Beranda / Romansa / Ibu Susu Anak Keponakanku / 8. Perasaan Kurangajar

Share

8. Perasaan Kurangajar

Penulis: Blue Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-24 21:37:31

Saat Arka berhasil menyusul, Rindu sudah masuk ke dalam kamar, dan kamarnya terkunci. Ketika ia mengetuk pun, tidak ada jawaban.

“Tan, kamu baik-baik aja?” tanya Arka.

Hening.

Arka tidak mendengar apapun.

Pria itu mondar-mandir di pintu dengan gelisah.

Arka lalu memutuskan untuk membiarkan Rindu menenangkan diri. Tapi sampai langit berubah menjadi gelap, Rindu tidak juga keluar.

Luna menangis kencang. Arka memberinya susu dari botol, tapi bayi mungil itu menolak. Tangisnya pecah hingga Arka yakin tetangga pasti akan mendengarnya.

Rindu pun keluar dari kamarnya dengan mata sembab. Arka tahu Rindu sudah menutupi bekasnya, tapi masih terlihat seperti disengat lebah.

"Tan—"

Rindu langsung masuk ke kamar Luna dan memunggungi Arka. Ia masih belum siap berbicara dengan pria itu.

"Tante, kita perlu bicara."

"Sstt. Biar Luna tidur, jangan berisik," ujar Rindu pelan, tapi penuh penekanan hingga membuat Arka tak bisa berkutik.

Pria itu lantas membiarkan Rindu menyusui Luna yang kini tampak anteng dalam gendongannya.

**

Pagi harinya, Arka duduk di ruang kerjanya. Itu hari Minggu. Meski begitu, ia tak mungkin bisa libur. Ada banyak kerjaan yang harus ditangani dengan cepat.

Laptopnya terbuka, tumpukan dokumen menunggu ditinjau, tetapi fokusnya teralihkan oleh suara tawa kecil dari ruang tengah. Ia mendengar gumaman khas bayi, diselingi suara lembut seorang perempuan yang sangat ia kenali. Rindu.

"Abububu... ehehe!"

"Ih pinternya Luna cantik, hmm... Sayang."

Sejak Rindu datang dua bulan lalu, suasana rumah terasa berbeda. Rumah yang dulu sunyi hanya dipenuhi tangis Luna atau suara televisi kini berubah jadi hangat. Ada tawa kecil, ada nyanyian pelan, ada percakapan sederhana yang menenangkan.

Arka menutup laptopnya perlahan. Ia berjalan ke arah ruang tengah. Dengan hati-hati ia melangkah agar tidak menimbulkan suara.

Dari balik pintu, ia melihat pemandangan yang entah kenapa membuat dadanya terasa penuh.

Rindu sedang duduk di sofa, mengenakan daster warna pastel sederhana dan cardigan tipis. Rambutnya ia ikat seadanya, beberapa helai terlepas menutupi wajah manisnya. Di pangkuannya, Luna berbaring telentang, menendang-nendangkan kaki mungilnya sambil bergumam.

“Pintarnya anak Tante ini…” bisik Rindu lembut, jemarinya menyentuh perut Luna, membuat bayi itu terkekeh.

"Iiih geli gak nih? Geli gak... hmm?"

Luna merespons dengan mengoceh lebih keras, tangannya berusaha meraih wajah Rindu dengan semangat.

Arka berdiri di sana, memperhatikan.

Dulu, ia hanya mengingat Rindu sebagai ‘tantenya’, sosok kecil yang selalu menempel pada kakaknya saat mereka masih remaja. Namun, kini… entah sejak kapan, pandangannya berbeda.

Ada rasa kagum yang perlahan tumbuh, rasa yang mungkin dulu pernah ia rasakan tanpa sadar.

Ia menarik napas panjang, mencoba menepis perasaan itu. Tapi semakin ia melihat Rindu, semakin sulit menolak kenyataan bahwa perempuan itu telah membuat rumahnya hidup kembali. Atau bahkan mengisi ruang kosong di hatinya.

Arka lantas beranjak dari sana.

Suara langkahnya yang menjauh membuat Rindu menoleh. Dia melihat bayangan Arka yang perlahan tak lagi terlihat, lalu menghela napas panjang.

Rindu tidak tahu bagaimana cara berhadapan dengan pria itu. Jadi untuk saat ini, dia hanya ingin menghindar.

**

Namun, Rindu tahu ia tidak bisa menghindar lebih lama.

Bagaimanapun mereka tinggal satu rumah. Tak ada tempat untuk bersembunyi.

“Kamu belum tidur?”

Rindu menoleh, tampak sedikit terkejut melihat Arka berdiri di ambang pintu kamar bayi. Entah sejak kapan. “Belum. Aku cuma… suka lihat dia tidur. Rasanya damai aja.”

Arka tersenyum samar. Lampu kamar itu temaram. Rindu duduk di kursi goyang sambil menatap bayi yang tertidur pulas di ranjang kecilnya.

