Share

5. Kekasih Duda

Author: Blue Rose
last update Last Updated: 2025-08-13 16:30:53

Sebulan setelah kepindahan Rindu, mereka pergi bertiga ke mal untuk membeli kebutuhan bayi.

Wanita itu tampil manis, dengan dress baby blue selutut dan outer rajut tipis berwarna senada. Rambutnya diikat dengan model messy bun yang memberikan kesan santai.

Tas bayi dibawa oleh Arka di bawah stroller Luna, karena memang stroller itu memiliki tempat untuk meletakkan barang.

Sesekali Arka melirik Rindu yang dengan tampilan itu, ia tampak jauh lebih muda, seperti anak kuliahan yang membuatnya terlihat gemas.

Dan berkali-kali, Arka mengingatkan dirinya sendiri, ‘Dia Tantemu, Arka!’

Sebenarnya Rindu juga cukup kagum dengan penampilan Arka. Ia sudah terbiasa melihat Arka mengenakan pakaian formal. Tapi saat ini, pria itu hanya memakai kaos putih dan celana jeans, serta sepatu kets yang membuatnya tampak modis sekaligus… maskulin.

Rindu buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah sekitar, sambil dalam hati merutuki dirinya sendiri karena memperhatikan keponakannya itu tanpa sadar.

Beberapa orang melirik mereka. Entah mengapa, Rindu merasakan pipinya panas ditatap banyak orang, tapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Sementara Arka terlihat santai, seolah sudah biasa menjadi pusat perhatian.

Di food court, Arka duduk berhadapan dengannya, memberi Luna susu botol berisi ASI.

"Abububu…." Luna tiba-tiba mengoceh dengan suara kecilnya yang menggemaskan.

"Aduh pinternya anak Papa, udah mulai ngoceh... hm?" sahut Arka, meladeni Luna bicara.

"Udah tiga bulan, usia dia udah mulai merespon suara," kata Rindu.

Arka menatap Rindu yang tersenyum teduh. Hal itu membuatnya sekali lagi terpesona pada tindakan sederhana wanita itu.

“Aku tenang kalau Luna sama kamu, Tante. Rasanya… aman."

Rindu hanya tersenyum, pura-pura kembali fokus pada makanannya. Ia tak ingin tenggelam terlalu jauh pada kedekatan mereka. Bagaimanapun, tugasnya di sini hanya sebagai ibu susu Luna. Tidak lebih, tidak kurang.

Setelah makan dan belanja kebutuhan Luna, Arka juga memaksa Rindu untuk memilih beberapa baju.

“Nggak perlu, Arka. Bajuku di rumah masih banyak dan masih bagus-bagus,” Rindu menolak dengan sungkan.

Tapi Arka terus berjalan, memasuki area dalam butik yang membuat Rindu merasa … tidak pantas berada di sana.

“Ayolah, Tan. Cuma beberapa pakaian,” sahut Arka ringan, sambil mendorong stroller Luna. “Mau aku bantu pilihkan?”

Rindu gelagapan, “Ng-nggak usah.”

Rindu lantas berpura-pura sibuk memilih baju untuk dirinya. Ia mencari pakaian paling sederhana dan murah. Tapi semua harga yang dilihatnya membuat matanya melotot.

Sepotong gaun yang terlihat sederhana saja harganya dua juta!

Kepala Rindu mendadak terasa pening.

“Selamat siang. Ibu mau coba bajunya? Bisa di sebelah sini.”

Baik Arka maupun Rindu menoleh pada pramuniaga yang menghampiri mereka. Gadis itu tersenyum ramah dan menyilakan Rindu ke arah ruang ganti.

“Gaun itu memang terlihat sederhana, tapi materialnya bagus dan terlihat elegan, cocok dengan citra istri Bapak,” kata pramuniaga kepada Arka. “Saya menyarankan agar gaun itu dipadankan dengan outer yang ini. Bagaimana menurut Bapak?”

