“Entah berapa kali aku mencoba melukai diri dengan pecahan kaca karena kau membunuh putraku,” ujar Sydney dengan suara gemetar dan mata membara. “Aku baru sadar bahwa seharusnya, aku menggunakan pecahan kaca itu untuk membunuhmu, Lucas!”
Kenangan saat Sydney berkali-kali mencoba mengakhiri hidup berputar di benaknya.Saat itu Sydney merasa tindakannya tepat. Namun setelah Sydney kembali bahagia, rasanya hal seperti itu adalah keputusan bodoh.Sydney masih memegang pisau, tetapi tubuhnya mulai berguncang karena adrenalin dan rasa takut yang tidak tertahankan.Darah Lucas tercecer di lantai, tetapi pria itu masih bergerak.Tiba-tiba, dengan gerakan kasar dan penuh kebencian, Lucas mencabut sendiri pecahan botol dari dadanya.Suara sobekan daging membuat Sydney bergidik.Srrk!Pecahan kaca itu lepas dan darah langsung menyembur dari dada Lucas.Lucas terbatuk keras hingga muntah darah. Cairan merah pekat i“Aku … akan segera mengabari kalian. Jangan khawatir,” sahut Sydney akhirnya.Dengan sedikit bujuk rayu, Nirina akhirnya mau menutup telepon tanpa mendapat jawaban pasti dari Sydney.Morgan yang sedang duduk di sofa sambil menggulir tabletnya, ikut memperhatikan percakapan itu.Pria itu sudah mengganti jasnya. Beberapa saat lagi dia akan mengantar si kembar pertama sekolah.“Timothy dan Nirina?” tebak Morgan sambil mengangkat salah satu alisnya.Sydney mengangguk dengan tatapan sendu.“Aku lupa memberitahu mereka tentang kondisimu,” tukas Morgan. “Dan aku tebak, kau juga belum memberitahu mereka?”“Mereka tidak perlu tahu, Honey. Mereka pasti sudah cukup stres dengan persiapan pernikahan,” balas Sydney lembut.Morgan tidak membalas lagi. Dia hanya mengangguk dan kembali ke tabletnya.Tidak lama kemudian Ken datang untuk pemeriksaan pagi.Ken memeriksa detak jantung dan tekanan darah Sydney.Pria itu juga menanyakan beberapa hal dasar seperti apakah Sydney tidur dengan nyenyak dan apak
Pria di ujung telepon itu tertawa terbahak-bahak.Kesempatan itu Morgan gunakan untuk memeriksa pesan dari Nero yang baru masuk ke ponselnya.[Lokasi ponsel di Negara Cordanze. Nomor terdaftar atas nama Onix.]Morgan mengangkat salah satu sudut bibirnya. Dia sangat mengenal nama itu.Saat Morgan kembali menempelkan ponsel di telinga, tawa Onix baru saja berhenti.“Tanda tanganmu, boleh juga,” sahut Onix santai. “Aku memang membutuhkannya, di atas surat pengunduran diri sebagai Pemimpin Keluarga Draxus.”“Jangan buru-buru,” sahut Morgan sambil membuka tablet yang dia simpan di atas meja dekat sofa.Morgan membuka data dari Jerry. Nama Onix memang terdaftar sebagai salah satu orang yang hendak melakukan penyerangan pada Morgan.Namun Morgan tidak mengira bahwa Onix yang akan menghubunginya langsung.Onix adalah anggota termuda Keluarga Draxus. Pria itu junior Morgan saat dilatih oleh Si Tua.Ada banyak orang yang lebih senior daripada Onix, yang lebih pantas menghubungi Morgan.“Kenapa?