 “Kamu kelihatan capek, tapi tetap betah di sini,” kata Arka.

Rindu tertawa kecil. “Capeknya hilang kalau lihat Luna, Arka. Kamu begitu juga kan?"

Arka mengangguk setuju. Melihat Luna saja sudah membuat beban yang ia bawa dari kantor terasa lebih ringan.

Keheningan turun sebentar. Arka menatap Rindu, wajahnya diterangi cahaya lampu redup.

“Aku… nggak tahu harus bilang apa,” ucap Arka akhirnya. “Tapi terima kasih. Karena kamu, rumah ini nggak sepi lagi.”

Rindu terdiam, menunduk, lalu tersenyum tipis. “Aku juga senang bisa di sini, Arka. Luna itu… bikin aku merasa berarti.”

Arka menatapnya lebih lama, tapi menahan diri. Ia tahu, ada banyak hal yang belum sempat ia pahami tentang perasaan sendiri.

Namun satu hal jelas—kehadiran Rindu perlahan menghangatkan suasana rumah kembali. Sesuatu yang selama ini hilang darinya.

“Aku… minta maaf,” ujar Arka tiba-tiba, membuat Rindu menatapnya bingung.

“Untuk?”

“Yang kemarin,” kata pria itu.

Ekspresi Rindu berubah kaku. Ia memalingkan wajahnya, tak lagi berpandangan dengan Arka. “Bukan salahmu,” ujar Rindu akhirnya.

“Tante nggak perlu pikirin gosip orang. Selama aku ada, nggak akan ada yang berani macem-macem.”

Rindu menunduk, merasakan degup jantungnya sedikit lebih cepat. “Aku nggak takut, Arka. Aku cuma… nggak mau Luna nanti dengar yang nggak-nggak. Reputasimu juga jadi terganggu kalau mereka tahu kebenarannya."

Arka mengangguk pelan. “Luna akan tahu, Tante ada di hidupnya karena sayang, bukan karena yang lain. Terkait reputasi, aku nggak peduli.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   Epilog

    Benar saja, Rindu akhirnya kelelahan dan tak bisa diganggu seharian gara-gara Arka menguasainya di dalam kamar. Yang tau-tau saja mereka melakukan apa. Intinya, Bi Siti dan yang lain dibebaskan berkeliling, sekaligus membawa Baby Luna agar tak mengganggu mereka. Saat Rindu terbangun, waktu sudah gelap dan Arka sedang main gitar di balkon. Ia duduk di kursi rotan, menatap ke arah laut sambil bersenandung dengan santai. Wajahnya tampak selalu tersenyum, seolah tiada masalah dalam hidupnya. "Arka..."Arka langsung menoleh melihat bidadarinya yang baru keluar kamar. Arka langsung mengulurkan tangan dengan senyum terbaiknya. "Sini Sayang, capek ya?"Rindu pun menerima uluran tangan itu dan duduk di samping suaminya, dan bersandar di pundaknya. "Capek banget sampe susah jalan, kamu tuh energinya gak habis-habis!" protes Rindu. Seperti biasa, Arka hanya cengegesan saat ditegur. Lalu ia meletakkan gitarnya dan mengangkat istrinya ke pangkuannya. Rindu agak kaget, tapi tak kaget dengan ke

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   Extra Part 5

    Buk! Rindu meninju lengan bisep suaminya. Bukannya kesakitan, Arka malah terkekeh. "Masa kiss doang gak mau sih?" tanya Arka sok sedih. Meliat ekspresi itu Rindu langsung bimbang. Ia terperdaya oleh tipu daya Arka yang dahsyat itu. "Minimal cium pipi kek," lanjut Arka. Ia menyodorkan pipinya agar Rindu lebih mudah menjangkaunya--dengan bibirnya. Rindu memikirkannya, mungkin tidak apa-apa cium pipi. Namun saat ia maju, memejamkan mata, dan ingin mencium pipi suaminya itu. Arka malah menoleh sehingga bibir mereka saling bersentuhan. Rindu kaget dan langsung menjauh, tapi sayang Arka lebih cepat mencegahnya. Arka berhasil memperdalam ciuman mereka, sampai tak terasa Rindu sudah berbaring dengan dirinya di atasnya. "Arka..." Rindu terlihat gugup, tapi ia tidak mendorong Arka atau menunjukkan penolakan. Arka tau ini sangat tiba-tiba. Saat ia akan mendekat, Rindu terlihat memejamkan mata. Entah tak siap, atau sedang gugup untuk menerima ciuman Arka. Namun melihat Ri

