ia mulai menyayangi suaminya itu walau saat nikah, ia tidak ada perasaan apa pun. Ia dan suaminya menikah karena sang suami didiagnosa sakit keras. Lintang yang mudah iba, setuju untuk menikahi pria tersebut hingga akhirnya takdir tetap memanggilnya pergi.

***

Lintang dan teman satu pekerjaannya berjalan keluar bank tempat bekerja dengan membawa tas kecil berisi dompet dan ponsel. Kantin gedung tempat ia bekerja memiliki kantin yang luas. Semua pekerja gedung itu akan berbondong-bondong makan siang ke kantin.

"Pindang iga enak kayaknya," ucap teman Lintang bernama Vanka itu.

"Gue juga, deh. Gue cari tempat ya, lo pesen," ucap Lintang sambil celingukan cari tempat kosong. Setelah beberapa saat, ia menemukan tempat yang kosong. Ia berjalan dan duduk ditempat itu.

Vanka tidak lama datang membawa nampan berisi pesanan mereka. Lintang tersenyum.

"Mari makan …," ucap Lintang. Ia lalu berdoa dan mulai mencicipi makanannya. Sayup-sayup terdengar obrolan dari arah belakang tentang karyawan baru dikantor mereka, boss baru tepatnya.

Lintang makan dengan kuping stand by menguping. Vanka yang asik dengan makanannya tidak perduki.

"Iya, boss kita itu kasian, ditinggal pergi sama bininya. Anaknya satu nggak dibawa, gue pepet aja kali ya," ucap perempuan di belakang Lintang.

"Gila lo. Tunangan lo mau dikemanain. Lagian mau aja si boss dititipin anak. Suruh aja mantan istrinya bawa. Gue sebagai laki-laki nggak mau ah kalo di posisi dia," ucap teman lainnya.

"Gue denger, si boss kita itu sayang banget sama anaknya. Dan nggak tega kalau nanti malah nggak diurus bener-bener sama mantan bininya itu."

"Ah gila si. Masih dua puluh sembilan, udah jadi manajer muda, ganteng,tapi duda anak satu. Gue mikir lagi deh mepet dia lagi apa nggak."

"Gue lupa. Siapa sih namanya?"

"Galaksi."

Lintang terbatuk-batuk. Vanka menyodorkan es jeruk ke hadapan Lintang.

"Kenapa, Tang?" tanya Vanka.

"Pedes. Pedes banget ini. Aduh ...!" Lintang kembali minum es jeruknya.

Ia lalu mengatur napas dan mencerna percakapan manusia-manusia yang duduk di belakangnya.

Galaksi, duda, pantesan kemarin nggak kelihatan istrinya. Kasian anaknya, jahat banget si tuh betina. Eh tapi, nama Galaksi kan banyak. Bukan Galaksinya gue, eeehhhh ...

Lintang menepuk kepalanya sendiri. Vanka menatap heran.

"Pusing? Mau gue ambil obat nanti, Tang?" Vanka memegang kening Lintang. Lintang menggeleng sambil terkekeh.

Temannya ini pintar dalam pekerjaan, tapi suka loading lama untuk hal sekitar. Terlalu polos. Tapi Lintang sayang dengan Vanka, karena baik dan asik berteman dengannya.

***

Lintang dan Vanka berjalan kembali ke dalam gedung tempat mereka bekerja sambil sesekali sibuk membahas lagu-lagu korea terbaru.

"Gue suka yang lama, Van, yang baru belum nyantol, kecuali beberapa aja sih."

"Lo sih, ratu tembang kenangan," ledek Vanka sambil terkikik.

"Lilin!?" Sosok Galaksi sudah berdiri dihadapannya. Lintang diam.

"Eh, hai, Lak," jawab Lintang.

"Kerja di bank ini?" Galaksi menunjuk ke name tag yang dipakai Lintang. Lintang tersenyum.

"Lo di sini juga?" tanya Lintang balik.

"Iya. Lantai delapan. Baru seminggu. Sekantor sama Edo, dunia sempit ya, Lin."

"Enggak si. Biasa aja," jawab Lintang datar. "Lo mau ke mana?" Lintang bertanya sambil mengangkat dagu ke arah Galaksi.

"Ke bank. Mau ketemu kepala unit."

"Oh, Bu Ajeng, nanti lima belas menit lagi," ucap Lintang.

"Iya. Gue nunggu di dalam aja," ucap Galaksi sambil tetap berdiri dihadapan Lintang dan Vanka.

"Yaudah masuk sana. Gue mau siap-siap juga. Yok, Van." Lintang menggandeng Vanka yang diam kebingungan.

"Lintang!" Panggil Galaksi. Lintang menoleh. Hanya senyuman yang Gakaksi tampakan ke arah Lintang. Lintang diam tak menggubris.

***

"Jadi ketempat Adjie, Tang?" tanya Vanka. Lintang mengangguk sambil mengganti seragam tempatnya bekerja dengan celana panjang dan blouse hitam.

"Salam buat Adjie ya, gue nggak bisa ikut," ucap Vanka.

"Salam apa?"

"Apa aja. Sepupu lo gemesin banget tau tang ...."

"Masih anak kuliahan itu Vanka. Aduh tante..." ledek Lintang.

