Bikin salah paham aja lu, Max Jangan lupa dukung cerita ini dan beri ulasan terbaikmu :)
Max sengaja tak mengonfirmasi apapun karena ia menikmati ekspresi yang dibuat oleh Lisa. Ia senang dengan panggilan Mama Papa, bukan Daddy dan Mommy seperti yang ia gunakan untuk panggilannya dengan Eva. Ngomong-ngomong soal Eva, wanita itu sengaja tidak hadir dalam pemotretan 2 kali, itu sangat mengganggu operasional marketing. Eva terlihat sekali berniat untuk memutus kontrak kerja dengannya, padahal ia kira semua akan baik-baik saja.Namun, Eva malah ingin bertindak seperti musuh. Ia tau Eva bukan tidak perduli pada baby Axel, ia hanya terlalu marah pada Max yang mengabaikannya selama empat tahun pernikahan mereka."Apa lagi yang wanita itu inginkan, sih?" gumam Max frustasi. Ia memang salah tapi, Eva juga dengan ceroboh mengajaknya menikah setelah setahun berkencan. Tentu Max mencintai Eva tapi, mereka memang tak cocok sejak awal. Eva membutuhkan pasangan yang pengertian dan perhatian, sementara Max butuh wanita yang pengertian dan setia mengingat tugasnya yang hampir 24 jam penu
Lisa bahkan menangis di sepanjang jalan menuju kediaman sang majikan. Bagaimanapun Lisa adalah seorang gadis yang sangat polos dan tidak mengerti banyak hal tentang dunia luar, yang ia tahu hanya belajar, pulang, dan melakukan hal lain yang bermanfaat. Ia jarang sekali hangout dengan teman-temannya. Ia hanya bisa meratapi semua itu, ketika mengingat kejadiannya lagi. Resti yang ada di sampingnya terus menenangkan gadis itu, "Lis, aku yakin Tuan pasti nggak sengaja melakukan itu. Dia bukan orang yang seperti itu, ya ... meskipun mungkin dia bukan orang baik, tapi tetap saja dia bukan orang yang melakukan hal-hal rendah seperti itu." Lisa masih sesenggukkan, untunglah baby Axel tidak rewel dan tertidur. "Lisa, kamu harus bisa berpikir positif ya ...." Lisa hanya mengangguk, "Aku lagi berusaha untuk berpikir positif." "Oke, lebih baik sekarang kamu tbabyenangkan diri kamu biar baby Axel gak ikut sedih. Kamu tahu kan gimana ikatan bayi yang selalu peka dengan perasaan orang-orang di s
Max mengusap wajahnya frustasi, belum apa-apa sudah salah paham lagi. Ia tidak mengerti kenapa harus datang di waktu yang salah, lagi-lagi ia datang ketika ia tak sengaja harus melihat sebagian payudara gadis itu. Kini ia di depan kamar dan menunggu ketika Lisa keluar, mungkin dengan Lisa yang keluar. Ia tidak akan melihat hal-hal yang tidak seharusnya ia lihat sekarang. Sudah cukup ia disalah pahami, sementara ia sedang berusaha untuk membuat Lisa menyukainya tapi, malah sebaliknya, itu membuat Lisa membencinya. Maka, ketika Lisa keluar dari kamar Baby Axel, ia pun langsung mendekati Lisa dan mengajaknya bicara. "Lis, saya bisa jelaskan semuanya ...." Lisa hanya melirik, tetapi ia tidak menolak ketika ingat kata Bi Ijah kalau dia harus mendengarkan apa yang disampaikan oleh Max nanti. Lisa berjalan lebih dulu dan duduk di ruang tamu, tempat paling terbuka dan bisa diakses siapapun di sana. Saking tegangnya, Max sampai tak bisa menelan ludahnya dengan benar, sementara Lisa sendir
Lisa tak mengerti kenapa Max tiba-tiba marah-marah begitu, ia bahkan sengaja menyerahkan Baby Axel yang tertidur kepada Resti, sementara ia sekarang di taman ini bersama Max yang menatapnya tajam. "Kenapa kerjaanmu menumpuk?" tanyanya to the point. Pertanyaan itu cukup aneh dan membuat Lisa bingung, "Ya, itu ... karena saya ...." "Apa kamu meninggalkan pekerjaanmu untuk bersama laki-laki?" "Saya tidak mengerti maksud Anda, Pak," balas Lisa jujur. "Kamu pura-pura gak mengerti tapi, saya sering liat kamu ngobrol sama cowok," ujar Max sengit. "Astaghfirulloh!" gumam Lisa menenangkan dirinya agar sabar."Kan karyawan Bapak banyak cowok di kantor masa saya nggak boleh ngobrol sama mereka dalam hal pekerjaan, memang saya harus diam-diam saja?" "Bukan semua cowok tapi cowok yang sering ngobrol sama kamu." Lisa baru sadar kalau yang dimaksud Max adalah Devan, cowok goodlooking dambaan cewek kampus. "Gini, Pak, saya memang ngobrol sama temen saya sesama anak magang tapi, saya gak ngobro