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   Ekstra Part 4

    Dini hari, acara resepsi baru selesai. Musik lembut mengalun dari pengeras suara. Para tamu mulai pulang satu per satu, dan udara desa terasa tenang lagi. Rindu duduk di teras, masih mengenakan kebayanya yang kini sedikit kusut. Angin malam mengelus lembut wajahnya, membawa aroma bunga kenanga dari halaman. Dari dalam rumah, Arka muncul sambil membawa dua gelas jahe hangat. Ia menyerahkan satu kepadanya. “Untuk istri tercantik di dunia,” katanya pelan. Rindu tertawa kecil, menatapnya. “Jadi mau udah jadi Suamiku?" “Iya dong,” balas Arka sambil duduk di sebelahnya. "Coba panggil suamiku." "Suamiku?" "Kurang mesra," protes Arka. "Suamiku~~" Arka langsung memegang dadanya sambil menunduk. Rindu langsung khawatir, ia memagang wajah Arka agar menghadapnya. Namun bukannya kesakitan yang ia lihat dalam ekspresinya, Arka justru tertawa. "Hahaha!" Rindu pun menabok lengan bisep sang suami. "Dih boongan!" "Sorry, tapi beneran kok. Dadaku rasanya pingin meledak!" "K

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   Extra Part 3

    Nama Arka kembali mencuat dengan skandal yang beredar. Rindu sampai ragu untuk meneruskan acara pernikahan mereka, "Cinta Lama Belum Usai?" "Hubungan Arka dan Nadya Kembali Dipertanyakan." Foto-foto lama mereka diposting ulang, disandingkan dengan potongan gambar yang diedit tak bertanggung jawab. Tagar baru bermunculan, komentar publik pun terbelah antara yang membela dan yang mencaci. Rindu membaca semuanya dengan tangan bergetar. Bukan karena ia percaya, tapi karena hatinya merasa khawatir. Ia tahu betul siapa Arka, tapi melihat namanya kembali dihujat, membuat hatinya ikut perih. Pagi itu ia duduk di ruang tamu rumahnya, ponsel di pangkuan, matanya kosong menatap lantai. Ibunya datang membawa teh hangat. “Nak, jangan dibaca lagi beritanya. Sudahlah, nanti juga reda.” Rindu mengangguk, tapi suaranya nyaris tak keluar. “Tapi, Bu… kenapa harus selalu muncul pas waktunya udah dekat kayak gini?” Ibu menatap putrinya pelan. “Mungkin karena bahagiamu besar, jadi ada aja ya

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   Extra Part 2

    Meski mungkin ada kejutan lain yang menunggu, Arka secara sadar siap menghadapinya. Ia yakin sendiri pun ia bisa, tapi keberadaan Rindu akan melengkapinya. "Sayang... kangen," gumam Arka ketika ia melakukan video call dengan Rindu. Rindu hanya tersenyum melihat bayi besarnya itu. "Bukannya nanyain anak malah tiba-tiba bilang kangen. Sapa dulu nih Luna," balas Rindu. Arka hanya tersenyum lelah. Meski lelah, ia tetap menyapa putrinya yang duduk dan menatapnya. "Bilang halo ke Papa, Sayang," ajak Rindu. Baby Luna terlihat memproses, lalu berkata. "Papa!" "Bilang halo, gitu!" "Hayo..." "Halo, Papa!" "Hayo Papa!" Arka terkekeh melihat putrinya yang tampak berkembang dengan penuh kebahagiaan. Rasanya ia ingin menangis saking bahagianya. "Halo juga sayangnya Papa, udah mimi susu hari ini?" sapa Arka. "Udah gitu..." tuntun Rindu. "Udhah, udhah?" tiru Baby Luna seolah bertanya. Bayi cantik itu langsung membuat Rindu gemas dan langsung memeluknya dan menciumny

  • Ibu Susu Anak Keponakanku   Extra Part 1

    “Yang aku sesali cuma satu, kenapa aku nggak jujur dari awal, kalau hatiku bukan buat kamu. Aku gak akan bisa mencintai orang lain selain Rindu, sejak awal." Nadya terdiam. Mata yang selalu penuh percaya diri kini hanya menyimpan sisa-sisa rasa marah dan kecewa. Tangannya mengepal di atas meja, tapi suaranya pelan ketika akhirnya bicara. “Dan sekarang?” “Sekarang,” jawab Arka dengan nada tegas namun tenang, “aku nggak akan membohongi siapapun lagi.” Keheningan menggantung di antara mereka. Café itu terasa terlalu sunyi untuk dua hati yang sedang bersitegang. Nadya menatap Arka dalam, seolah masih mencari celah untuk masuk ke hati yang selalu ia harapkan. Tapi yang ia temukan hanya dinding kokoh, bukan lagi pria yang mudah ia dekati. Arka ternyata selalu memasang dinding itu, hanya kelihatan mudah didekati tapi tak mudah dimasuki. Dan sekarang semuanya terlambat, hati itu sepenuhnya adalah milik Rindu seorang. “Kalau gitu…” Nadya berbisik dengan nada getir, “ini belum

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status