"Yaelah Tang,beda dikit doang, restuilah"

"Ogah. Emaknya sangar. Gue takut dipecat jadi keponakan nanti." Lintang membuka sanggul keong dan menggerai rambut panjangnya. Lalu ia merapikan sedikit dengan jarinya.

"Wiihhhh so sexy ...!" ledek Vanka.

"Janda keceh ya gue." Lintang membanggakan diri.

"Buruan nikah, biar nggak jadi fitnah. Lo tau banyak laki-laki incer janda macam lo."

"Gue janda terhormat. Bukan janda kegatelan, gue janda ditinggal mati suami. Standar gue tinggi buat nanti seleksi calon suami gue lagi."

"Nah, kalo cowok tadi, siapa, Tang? Kayaknya kok kenal banget sama lo?"

Lintang berjalan keluar ruang locker diikuti Vanka.

"Masa lalu terindah gue." jawab Lintang sambil berjalan keluar gedung lewat pintu samping. Vanka diam. Seperti memikirkan sesuatu.

"Galaksi? Itu cowok sih Galaksi itu?" Teriak Vanka.

"Iyaaaa," jawab Lintang sambil berjalan ke arah halte busway. Aura Lintang membuat beberapa pasang mata seakan menatap lapar kearahnya. Tapi Lintang cuek. Ia memasang earphone dan memainkan lagu-lagu di ponselnya. Tujuannya sepulang kerja, restaurant tantenya.

Ia senang membantu disana atau sekedar duduk untuk menikmati makanan kecil dan mengobrol dengan sepupu-sepupunya yang rajin membantu tantenya itu.

***

Lintang tertawa saat Adjie bercerita tentang dosen wanita sexy yang suka tebar pesona ke Adjie.

"Gue mau pindah tang, asli jijik gue. Udah emak-emak gitu. Hiiii ...." Adjie mengelap gelas yang sudah dicuci dan diletakkan di tempatnya.

"Hahaha, makanya punya muka jangan cakep-cakep banget, muka lo korea banget si. Jadi diincer banyak emak-emak model dosen lo itu, 'kan?"

"Ya kali muka gue beda ama bokap gue. Bokap gue aja Kim. Mana lu," bela Adjie.

"Tuh, temen gue, Vanka, juga ngebet banget sama lo, Jie."

"Ya mending Vanka lah, beda cuma tipis umurnya sama gue."

"Tipis dari uranus. Vanka dua delapan, elo dua dua, mana lu" Lintang menoyor kepala Adjie. Adjie terkekeh geli. "Abang-abang lo mana, kok nggak keliatan" tanya Lintang yang duduk santai di pojok restaurant.

"Lagi sibuk di tatar mami. Bang Bima sibuk merhatiin koki masak, bang Dewa sibuk sama Papi di ruangan, diajarin mengatur pembukuan"

"Lo beruntung bisa kuliah, Jie, nggak kayak abang-abang lo yang lulus SMA langsung ditarik kesini"

"Iya, tapi mami sama papi punya lima cabang ditempat lain. Ini bukan sembarang restaurant tang, abang-abang gue penerusnya. Gue, ogah amat"

"Iya, iya, mantep pokoknya"

Restaurant korean grill and indonesian grill menjadi usaha keluarga tantenya itu. Om dan tantenya sama-sama lulusan perhotelan walau dari negara yang berbeda. Mereka bertemu saat tantenya menjadi mahasiswa yang dikirim ke korea untuk belajar culinary tiga bulan di seoul.

Karyawannya banyak, cita-cita om dan tantenya itu membuat restoran maju dan diwariskan ke anak-anaknya kelak. Hanya Adjie yang tidak mau dan minta kuliah hukum.

Lintang asik memakan edamame, jam menunjukan pukul setengah tujuh malam, ia masih belum berniat pergi.

"Lintang," suara itu membuat lintang tidak jadi memasukan edamame kedalam mulutnya dan mendongak.

"Galak," jawab Lintang. Galaksi tersenyum, ia menarik kursi dan duduk dihadapan Lintang.

"Ketemu lagi" ucap Galaksi sambil tersenyum. Lintang manggut-manggut.

"Take away?" Tanya Lintang. Galaksi mengangguk.

"Sendiri?" Tanya Galaksi. Lintang mengangguk.

"Gue beli buat sarapan besok. Gue nggak akan keburu bikin sarapan."

"Ohhh." jawab Lintang singkat. "Istri lo,nggak bisa bikinin sarapan?"

"Udah pergi" jawab Galaksi.

"Lo--"

"Duda. Gagal pernikahan gue yang waktu itu"

"Gitu," jawab Lintang singkat,lagi.

"Lo apa kabar, Lin?" tanya Galaksi.

"Lintang janda, Om. Baru setahun lalu suaminya meninggal. Tapi belum punya anak. Saudara saya ini siap dinikahi duda keren kaya Om⁶" Adjie menyambar omongan sambil meletakkan pesanan Galaksi.

Lintang melotot ke Adjie yang menjulurkan lidah ke lintang lalu kabur secepat kilat kedapur.

"Serius Lin?" Tanya Galaksi dengan tatapan sendu. Lintang tersenyum masam sambil memasukan edamame ke mulutnya.

"Gue duda, lo janda" ucap Galaksi dengan wajah tak terbaca. Lintang menatapnya dengan satu alis terangkat.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yasmin Amira Prastiawan
ceritanya sangat menarik
goodnovel comment avatar
Sriamah Sriamah
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status