Share

Salah tempat

Author: Rianievy
last update Last Updated: 2023-01-15 20:30:14

"Heh! Harus banget gue dateng ke acara itu. Malas tau nggak sih, itu para orang tua getol banget jodoh-jodohin gue sama anaknya Om Arya. Mentang-mentang gue janda. Nggak deh, gue absen kali ini." Lintang nesu-nesu saat berbicara dengan sepupunya—Meta, melalui sambungan telepon.

"Tang, lo pasti kalau nggak datang, bakal jadi sasaran empuk di pertemuan selanjutnya. Lo mau dua kali lipat jadi bahan gunjingan mereka?" Meta tetap berusaha membujuk Lintang supaya hadir di acara pertemuan keluarga besar ayahnya yang diadakan dua bulan sekali.

"Met, lo nggak inget terakhir kalo gue dateng, apa yang kejadian? Gue dijodoh-jodohin terus, mending kalo yang dijodohin worth it, ini, ah, gitu, deh."

"Namanya orang tua, Tang, nggak baik kalau seorang janda lama-lama sendiri. Bisa jadi fitnah nanti."

"Gue juga tahu, Met, tapi kan gila kali, gue baru beberapa bulan ditinggal meninggalkan, udah aja gitu-gituin."

"Ehm, apa lo bawa cowok aja, Tang, pura-pura jadi pacar lo, biar mereka diem."

"Siapa yang mau gue suruh pura-pura, enggak, ah. Bodo amat. Gue ngga dateng pokoknya." Lintang duduk dengan kesal di dapur minimalisnya sambil membuka laptop karena sedang berselancar mencari sesuatu.

"Lintang, jangan gitu,dong, lo harus wakilin Bapak sama Ibu lo, dong, biar gue ada temannya juga, Tang."

"Ibu sama Bapak lagian ngapain malah pergi jalan-jalan berdua, udah tau keluarganya rempong banget. Meta, nggak mau, ah, gue dateng!" tolak nya lagi.

"Tang… please, gue jemput, nyokap gue juga minta lo dateng, kan. Tante lo sendiri, lo tega gue nanti jadi bahan bulan-bulannya mereka?"

Lintang diam. Ia melirik ke foto keluarga besarnya yang terpajang di dinding ruang tamu. Ia menghela napas."Nasib janda, bisanya apa," jawab Lintang yang akhirnya luluh.

"Yes. Gue jemput, ya, gua sama Aldo, kok, sekalian mau kenalin dia ke keluarga besar kita sebelum lamaran nanti."

"Terus kenapa gue harus dateng Meta!" omel Lintang.

"Biar Aldo nggak mati kutu. Kan kenal sama lo, biar nggak melulu ngobrol sama gue"

"Jahat!" Lintang kesal dengan meta. Meta justru terbahak-bahak. Pembicaraan melalui telepon itu pun berakhir. Lintang kesal tapi mau apa lagi, apalah daya jika permintaan para eyang-eyangnya juga.

***

Lintang sudah duduk di teras rumahnya, menunggu jemputan datang. Ia sibuk membaca chat grup kantor saat sebuah mobil datang dan berhenti di depan pagar. Wajah Meta nyengir sambil melambaikan tangan ke arah Lintang. Lintang mengunci pagar dan masuk ke dalam mobil. Sudah ada Meta, Aldo, dan kedua adik Meta yang juga perempuan.

"Gue mending ketemu nasabah bawel daripada ketemu mereka. Bapak sama Ibu malah ketawa-ketawa pas gue bilang, Met."

"Selamat, ya.., siap-siap jawab pertanyaan para orang tua itu," ledek Meta. Lintang mendengus kesal. Kedua adik meta malah cekikikan melihat Lintang manyun-manyun.

"Sabar Kak Lintang, semua ada hikmahnya," ucap Jeni, kembaran Jena. Adik Meta kembar identik. Lintang saja suka tertukar kalau memanggil saudaranya itu.

