Beberapa hari kemudian.“Menurut penelitian medis, terbakar hidup-hidup adalah salah satu cara paling menyakitkan untuk mati.” Suara wanita itu terdengar jelas dari layar ponsel.Wanita itu duduk rapi dengan jas lab putih dan latar belakang studionya menggambarkan suasana otopsi virtual yang modern.“Awalnya, rasa terbakar hanya terasa di permukaan kulit,” lanjut sang Dokter Spesialis Forensik yang juga seorang Content Creator itu dengan tenang dan penuh penekanan. “Tapi dalam hitungan detik, rasa sakit itu menembus lapisan dermis, otot, hingga tulang. Syaraf-syaraf bereaksi liar, dan korban akan menggeliat, menjerit, bahkan kejang sebelum akhirnya ... tubuh lumpuh oleh trauma dan kehilangan kesadaran karena kekurangan oksigen.”Sydney menelan ludah dengan susah payah.Dia duduk dalam limosin hitam mewah yang bergerak perlahan menembus jalan menuju pemakaman. Pakaiannya serba hitam, gaun midi satin yang elegan dengan mantel tebal menggant
“Jangan … tolong ….” pinta Vienna dengan suara parau sambil membelalakan mata.Tubuh wanita itu menggigil hebat ketika jari-jari Morgan mencengkeram lehernya begitu kuat. Napasnya tersengal-sengal.Dunia gelap di balik mata Vienna seakan menarik dirinya untuk pergi dari raga itu.Namun, sebelum Vienna benar-benar kehabisan napas, Morgan melepaskan cengkeramannya. Morgan sengaja melakukan itu untuk menyiksa Vienna.Vienna terkulai dan terbatuk-batuk keras seperti orang yang baru saja diselamatkan setelah tenggelam.“Khkhh … a-arrghh!” Vienna menggeliat, lidahnya terasa seperti terbakar oleh udara yang kembali masuk.Sementara itu, Morgan tertawa dingin dan menusuk. Suara tawa yang keluar dari bibir Morgan terdengar seperti nyanyian maut di telinga Vienna.“Kau harus tahu ini sebelum mati, Vienna,” tukas Morgan tajam sambil memberi Vienna tatapan seorang pembunuh. “Wajar jika kau tidak tahu ini karena malam itu kau pergi l
Tidak sampai setengah jam kemudian, Morgan turun dari mobil hitam yang berhenti di depan rumah bercat abu kusam dengan pagar besi yang mulai berkarat.Beberapa anak buahnya sudah berjaga di sekitar pekarangan rumah itu.Tidak ada yang menegur mereka, karena gerbang itu tidak lagi berpenghuni satpam.Begitu melihat Morgan, mereka serempak menunduk memberikan hormat.Morgan menyapu pandangan ke seluruh area rumah Fred dan Ghina—yang sekarang ditinggali Vienna sejak perceraiannya dengan Lucas.Rumput liar tumbuh liar tanpa kontrol. Pekarangan itu lebih mirip ladang semak ketimbang halaman rumah.Morgan mendongak sedikit, menatap rumah bobrok itu dengan dagu terangkat. Mata pria itu mengisyaratkan pada salah satu anak buahnya.Pria berpakaian serba hitam itu mengangguk cepat dan berbalik memberi perintah pada yang lain, “Masuk, ikat target ke kursi!”“Baik!” jawab yang lain hampir bersamaan.Mereka kembali membungkuk sopan kepada Morgan, lalu menerobos masuk lebih dulu ke dalam rumah.Mor
“Sebenarnya, selain beberapa pelayan di mansion ini,” ucap Sydney pelan, “hanya Keluarga Zahlee yang tahu secara spesifik tentang toko kue pandan favoritku, Honey.” Morgan spontan mengernyitkan dahi. Pria itu agak menunduk dan mencoba menangkap sorot mata istrinya. “Maksudmu, kau memintaku untuk mengerucutkan pencarian ke Keluarga Zahlee?” tanya Morgan memastikan kode tersirat yang Sydney berikan. Sydney menahan napas sejenak sebelum mengangguk pelan. Dia mendongakan kepala sehingga tatapan mereka bertemu. “Aku akan menyerahkan pencarian itu padamu,” ujar Sydney dengan tegas dan mantap. “Siapa pun orangnya, beri dia hukuman dengan versimu, Morgan.” Morgan tidak segera menjawab. Mata pria itu menyapu wajah Sydney yang pucat, tetapi tidak gentar. Wanita itu sedang membawa dua nyawa di dalam tubuhnya, tetapi hal itu justru membuat Sydney semakin berani. Sydney menggenggam tangan Morgan erat. “Aku tidak bisa membiarkan darah dagingku celaka di kemudian hari, baik saat merek
Waktu tidur siang bagi si kembar sudah tiba.“Jade, jangan tarik kancingnya, Sayang. Ini bukan mainan,” ucap Sydney sambil mengangkat tangan kecil anak laki-lakinya dari kancing baju tidur yang baru saja dia pakaikan.Di sisi lain, Jane sudah merebahkan tubuh mungilnya ke atas bantal berbentuk kelinci dengan napas kecil yang mulai melambat.Sydney baru saja selesai mengganti pakaian mereka dengan bahan yang lebih lembut dan nyaman. Mengingat, sebentar lagi masuk waktu tidur siang untuk Jade dan Jane.Suasana kamar si kembar terasa hangat, aroma bedak bayi bercampur lembut dengan semilir AC ruangan.Namun, ketenangan itu segera terusik saat pintu kamar diketuk pelan dan terbuka beberapa detik kemudian.Tok! Tok! Tok!“Nyonya, permisi,” sapa Celia ceria sambil masuk bersama Miran, keduanya masing-masing membawa dua kotak makanan.“Ada apa, Celia?” Sydney menoleh dengan alis terangkat.Celia tersenyum leba
Sorotan angka digital di lampu lift yang turun dari lantai 20 menuju lobi Zahlee Entertainment berbinar terang.“Kenapa lama sekali liftnya?” desis Vienna sambil mengetukkan ujung heels-nya ke lantai lift.Gerakan itu dilakukan terus menerus. Wanita itu tidak bisa menyembunyikan kegelisahan yang dia rasakan.Vienna jug meremas ujung blazer krem mahalnya sambil menggigit bibir bawahnya.‘Bagaimana cara menghancurkan Sydney dengan cepat?’ batin Vienna penuh amarah. ‘Wanita itu tidak bisa terus dibiarkan hidup bahagia setelah membuatku dipermalukan seperti ini!’Datang ke mansion Ravenfell tanpa undangan dan menyerang Sydney secara langsung sama saja dengan bunuh diri.Apalagi jika Morgan sedang berada di sana. Bisa saja kali ini bukan hanya tangan Vienna yang patah, tetapi juga lehernya.Vienna menggeleng, menolak keras ide untuk datang ke mansion terkutuk itu.Ting!Denting lift berbunyi. Pintu terbuka s