Arka terpaku, sementara Rindu tergagap. “Ka-kami bukan—”

“Bagus,” Arka lebih dulu menyela, membuat Rindu menatapnya dengan bibir setengah terbuka.

“Pasti cocok kalau kamu yang pakai,” lanjut pria itu, tidak mengindahkan raut Rindu yang terlihat shock.

Pramuniaga tersenyum, lalu mengambil outer yang dia tawarkan dan memberikannya kepada Rindu.

Wanita itu menerimanya dengan kikuk. Matanya mengerjap, bingung dengan situasi ini. Mengapa Arka tidak meralat ucapan pramuniaga itu?

Rindu berusaha tidak memikirkannya. Ia mencoba gaun itu dan terasa pas di tubuhnya yang ramping.

Ia keluar dari ruang ganti. Seketika Rindu gelisah ketika Arka memandangnya dengan cara yang … tidak biasa. Tatapannya terlalu lekat dan dalam.

Rindu mengusap leher. “Umm… terlihat aneh ya?”

Arka berdehem canggung, lalu membuang pandangan ke arah lain.

Pramuniaga itu ternyata masih di sana. “Istri Bapak sangat cantik!” pujinya. Arka hanya menanggapinya dengan senyum.

“Mau saya tunjukkan koleksi yang lain, Pak?”

Arka mengiyakan dan meninggalkan Rindu yang melongo di depan pintu ruang ganti.

Rindu merasakan jantungnya berdentam dengan cepat dan lantang.

Apa yang terjadi? Mengapa perasaannya menjadi tidak karuan begini?

Tak lama kemudian, Arka kembali dengan beberapa paper bag. Ia tampak kewalahan menentengnya.

Rindu buru-buru membantu. “Astaga. Kenapa banyak banget, Ar?”

Arka hanya tersenyum tipis. “Buat Tante,” katanya ringan.

“Hah?”

“Anggap aja bonus karena Tante udah banyak bantu aku dan Luna.”

“Tapi—”

“Yuk. Sekarang waktunya Luna minum susu.”

Setelah mengatakan itu, Arka berjalan lebih dulu. Sebelah tangannya mendorong stroller Luna, dan tangan lainnya menenteng beberapa paper bag sekaligus.

Sementara Rindu mengikutinya dari belakang dengan perasaan campur aduk.

Beberapa saat kemudian, mereka tiba di rumah.

Seorang pembantu datang menyambut mereka dan membawa masuk barang belanjaan ke dalam.

“Aku antar Luna dulu ke kamar ya, Tan,” kata Arka, kemudian berlalu meninggalkan Rindu.

Wanita itu menghela napas dalam. Sepanjang perjalanan tadi, mereka tidak berbicara sama sekali.

Rindu merasa sangat canggung setelah kejadian di butik. Dia mulai khawatir apa yang dipikirkan orang-orang tentang dirinya dan Arka.

‘Sudahlah,’ Rindu berusaha tidak ambil pusing.

Ia mengeluarkan sisa belanjaan dari bagasi, dan hendak menutup gerbang saat dua orang ibu-ibu lewat dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.

Rindu menundukkan kepala dan tersenyum ramah kepada mereka sebagai sapaan. Kedua wanita paruh baya itu membalas senyumannya.

“Mari, Bu,” kata Rindu, lalu menutup gerbang hati-hati.

Saat hendak beranjak ke dalam rumah, suara dua wanita dari arah luar gerbang membuatnya terpaku.

“Cantik, ya. Kayak masih gadis.”

“Iya. Pantas aja Pak Arka betah di rumah.”

Deg!

Jantung Rindu seolah mencelos mendengarnya.

“Tapi dengar-dengar itu Tante-nya?”

