"Kemal halil Ozdemir, apakah Anda bersedia menikah dengan Jasmine Faranisa Airani?"
"Evet!" Kemal menjawab bersedia.Pertanyaan itu diulang sebanyak tiga kali, dengan menggunakan bahasa Turki.Kemudian sang Imam bertanya lagi."Jasmine Faranisa Airani, apakah Anda bersedia menikah dengan Kemal Halil Ozdemir?"Pertanyaan itu juga diulang sebanyak tiga kali dan dijawab pula sebanyak tiga kali oleh Jasmine. Kemal seperti terlempar pada masa lalu. Masa dimana ia mengikat janji suci bersama Jasmine. Setelah dinyatakan sah sebagai suami istri, kemudian sang Imam memberikan ceramah agama tentang kehidupan berumah tangga, juga tentang hak dan kewajiban suami istri. Ya, mereka telah menikah di Turki, di tanah kelahiran Kemal. Pria itu memilih Kota Antalya, sebagai lokasi pernikahan mereka, jauh dari Istanbul, tempat keluarga besarnya berada. Pernikahan mereka di sahkan oleh seorang Imam, yang telah diakui negara. Meski awalnya Jasmine ragu untuk melangsungkan pernikahan di sana, tapi Kemal berhasil meyakinkan wanitanya bahwa mereka bisa menikah di Turki, secara sah. Menurut Kemal, pernikahan di negaranya simpel dan tidak ribet seperti di Indonesia. Karena di Turki, pernikahan wanita dewasa tidak memerlukan wali. Mereka dianggap dapat mewakili dirinya sendiri dalam mengambil keputusan tentang sebuah pernikahan. Namun, pernikahan itu terpaksa dirahasiakan sementara dari keluarga Ozdemir. Bukan karena tak ingin diketahui banyak orang, melainkan karena keluarga Ozdemir masih belum bisa menerima Jasmine yang hanya seorang biasa. Ozdemir adalah keluarga miliader terpandang, Ozdemir bukan hanya sekedar nama, melainkan juga jaminan kesuksesan bagi siapa saja yang bekerja sama dengannya. Perbedaan kasta yang jumplang itulah yang dijadikan alasan keluarga Kemal untuk menolaknya. Sedangkan Kemal sudah jatuh hati pada Jasmine dan tidak sabar untuk memperistri wanita pujaannya, karena Jasmine tidak ingin disentuh jika mereka bukan suami istri.Namun, sekeras apapun merahasiakan, pernikahan mereka akhirnya tercium oleh sang Nyonya Ozdemir. Murka? Sudah tentu. Ibunya merasa dilangkahi dan menuduh Jasmine merebeut putranya. Mereka mengatakan Jasmine telah mencuci otak Kemal sampai nekat melakukan tindakan gila seperti itu.
"Pernikahan bukan main-main, Kemal. Kau tak bisa sembarangan memungut wanita begitu saja untuk masuk ke keluarga kita!"
"Ku pikir kau pintar memilih istri. Ternyata ...? Kalau cuma mau main-main kenapa sampai harus menikahinya? Kau bisa bersenang-senang dengannya, tapi tidak untuk melahirkan penerusku!"
Itulah ucapan ibu dan kakeknya, ketika Kemal akhirnya membawa Jasmine ke hadapan keluarganya. Hanya ayahnya yang tidak ikut bereaksi. Dia punya caranya sendiri untuk menegur putra mahkotanya.
Bukan hal mudah menjalani biduk bersama seorang pangeran dari klan Ozdemir. Semua cacian dan intimidasi Jasmine terima. Angan pada kehidupan rumah tangga yang indah bersama sang pangeran, ternyata lebih sakit dari yang ia bayangkan. Namun cintanya pada Kemal membuatnya kuat untuk bertahan. Hingga suatu waktu, boom itu meledak juga, dan Jasmine memilih menyerah. Ia pergi, tanpa jejak, dan tak ingin dicari.
Kemal membuka matanya, kenangan tentang pernikahan mereka yang tak berlangsung lama membuatnya sesak. Kemal benci rasa sakit ini, kesulitan bernapas tiap kali mengingat kesalahannya.Pria itu mengacak rambutnya frustrasi. Jasmine masih istrinya kan? Kemal belum pernah mengucapkan talak. Jasmine yang pergi darinya. Meninggalkan dirinya yang hampir gila. Hingga Kemal berada pada titik ikhlas dengan keputusan Jasmine.