Rumah ditengah kota dengan nuansa yang asri terasa megah. Suara tawa sudah terdengar dari luar. Lintang merapikan pakaiannya. Aldo menatap Lintang nanar.

"Tang, gue jodohin aja sama temen gue mau?"

"No thanks. Masih bisa cari sendiri," jawab Lintang ketus.

"Masih perjaka, Tang. Bisa lo ospek, deh."

"Sompred anda," jawab Lintang ketus lagi. Aldo tertawa geli. Lintang berjalan di paling belakang. Tapi suara semua anggota keluarga besar sudah heboh saat menyambutnya. Terutama sepupu-sepupu yang seumuran atau hanya beda lebih tua dan muda sedikit darinya.

"Hasek, janda pengkolan dateng juga, kirain ngambek," ledek salah satu sepupu laki-laki Lintang. Lintang tersenyum kecut.

"Ledek aja terus, Bang," ucap Lintang sambil mencium kedua pipi sepupunya itu.

"Janda, selalu terdepan, wus…!" ucap sepupu lainnya. Lintang tertawa meledek dan sinis.

‘Puas-puasin ledekin gue. Awas aja lo pada, ya.’ lirih Lintang dalam hati

Seseorang dengan status janda atau duda di keluarga besarnya memang tabu. Harus segera menikah kembali, karena seakan seperti aib. Padahal bukan keinginan Lintang untuk menjadi seorang jamu, janda muda. Takdir yang mengatur. Ia bisa apa.

"Eh, Lintang, datang, toh, Nduk, sini-sini, eh,  Bude mau kenalin kamu ke anaknya teman Bude kebetulan tadi Bude ajak kesini, buat nemenin Dimas. Masih perjaka sih, Tang, tapi nggak apa-apa, baik anaknya, Tang."

Lintang bengong. Bokongnya saja belum sempat ia taruh di kursi, belum minum atau makan kue yang menggiurkan selera dimeja, sudah ditarik-tarik budenya ke area lain rumah itu. Area dimana para pria berkumpul untuk mengobrol dan menghisap tembakau.

‘Sial.’ ucap Lintang dalam hati. Ia mengikuti langkah kaki budenya itu.

"Hai semua," sapa Lintang ramah.

"Oy… Tang! Kirain nggak datang. Kangen elo, Tang," peluk sepupu laki-laki Lintang yang baru turun berlayar.

"Ada juga elo, Bang. Dilaut lama banget, ketemu ratu dugong lo sampe nggak balik-balik," ledek Lintang.

"Sialan, lo!" Kepala Lintang dijitak sepupunya itu.

"Erik, sini, Rik. Ini, lho, keponakan yang mau Bude kenalin ke kamu." Tangan Lintang ditarik-tarik budenya supaya mendekat ke pria bernama Erik itu.

"Erik …." Ia menyodorkan tangan. Lintang menyambut.

"Lintang. Janda baru setahun," jawabnya. Sebelum budenya yang cerewet menginformasikan, ia sudah memberitahu lebih dahulu. Para sepupunya menahan tawa.

"Ape lo lihat-lihat!" celetuk Lintang kepada sepupunya yang masih berusaha menahan tawa.

"Lintang, mulutnya, ah, nggak bagus, Nduk," tegur budenya.

"Erik ini arsitek, Tang, sudah punya firma sendiri, proyeknya banyak," kata-kata budenya seperti tawon berdengung di telinga Lintang. Ia diam, menatap satu titik seakan pikirannya berada ditempat lain.

"Tang…, Lintang sayang …." Budenya menyenggol-nyenggol bahu Lintang.

"Eh iya, Bude. Gitu ya, iya nanti… ya."

"Tuh, kan Erik. Lintang mau diajak pulang bareng nanti. Yaudah ke dalam, yuk, kita ketemu Eyang lainnya."