“Ah, Tante apaan… kalau Tante masa serumah kayak gitu? Pacarnya kali….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   8. Perasaan Kurangajar

    Saat Arka berhasil menyusul, Rindu sudah masuk ke dalam kamar, dan kamarnya terkunci. Ketika ia mengetuk pun, tidak ada jawaban.“Tan, kamu baik-baik aja?” tanya Arka.Hening.Arka tidak mendengar apapun.Pria itu mondar-mandir di pintu dengan gelisah.Arka lalu memutuskan untuk membiarkan Rindu menenangkan diri. Tapi sampai langit berubah menjadi gelap, Rindu tidak juga keluar.Luna menangis kencang. Arka memberinya susu dari botol, tapi bayi mungil itu menolak. Tangisnya pecah hingga Arka yakin tetangga pasti akan mendengarnya.Rindu pun keluar dari kamarnya dengan mata sembab. Arka tahu Rindu sudah menutupi bekasnya, tapi masih terlihat seperti disengat lebah."Tan—"Rindu langsung masuk ke kamar Luna dan memunggungi Arka. Ia masih belum siap berbicara dengan pria itu."Tante, kita perlu bicara.""Sstt. Biar Luna tidur, jangan berisik," ujar Rindu pelan, tapi penuh penekanan hingga membuat Arka tak bisa berkutik.Pria itu lantas membiarkan Rindu menyusui Luna yang kini tampak anten

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   7. Saya Pengasuhnya

    Malamnya, saat Rindu sedang menyiapkan susu tambahan untuk Luna, listrik mendadak padam.Luna menangis kencang karena rumah gelap gulita. Arka segera menyalakan senter dari ponselnya dan mendekat.“Biar aku pegang, Tante siapkan susunya.”Dalam cahaya redup itu, Rindu dan Arka berdiri berdekatan di dapur. Luna ada di pelukan Arka, sementara Rindu meraba-raba botol susu.Dari luar, jika ada yang melihat lewat jendela, pemandangannya pasti seperti keluarga muda yang saling bahu-membahu di tengah situasi darurat.Rindu agak gelisah ketika Arka semakin mendekat hingga ia bisa merasakan suhu tubuh yang terasa hangat.Karena tidak fokus, Rindu tidak sengaja menyenggol botol susu panas hingga jatuh dan mengenai tangannya.“Akh!” Rindu memekik terkejut.Arka juga tersentak. Ia langsung menarik tangan Rindu dan membawanya ke wastafel.Air yang mengalir dari keran membasahi tangan Rindu yang memerah terkena susu panas.“Shh…” Wanita itu meringis.“Sakit?” tanya Arka, sambil tetap menggenggam pe

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   6. Gosip Makin Menggila

    Kalimat ibu-ibu itu melayang-layang di udara, menusuk telinga Rindu. Namun, ia pura-pura tidak mendengar, lalu segera masuk ke dalam rumah beserta barang belanjaan.Saat tiba di kamar, Rindu menerima telepon dari ibunya di kampung.“Rin, kabar kamu gimana?” suara ibunya terdengar hati-hati.“Baik, Bu. Luna sehat, Arka juga baik.”Hening sejenak, lalu ibunya berkata pelan, “Kamu… nggak apa-apa?”Rindu tidak langsung menjawab. Jantungnya masih berdegup kencang setelah mendengar pembicaraan tetangga tadi.Tapi ia berusaha menekannya. Rindu tersenyum, meski ibunya tak bisa melihat. “Nggak apa-apa, Bu. Memangnya apa yang bisa terjadi?” katanya, lebih untuk dirinya sendiri.“Kamu yakin?” tanya ibunya.“Iya, Bu. Semuanya aman terkendali,” kilah wanita itu.Ibunya menghela napas, seolah melepaskan sedikit beban. “Ya sudah. Ibu cuma… khawatir. Beritahu ibu kalau ada sesuatu ya?”Entah mengapa, dada Rindu terasa sesak mendengarnya.Apakah ia sudah salah menentukan pilihan?“Iya, Bu. Rindu pasti