Untuk menjaganya tetap waras, pria itu menganggap Jasmine hanya pergi sementara waktu. Dia hanya perlu yakin dan menjaga cintanya. Namun, bagaimana Kemal menjaga dirinya hingga selama ini? Tujuh tahun kehilangan Jasmine, membuatnya tak lagi memiliki keinginan merasakan romansa dengan wanita manapun. Walau sejujurnya, selayaknya pria dewasa, Kemal pun kadang merasa tersiksa akan kebutuhannya yang satu itu. Namun, ia alihkan dengan kegiatan lain.Kerja, kerja, dan olah raga. Berkumpul dengan keponakannya dan banyak kegiatan lain untuk mengalihkan pikirannya. Selain itu, bukankah Tuhan menganugerahi kaum Adam dengan mimpi istimewa yang dapat membantu mereka menyelesaikan hormon biologisnya?
Mehmet, salah satu temannya dari Istanbul dan Jodi teman di Jakarta pernah menyarankan untuk mencoba memulai petualangan dengan wanita baru. Tapi, bagi Kemal hidupnya terlalu mahal dan berharga untuk melakukan hal yang menurutnya murahan itu. Bahkan meraka pernah membuatnya mabuk, agar Kemal lebih sensitif pada sentuhan wanita. Brengsek memang teman-temannya, tapi mereka beralasan untuk menolong Kemal dari ketersiksaannya. Kemal hanya dapat melihat mereka bermain tanpa dapat menyelesaikannya. Teman macam apa mereka? Menyesatkan. Beruntung Kemal punya toleransi alkohol yang baik, jadi aksi kedua temannya itu tak berhasil. Kemal aman, sampai saat ini. “Bos, Mas Jiwa ingin bertemu.” Heru menyampaikan bahwa investigator sewaannya ingin bertemu.“Oke, suruh dia masuk.”
Pria bernama Jiwantoro itu masuk, Ia duduk berhadapan dengan Kemal. Selama di Malang, Kemal tinggal di president suite room yang ada di hotel bintang lima, di sana ada area khusus untuk bekerja. "Ada yang ingin kau sampaikan?” tanya Kemal langsung tanpa basa basi. “Ini terkait pria tempo hari yang mengejar Nona Jasmine." Jiwa menyerahkan berkas investigasinya.Kemal menaikkan sebelah alisnya ketika melihat berkas yang disodorkan padanya. Benar, Kemal tak hanya meminta Jiwa untuk memantau Jasmine, tapi juga mencari tahu tentang pria yang berkelahi dengannya kemarin.
Seorang pengusaha kayu? Jelas bukan tandinganku! Kemal tersenyum merendahkan.
Jiwa melanjutkan laporannya. Pria itu berhati-hati dalam menyampaikan berita yang akan disampaikannya. Karena sudah dipastikan bosnya itu akan marah besar.
"Namanya Toti, seorang pengusaha kayu dari Banyuwangi. Dia tertarik dengan Nona Jasmine, karena teman kerja Nona menawarkan servis lebih darinya. Bos travel tempat Nona bekerja juga mendukung ide tersebut. Namun Nona Jasmine dengan tegas menolak, hingga dia akhirnya kehilangan pekerjaan saat ini. "
"Apa?! Aku tidak salah dengar?" Kemal kaget. Fakta apalagi ini?
"Anda tidak salah dengar, Bos. Meski Nona sudah menolak, tapi pengusaha kayu itu tetap mengejar Nona Jasmine karena sudah membayar sejumlah uang pada bos travel itu."
Darah Kemal seketika mendidih. Dia marah besar.
"Brengsek!!" Kemal menggebrak mejanya, emosi.
Bagaimana bisa Jasmine mengalami ini? Oh Tuhan ... Jasmine dijual oleh bos tempatnya bekerja? Kurang ajar!
Bukan Hanya Kemal, Heru yang mendengar penjelasan Jiwa pun ikut emosi. Pantas saja Jasmine begitu ketakuan. Rupanya wanita itu melewati hari yang berat. Kasian.