Lintang bengong. Ia mencoba tersenyum padahal ia bingung. Erik senyum-senyum ke arahnya yang selanjutnya, justru Lintang membuang pandangan ke arah lain.

***

"Lintang, Eyang punya temen, cucunya ada yang duda, Eyang kenalin, ya, kapan-kapan?"

"Eh, nggak usah Eyang, nggak usah," tolak Lintang lembut.

"Tang, nggak baik lama-lama menjanda, apa kata orang, apalagi sebentar lagi Meta mau lamaran sama Aldo, nanti kalau ditanya keluarga yang lain gimana." Eyangnya kembali berbicara.

"Kalau sudah jodohnya nanti Lintang juga ketemu kok, dan nikah lagi," sanggahnya santai.

"Tapi kalo nggak dicari ya nggak akan ketemu, Tang, tadi katanya kamu dikenalin ke Erik? Anak temennya Bude Nesti?" sambung Eyang lagi.

"Iya Eyang," jawab Lintang sambil tersenyum dan memaksa.

"Kalau nanti sama Erik nggak cocok, sama yang Eyang mau kenalin, ya. Duda, nggak punya anak, sama kayak, kamu, kok."

‘Please, udah, kek.’ ucapnya dalam hati. Lintang mulai jengah. Om, tante, pakde dan bude yang lainnya juga terus mengomentari dan menasehati Lintang. Ia mulai tidak sabar.

"Maaf semuanya, Lintang laper, boleh Lintang makan?"Lintang beranjak dan menuju ke sudut tempat makanan disediakan. Ia hanya mengambil jus buah dan berjalan cepat ke belakang rumah yang sepi.

Ia meletakkan gelas berisi jus di kursi dan menutup wajahnya. Air mata menetes. Ia menahan isakan tangisnya, terasa sesak didalam dadanya. Ia berjalan mondar mandir sendirian menenangkan dirinya. Ia sungguh lelah dituntut untuk segera menikah kembali hanya karena ia seorang janda. Ia ingin mencari sendiri dan menemukan belahan jiwanya, bukan dengan cara di jodoh-jodohkan seperti ini. Lintang berpegangan pada ranting pohon, memegang dadanya yang sesak. Ia menangis tanpa suara.

"Sssttt, Tang, sini buru," suara Adjie terdengar. Adjie sedang bersandar pada dinding sambil menghisap rokoknya. Lintang berjalan sambil sesenggukan. Ia menatap sepupu kecilnya yang sudah mahasiswa itu. Adjie memeluk Lintang. Lintang menangis dipelukan Adjie.

"Kakak gue jangan gini, dong, udah, cuekin aja mereka bilang apa."

"Gue pingin pulang," ucap Lintang masih memeluk Adjie.

"Yok. Motor gue disamping ini. Besok-besok kalo ada acara kumpul keluarga nggak usah datang."

"Gue maunya gitu, Jie, tapi Meta maksa,” jawab Lintang kesal.

"Eh. Lo bawa aja Om-om yang waktu itu ketempat Mami, Duda, kan, dia, kenal lo juga. Buat tameng."

"Ogah," tolak Lintang mentah-mentah sambil menghapus air matanya.

"Kenapa? Lumayan, Tang."

"Masa lalu gue dia, Jie," sambung Lintang lagi.

"Eh, wah, ceritain, dong, ke gue!" Mata Adjie terbelalak.

"Ntar, gue laper. Cabut yuk, Jie, kita makan mie ayam aja?" ajaknya.

"Yok. Kabur aja udah, nggak usah pamit. Nanti kita telepon Meta."