Sereia dan Zaleia tertidur pulas di pelukan pengasuhnya setelah Sydney menyusui mereka langsung.Si kembar kedua itu bahkan bisa pulang dengan membawa beberapa kantung ASI untuk persediaan tambahan di rumah hasil Sydney memompa.Mengingat, bayi seusia mereka sebaiknya tidak terlalu sering datang ke rumah sakit.“Sampai bertemu di lain waktu, Sayang,” ucap Sydney, lalu mencium pipi keduanya.Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sereia dan Zaleia harus segera pulang.Bukan hanya Sereia dan Zaleia yang merasa bahagia karena bisa disusui oleh ibunya, Sydney pun merasakan hal yang sama.Sebagai seorang ibu, tidak ada hal lain yang dapat lebih membahagiakan Sydney, selain diizinkan menjalankan perannya sebagai ibu.Salah satunya adalah dengan menyusui anak-anak, walaupun masih harus di bawah pengawasan Dokter Spesialis Laktasi.Si kembar kedua pergi beberapa saat kemudian.Jade dan Jane langsung berebutan ingin duduk bersama Sydney. Mereka ingin memamerkan hasil karyanya pada sang ibu.
“Aku yakin, aku akan menemukan jalan keluarku sendiri,” lanjut Morgan sambil tersenyum tipis pada keduanya.Ken dan Zya tidak bisa membantah.Morgan adalah ayah kandung Sereia dan Zaleia.Pria itu yang paling berhak menentukan keputusan terbaik untuk anak-anaknya.“Baiklah,” sahut Ken mengerti. “Tapi kau harus tahu kalau kami siap dijadikan pilihan terakhir.”“Honey ….”Mereka bertiga mematung.Morgan yang menoleh pertama kali ke arah sumber suara itu.Jantung Morgan berdetak lebih cepat.Ada sebagian hati kecilnya yang berkata bahwa suara itu hanya ilusi saja.Namun Morgan benar-benar melihat mata Sydney terbuka ke arahnya.“Darling!” sahut Morgan antusias.Pria itu spontan melangkah mendekat ke sisi ranjang sang istri.“Kau sudah sadar?” tanya Morgan dengan suara bergetar.Morgan mencengkeram pinggiran ranjang, tidak berani membelai wajah istrinya yang masih terlihat rapuh.Sydney mengangguk lemah.“Ken! Apa yang kau lakukan di sana?!” tegur Morgan begitu melihat Ken masih mematung.
Morgan tidak menjawab pertanyaan Ken.Pria itu membiarkan Ken terjaga semalaman karena penasaran.Jadwal pemindahan Sydney ke ruang rawat inap biasa masih sekitar satu jam lagi.Morgan menumpang mandi di ruangan Ken.Sementara Ken sudah duduk di depan televisi untuk melihat berita yang Morgan maksud.“Kau sungguh tega membiarkanku penasaran!” keluh Ken sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya.Morgan hanya terkekeh sambil menuang air putih ke dalam gelasnya. Lalu dia duduk di sebelah Ken.Tepat saat itu topik berita berganti.“Berita mengejutkan datang dari Cordanze, di mana beberapa orang dilaporkan keracunan karena mengonsumsi jamur beracun.”Morgan menyeringai puas.“Korban terdiri dari 34 orang. 11 orang meninggal dunia, 19 orang dinyatakan kritis, dan sisanya masih dalam perawatan. Mengingat korban tinggal di rumah yang berbeda, tapi masih satu keluarga, maka Polisi sedang menyelidiki adanya kemungkinan kasus ini diinisiasi oleh seseorang.”Morgan tertawa terbahak-bahak.“Sebel
Namun, perintah tetaplah perintah. Mereka segera membawa pelayan ke kebun belakang dan menyisakan Layla.Saat hanya tersisa mereka berdua, Layla merasa tidak pantas berdiri. Jadi dia berlutut dengan jantung berdebar hebat.“Hukuman untuk Bibi Layla harus jauh lebih spesial dari siapa pun. Bibi adalah Kepala Pelayan di sini,” tukas Morgan sambil berjalan pelan mengitari Layla.“Ya, Tuan. Saya akan menerimanya,” sahut Layla pasrah sambil meneteskan air mata.“Bibi akan aku hukum untuk menjadi pencicip makanan anggota keluargaku mulai sekarang sampai waktu yang tidak ditentukan,” ucap Morgan sambil menatap tajam Layla dan melipat tangan di depan dada.Itu pekerjaan berisiko. Apalagi setelah sebelumnya sudah ada riwayat kejadian keracunan.Pekerjaan yang seperti dua mata pisau.Di satu sisi, Layla merasa masih dipercaya oleh Morgan. Namun di sisi lain, Layla juga merasa ini adalah bentuk kekecewaan pria itu.“Baik,