"Berani-beraninya mereka! Dengar Jiwa, siapapun yang mengusik Jasmine, sama saja berurusan denganku! Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Bereskan mereka semua. Saya tidak mau tahu, mereka harus datang pada Jasmine berlutut meminta maaf. Terutama otak dari ide keparat itu, temannya! Jangan biarkan mereka hidup tenang."
"Siap, Bos! Mas Jiwa pasti senang kalau urusan ancam mengancam begini, Bos" Heru menjawab antusias. Sudah lama dia tidak main detektif-detektifan begini.
"Saya, Wily dan Cak Heru bisa mengatasi ini, Bos." Jiwa akan beraksi dengan timnya.
"Dalam waktu 2x24 jika tidak ada yang datang meminta maaf, selesaikan dengan cara kalian."
"Siap, Bos!"
Kemal memberi perintah pada Jiwa dan Heru untuk memberikan pelajaran berharga pada mereka. Bahkan Kemal tak akan berbelas kasihan untuk menghancurkan bisnis pengusaha kayu itu. Bagi Kemal adalah hal mudah untuknya melakukan hal tersebut. Pria hidung belang itu bukanlah lawan yang sebanding.
Hansen mulai membuka mata, terbangun dari tidur indahnya sepanjang hari. Pria itu merasa linglung, sedikit pusing dan tentu saja, pegal-pegal karena seharian tidur meringkuk di sofa empuk. "Loh kok aku di sini?" ucapnya tak sadar dengan apa yang terjadi. Hansen menggerakkan otot badannya yang kaku. Lehernya pun digerak gerakkan hingga terdengar bunyi 'kretek-kretek'. “Eh ko Hansen udah bangun. Enak tidurnya, ko?" Heru menyindir rekan kerjanya. Sementara Hansen hanya meringis. Beruntung Kemal sedang tidak ada di ruangannya. Jam segini, Kemal sedang asyik memata-matai Jasmine. Hansen, resepsionis dan security di lantai direksi diminta untuk berkumpul oleh Heru. Pria itu melakukan briefing dadakan. “Mulai sekarang, siapapun, perempuan manapun yang ngaku-ngaku saudara, pacar, tunangannya Bos Kemal, DI-LA-RANG naik apalagi sampai masuk menemui Bos. Gak usah minta persetujuan segala, kelamaan. Langsung BLOCK aja dari kalian. Paham?!" Heru memberi arahan serius. "Paham!" Mereka menj
Walau Kemal sedang tidak mood menerima tamu, tapi dia berbaik hati memberikan waktunya untuk mendengar celoteh centil teman lamanya itu. Viza membawakan Kemal hadiah berupa jam tangan mahal. Tentu itu hanya alasan agar dia bisa bertemu Kemal. "Orang kantor di Jakarta bilang kamu di Surabaya. Katanya kamu lagi urus Mega proyek di sini. Jadi, ku susul deh." Viza konsisten menampilkan senyum terbaiknya. "Terima asih Viza, tapi seharusnya kamu tidak perlu repot. Aku sedang tidak berulang tahun." Kemal malas menerima hadiah itu, dia bisa beli sendiri. Koleksinya pun sudah banyak, tapi untuk menghormati teman, akhirnya terpaksa diterima juga. Saat akan mecoba jam tersebut, tiba-tiba Viza berpindah duduk ke sisi kanan hand rest di single sofa yang Kemal duduki. Sontak Kemal kaget. "Apa yang kau lakukan, Viza?" Pria itu tidak sempat menghindar. Wanita itu tersenyum, senyum yang tidak Kemal sukai. "Aku hanya membantumu memakainya" Dengan gerakan gemulai cenderung menggod
Interocom Hansen, sekretaris Kemal, berbunyi. Resepsionis bilang ada tamu untuk bos mereka. "Siapa, Mbak?" "Family-nya Bos Kemal," jawab resepsionis setengah yakin, karena dia mendapat tatapan tajam mengintimidasi dari tamu tersebut. Tanpa meminta pertimbangan Heru, Hansen langsung membolehkan tamu tersebut masuk ke areanya. Padahal Hansen tidak tau apa yang akan menunggunya di depan. Hansen pikir, kalau tamu itu sudah bisa naik ke lantai direksi, tentu dia sudah lolos screening dari security bawah. Sementara security bawah yang baru tiga bulan kerja itu, merasa harus cari aman. Kalau saudara bosnya datang lalu ditolak, bisa-bisa dia dipecat seperti ucapan tamu itu. Heru datang ke meja kerja Hansen, memberi dokumen dan beberapa ordner arsip. “Siapa yang datang?” Tanya Heru sambil mengunyah permen. Asisten pribadi Kemal itu sempat mendengar sedikit percakapan Hansen. “Family-nya Big Boss. " Hansen dengan santai melanjutkan kegiatan mengetiknya. "Oh ..." jawab Her