Kedua sepupu itu mindik-mindik pergi dari rumah itu. Lintang sudah cukup tenang. Adjie mendorong motornya sedikit menjauh, lalu memberikan helm cadangan ke Lintang. Tidak lama motor Adjie sudah berjalan menjauh menuju ke lokasi kedai mie ayam langganan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Sambung Untuk Anakku   Bonus part

    Menjadi seorang ibu, bagi Lintang satu kebanggaan juga kebahagiaan. Memiliki anak bukan satu kerepotan, apalagi jika benih yang tumbuh dirahimnya dari orang yang ia cintai dengan tulus. Selain itu, anak juga rezeki dari pencipta, semua sudah diatur oleh-NYA. Terkadang, manusianya saja yang suka berpikir seenaknya, lupa jika dia dulunya juga seorang anak. Tangannya menggandeny Breyana, mereka sedang di mal untuk membeli sepatu baru karena Breyana akan mengikuti turnamen basket wanita usia 16. Iya, Breyana sudah remaja. Ia tumbuh cantik dan lebih mirip Lintang--ibu sambungnya--dari pada Karmen. "Ma, jangan yang mahal-mahal, Bre nggak mau, yang penting nyaman," pintanya saat mereka masuk ke toko sepatu olahraga. "Oke, Kakak," jawab Lintang sembari melihat ke jajaran sepatu yang tertata apik di rak. "Bre," panggil Lintang. "Apa, Ma?" Breyana memegang sepatu basket dengan corak pink orange. Warna yang mencolok dan itu limited edition, tertulis dirak. Saat melihat harganya, Breyana ke

  • Ibu Sambung Untuk Anakku   Ibu sambung untuk anakku

    Galaksi sudah selesai mandi, segera ia duduk anteng di sebelah Lintang. Ia memperhatikan istrinya melayani dirinya makan. Padahal perutnya sudah semakin membesar. Dasar Galaksi, tetap saja ia iseng dengan mencolek-colek lengan istrinya yang semakin berisi. Bukan gendut, ya, Lintang bisa sewot kalau dibilang begitu. “Jadi, katakan Adinda, ada ghibahan apa? Supaya Kakandamu itu, tidak ketinggalan informasi hangat,” kata Galaksi. Lintang menjewer pelan telinga suaminya, “Nggak usah lebay gitu bisa, nggak sih, Lak … ya ampun …,” kesal Lintang dengan menyipitkan mata menatap Galaksi yang mengusap telinganya setelah jemari Lintang menjauh. “Sebel aku,” gerendeng Lintang. “Jangan sebel-sebel, nanti anaknya mirip aku, lho,” lanjut Galaksi kemudian meneguk air putih di gelas. “Ya pasti mirip, Galak… ini anakmu, kamu yang tanam bibitnya, aku potnya, pasti mirip kamu, masa mirip Goong Yoo!” “Hah! Siapa oyong!” Galaksi terbelalak. “Kok oyong …, hih! Goong Yoo! Nih, ya, bentar aku lihat

  • Ibu Sambung Untuk Anakku   Hati yang lembut

    "Saya tau kamu ibu kandung Breyana, tapi saya minta kamu untuk jujur, Karmen, sekali lagi saya mau tanya sama kamu. Apa... kamu berniat bawa Breyana tinggal dan menetap sama kamu?"Pertanyaan itu terlontar begitu lancar dengan nada bicara santai namun penuh penekanan. Lintang akan benar-benar menahan emosi dan egonya kali ini. Ia tam mau meledak-ledak apalagi gegabah. Hati Breyana yang ia harus jaga.Karmen menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Iya, Lintang, aku memang... suatu hari nanti berniat bawa Bre tinggal dan kembali ke aku, seenggaknya satu tahun ke depan."Lintang sudah menduga hal itu, lambat laun pasti akan begitu. Ia menunduk, mengangguk pelan. Hatinya sakit juga sedih, bagaimana ia suatu hari memang akan berpisah dengan Breyana."Aku minta maaf sama kamu Lintang, aku begitu naif beberapa tahun lalu, nggak mau bawa Bre untuk hidup sama aku karena menurutku, fokus saat itu ke suamiku sekarang. Aku mau memperbaiki hubunganku sama dia, di mana emang aku cintan