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   5. Kekasih Duda

    Sebulan setelah kepindahan Rindu, mereka pergi bertiga ke mal untuk membeli kebutuhan bayi.Wanita itu tampil manis, dengan dress baby blue selutut dan outer rajut tipis berwarna senada. Rambutnya diikat dengan model messy bun yang memberikan kesan santai.Tas bayi dibawa oleh Arka di bawah stroller Luna, karena memang stroller itu memiliki tempat untuk meletakkan barang.Sesekali Arka melirik Rindu yang dengan tampilan itu, ia tampak jauh lebih muda, seperti anak kuliahan yang membuatnya terlihat gemas.Dan berkali-kali, Arka mengingatkan dirinya sendiri, ‘Dia Tantemu, Arka!’Sebenarnya Rindu juga cukup kagum dengan penampilan Arka. Ia sudah terbiasa melihat Arka mengenakan pakaian formal. Tapi saat ini, pria itu hanya memakai kaos putih dan celana jeans, serta sepatu kets yang membuatnya tampak modis sekaligus… maskulin.Rindu buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah sekitar, sambil dalam hati merutuki dirinya sendiri karena memperhatikan keponakannya itu tanpa sadar.Beberapa ora

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   4. Tante Mengagumkan

    Suasana kembali hening. Dari sudut matanya, Rindu bisa melihat Arka yang terdiam dengan wajah kaku di ambang pintu.Apakah kata-katanya salah? Rindu bertanya-tanya dalam hati.Bagaimanapun, mereka terikat perjanjian. Dan semua itu untuk Luna. Rindu tidak ingin merepotkan Arka lebih dari apapun.“Kamu udah makan?”Arka menoleh. Ia tidak langsung menjawab. Raut wajahnya begitu sulit diartikan, seolah ia tengah memikirkan sesuatu, namun enggan menyuarakannya.“Udah, tadi di luar,” sahut Arka. “Kalau gitu, aku mandi dulu,” katanya, kemudian berlalu meninggalkan Rindu dan Luna berdua.Rindu menghela napas. “Ya ampun, canggung banget,” gumamnya.Mungkin memang butuh waktu untuk beradaptasi. Kejadian seperti ini juga mungkin saja kembali terulang, dan itu bukanlah sesuatu yang besar.Rindu—dan mungkin juga Arka—harus terbiasa.Tapi entah mengapa, Rindu merasa itu tidak akan berjalan dengan mudah.**Pekan pertama, Rindu lebih banyak berdiam, mencoba memahami ritme rumah.Luna minum ASI setia

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   3. Pindah

    Pagi-pagi sekali, Rindu duduk di beranda sambil menyeruput teh hangat. Udara kampung masih basah oleh embun. Ibunya keluar, duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa.Rindu sepertinya harus jujur pada ibunya sekarang. Ia menarik napas, sebelum berkata.“Aku pikir-pikir… mungkin Ibu benar,” kata Rindu akhirnya, matanya menatap jauh. “Mungkin ini cara Tuhan… ngasih aku kesempatan untuk tetap jadi seorang ibu, meski bukan anak kandungku sendiri.”Ibunya menoleh, tersenyum samar. Ia sudah menduganya. “Kamu yakin?”Rindu mengangguk. “Aku akan ikut Arka ke kota. Dua tahun, seperti yang dia tawarkan. Setelah itu… kita lihat saja.”Kabar itu cepat sampai ke telinga Arka. Sore harinya, mobil hitamnya kembali masuk ke halaman rumah. Ia keluar tergesa-gesa, menghampiri Rindu yang sedang menyirami tanaman di depan rumah.“Jadi… Tante setuju?” suaranya seperti tidak percaya.Rindu tersenyum tipis melihat wajah tampan keponakannya yang 7 tahun lebih muda darinya itu.“Iya.”Arka terlihat berkaca-ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status