Jasmine masuk ke lobby bersamaan dengan mobil Kemal yang baru memasuki area gedung. Pria itu bisa melihat Jasmine di antara banyaknya karyawan yang datang berbarengan. Walau hanya tampak dari belakang, tapi Kemal bisa mengenalinya dari bentuk tubuh dan cara wanita itu berjalan. Lagi-lagi degupan aneh itu dirasakan oleh keduanya. Seolah hati mereka kini terhubung kembali setelah sekian lama terputus. Merasakan getaran dari kehadiran satu sama lain, meski dari jarak yang jauh. Masing-masing memegang dadanya, denyut yang menyesakkan itu terasa nyata sekali di telapak tangan. Kemal berusaha terlihat tetap tenang walau sebenarnya ingin melompat kegirangan. Akhirnya, langkah awal dari rencana besarnya berjalan juga. Melihat Jasmine berada dalam jangkauannya lagi tentu membuatnya bahagia. Langkah selanjutnya, adalah membuat Jasmine tak bisa lepas dari Kemal. Pria itu akan menarik Jasmine untuk satu lantai dengannya, dan membuatnya terikat agar Jasmine tidak bisa lari lagi dariny
Setelah ribut-ribut kemarin, Zacky dan Jasmine kembali pada mode normal. Dua orang dewasa itu menyadari mereka tak bisa lagi mengutamakan egonya. Mereka harus berdamai dengan keadaan dan menyadari mereka adalah tim yang sama untuk membesarkan Zico. Zacky tetap bersikeras bahwa dia memiliki kewajiban atas anak itu karena merasa memiliki ikatan emosiaonal, dan Jasmine tak dapat menolaknya. Zacky memang mencintai Zico begitu besar. Lihatlah kini, bahkan mereka telah mendaftarkan Zico di sekolah swasta terbaik. Meski bukan sekolah internasional seperti yang diinginkan Zacky, tapi sekolah global itu mengikuti standard dan kurikulum Cambridge yang diakui oleh sekolah dan kampus di luar negeri. Tentu Zico bahagia, mendapat sekolah terbaik dan teman-teman baru. Anak itu sudah tidak sabar ingin segera masuk sekolah. Padahal sekolah baru akan dimulai seminggu lagi. Selama itu pula Zacky akan menemani Zico, sementara Jasmine akan mulai bekerja esok hari. Zacky ingin menebus kebersamaan yang hil
Semburat jingga di langit Surabaya sore itu terlihat sangat cantik. Dari jendela besar di kamar Zico, Jasmine bisa dengan jelas melihat pemandangan kota dan laut Suramadu. Sedikit mendung tapi matahari masih bersinar. Cuaca masih bagus, Zico ingin berenang ditemani Amir, asisten Daddy-nya. Belakangan mereka sudah akrab. Amir senang dengan anak-anak, jadi ketika Zico minta berenang, Amir tak berpikir dua kali untuk mengiyakan. “Berapa lama kau ada di Indonesia?” Wanita itu sedang merapikan barang-barang Zico di kamarnya. Sementara di kamar itu, Jasmine tidak sendiri, dia bersama Zacky. Pria yang sejak siang sibuk mendesain ulang kamar Zico menghentikan kegiatannya. Ia lantas memandang Jasmine tak suka. “Kenapa tanya begitu? Kamu mau aku cepat-cepat pergi?” Melihat reaksi Zacky, Jasmine meringis. “Bukan begitu, Zack. Aku kan hanya tanya, memang nggak boleh? Maksudku, Tuan Muda ini memang tidak dicari sama kantor di Itali?” “Oh tenang, semua bisa dihandle dengan baik. Kamu nggak us