  • Ibu Sambung Untuk Anakku   Cemburu

    Lintang ingin sekali bisa beraktifitas normal, namun kehamilannya membuatnya harus bersabar dan mengalah kepada Karmen yang kini, mengantar jemput Breyana sekolah. Lintang selalu diingatkan Galaksi untuk sabar dan mengerti, kasihan Breyana juga nantinya.Siang itu, Lintang sedang membeli buah-buahan di supermarket buah, diantar Adjie yang sedang memiliki waktu luang, sementara Galaksi sibuk bekerja. Ia paham posisi dan kondisi suaminya itu, dan Adjie lah yang menjadi orang yang dihubungi saat darurat."Tang, enak kayaknya nih, pir, beliin gue ya, buat di rumah." Palak Adjie."Kebangetan. Udah kaya, masih malah gue." ketus Lintang. "Ambil!" lanjutnya. Lintang tak akan tega pada akhirnya."Eh iya, Bang Igo tanya, Breys cabang Jakarta, gimana prosesnya?" tanya Adjie."Aman, Kak Dita kan yang ngurusin. Gue udah nggak boleh mondar mandir ke sana, Jie, bawel banget Kak Dita, takut gue kenapa-kenapa." Lintang mendorong troli lagi, Berkeliling mencari buah dan camilan lainnya, Adjie mengekor,

  • Ibu Sambung Untuk Anakku   Kesempatan

    Lintang dikejutkan dengan Breyana yang tiba-tiba demam tinggi, Sari membangunkannya tengah malam, Galak juga ikut terbangun. Breyana, kemarin saat di sekolah memang ikut ekskul renang, Sari sudah melarang karena Breyana tampak tak enak badan, namanya anak kecil, dilarang malah menangis. Sari jadi merasa bersalah, tapi Lintang dan Galaksi tak masalah, sudah saatnya sakit ya sakit saja, pikirnya. Karena ia tau Sari menjaga Breyana begitu penuh perhatian juga sayang.IGD menjadi saksi tangis Lintang saat dokter memberitahu jika Breyana tipes sehingga harus dirawat intensif di rumah sakit. Sari juga ikut menangis, bahkan meminta maaf kepada Lintang dan Galaksi."Kamu nggak salah Sari, saya cuma sedih lihat anak saya dipasang infusan sampai Breyana nangis jerit-jerit. Ibu mana yang nggak sedih, udah, kamu jangan sedih juga." Lintang mengusap lengan Sari. Ketiganya m

  • Ibu Sambung Untuk Anakku   Ketemu di mal

    Rencana cuma dibuat manusia, tapi penciptalah yang menentukan hasil akhirnya. Galaksi cuti mendadak selama dua hari, ia menepati janji mengajak Lintang ke mall setelah pulang dari pantai. Breyana duduk di baby stroller yang masih bisa digunakan sampai Bre lima tahunan, cukup berfungsi baik, karena model baby stroller itu yang bisa dijadikan seperti kursi dorong.“Bu, ini bagus modelnya, bisa sampai Sembilan bulan Ibu pakai,” ujar Sari.“Iya bener, Sar, yaudah boleh tuh, motifnya lucu, bunga-bunga. Bunga Lily kayaknya ya,” ucap Lintang. Galaksi bersama Breyana ke bagian pria, toko pakaian merek Z itu begitu menggoda Galaksi juga untuk berbelanja, lain emang bapak-bapak satu ini, nggak mau kalah sama bininya, padahal, dari jauh Lintang sudah melotot ke arah Galaksi saat ia memegang sepatu dan beberapa kaos santai.Dengan kode tangan yang diberikan Lintang, akhirnya Galaksi menaruh kaos kembali ke gantungan dan meminta izin membeli sepatu santai. Lintang mengangguk.“Bre, besok-sesok, Pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status