Mulai lagi, Lisa menatap datar ke arah Max di layar ponsel, sementara itu Baby Axel yang tiba-tiba datang langsung menepuk-nepuk ponsel Lisa. Max jadi tak bisa melihat Lisa karena anaknya yang memenuhi kamera, hal itu membuat Lisa tertawa begitupun Baby Axel sendiri yang merasa senang dengan apa yang dia lakukan. "Sayang, Papa lagi ngobrol sama Mama, jangan ngalangin dong," ujar Max dengan nada halus. Bukannya terkesan, Lisa merasa ingin muntah dengan apa yang Max katakan. Ia meraih Baby Ax untuk duduk di pangkuannya dan menjauhkan kamera dari Baby Axel. "Jangan kebiasaan bilang Mama-mama deh, nanti Baby Ax kebiasaan manggil saya Mama." "Loh, emang sengaja kan, biar baby Ax terbiasa nantinya." Lagi-lagi Max membuatnya kesal, "Apaan sih." "Mama!" Lisa dan Max tiba-tiba mematung, Baby Axel menyebut Mama sambil tersenyum polos. "Oh my God!" pekik Max di sebrang sana. Lisa sebenarnya sudah pernah mendengar ini, tapi baru kali ini Baby Axel mau menunjukkannya pada sang ayah. "Oh
Tentu saja Max tak mengingkari janjinya, selepas urusannya selesai ia langsung pergi ke bandara untuk pulang ke Jakarta. Bagaimanapun Max mengabarinya terlebih dahulu, gadis itu masih terkejut saat melihat Max pulang dengan terburu-buru. Max langsung cuci tangan sebelum menyapa putranya yang sibuk makan mpasi bersama Resti di taman samping. Tak melihat keberadaan Lisa, Max bertanya kemana perginya gadis itu. "Lisa kemana, Res?" tanya Max bingung. "Ke kantor Tuan, seperti biasa ...." "Duh harusnya kan libur dulu," gumam Max sebelum pergi ke kamarnya. Dalam keadaan lelah begitu, Max masih saja tampan bak pangeran, meski wajahnya spek mafia yang seram. Akan tetapi ia kini sedang kepikiran dengan Lisa, gadis itu kelelahan luar biasa, pantas asinya keluar sedikit. Langsung saja setelah sampai di kamar, ia menelpon Lisa untuk pergi bersamanya ke rumah sakit, ia bahkan meminta Fano untuk membiarkan Lisa libur hari ini. "Baik, Pak." Seperti biasa Fano patuh pada Max, nilai plus yang
Cara yang disarankan oleh dokter Ester selain opsi pertama adalah dengan perbanyak minum air putih dan makanan sehat, sering memijat laktasi dan memompa payudaranya. Lisa sendiri dengan rajin melakukan itu selama tiga hari tapi belum berhasil juga, hingga di hari keempat itu berhasil. Ia merass sangat senang dan memberi tahu Bi Ijah, yang langsung mengabari majikan mereka. Max sampai membuatkan surat ijin untuk Lisa pada HRP dengan alasan sskit, sehingga tidak ada yang mengkritiknya nanti. "Uluh uluh, baby Ax kangen banget yah nenen sama Kakak, iya?" tanya Lisa lembut kas seseorang yang berbicara dengan bayi. "Hem, Mama!" balas baby Ax tersenyum girang. "Duh lucunya, sini cium dulu ...." ia pun mencium pipi baby Axel yang tetap gembul meski badannya tak begitu gemuk. Lisa tak bisa menahan diri kalau sudah bersama baby Axel, ia selalu akan menjadi terfavorit. Bagaimana tidak, baby bule seperti Axel ini juga sudah jadi selebgram dengan centang biru di akunnya, Resti-lah yang mengur
Max sempat kaget dengan suara Lisa yang biasanya lembut, kini menjadi keras. Ia terkejut dengan luapan emosi itu sampai tak sadar berdiri dari duduknya seperti yang dilakukan Lisa. "Lis," gumam Max sehati-hati mungkin. "Dengarkan saya dulu, kamu perlu pahami apa yang says katakan bukan dengan pikiranmu sendiri." "Tapi Bapak bilang ...." "Saya belum mengatakan semuanya, jadi dengarkan dulu dengan tenang, oke?" Lisa mengangguk saja, "Saya harus bagaimana, Pak?" tanyanya. "Ini asumsi kalau kamu mengalaminya lagi, sebab kondisi tubuhmu yang masih muda mungkin belum kuat untuk menjadi ibu susu. Jadi, Vanya menyarankan seperti apa yang disarankan Dokter Ester di opsi pertama. Tapi saya tau betul kamu gak mungkin mau saya sentuh, jadi bagaimana caranya agar saya bisa membantu, yakni dengan kita menikah." Max menunggu reaksi Lisa yang kosong, ia seperti shock dan mencoba berpikir lagi. Namun Max buru-buru menjelaskan kalau ia tak punya niat jahat atau niat untuk memanfaatkannya. "Lisa,