Morgan membuka mata, lalu mengangguk.“Dirimu,” jawab Morgan sambil menyugar rambut Sydney yang jatuh ke dahi. “Kau meminta vitamin atau obat ampuh pada Ken, demi datang ke pernikahan Tim dan Nirina, tapi mengabaikan kesehatanmu.”Sydney terdiam. Morgan tampak masih ingin bicara.“Saat kau tidak sadarkan diri, duniaku gelap,” lanjut Morgan. “Aku tidak pernah membayangkan … hidup tanpa ada kau di dunia ini.”Morgan menarik napas, sebelum bicara lagi, “Hari pertama kau masuk ICU, jadi hari yang paling menegangkan. Keempat anak kita tidak berhenti menangis dan mencarimu.”Mata Sydney berkaca-kaca. Dia menunduk, merasa bersalah.Setiap mengingat cerita Morgan bagian itu, hati Sydney ikut merasakan sakit.Seandainya saja Sydney lebih hati-hati, dia tidak akan keracunan di depan anak-anak dan membuat mereka trauma.“Maaf .…” ucap Sydney lirih sambil membalas genggaman tangan Morgan.“Sekarang kau paham kenapa aku tidak mengizinkanmu pergi?” tanya Morgan sambil tersenyum.Perasaan penuh kasi
“Aku … akan segera mengabari kalian. Jangan khawatir,” sahut Sydney akhirnya.Dengan sedikit bujuk rayu, Nirina akhirnya mau menutup telepon tanpa mendapat jawaban pasti dari Sydney.Morgan yang sedang duduk di sofa sambil menggulir tabletnya, ikut memperhatikan percakapan itu.Pria itu sudah mengganti jasnya. Beberapa saat lagi dia akan mengantar si kembar pertama sekolah.“Timothy dan Nirina?” tebak Morgan sambil mengangkat salah satu alisnya.Sydney mengangguk dengan tatapan sendu.“Aku lupa memberitahu mereka tentang kondisimu,” tukas Morgan. “Dan aku tebak, kau juga belum memberitahu mereka?”“Mereka tidak perlu tahu, Honey. Mereka pasti sudah cukup stres dengan persiapan pernikahan,” balas Sydney lembut.Morgan tidak membalas lagi. Dia hanya mengangguk dan kembali ke tabletnya.Tidak lama kemudian Ken datang untuk pemeriksaan pagi.Ken memeriksa detak jantung dan tekanan darah Sydney.Pria itu juga menanyakan beberapa hal dasar seperti apakah Sydney tidur dengan nyenyak dan apak
Pria di ujung telepon itu tertawa terbahak-bahak.Kesempatan itu Morgan gunakan untuk memeriksa pesan dari Nero yang baru masuk ke ponselnya.[Lokasi ponsel di Negara Cordanze. Nomor terdaftar atas nama Onix.]Morgan mengangkat salah satu sudut bibirnya. Dia sangat mengenal nama itu.Saat Morgan kembali menempelkan ponsel di telinga, tawa Onix baru saja berhenti.“Tanda tanganmu, boleh juga,” sahut Onix santai. “Aku memang membutuhkannya, di atas surat pengunduran diri sebagai Pemimpin Keluarga Draxus.”“Jangan buru-buru,” sahut Morgan sambil membuka tablet yang dia simpan di atas meja dekat sofa.Morgan membuka data dari Jerry. Nama Onix memang terdaftar sebagai salah satu orang yang hendak melakukan penyerangan pada Morgan.Namun Morgan tidak mengira bahwa Onix yang akan menghubunginya langsung.Onix adalah anggota termuda Keluarga Draxus. Pria itu junior Morgan saat dilatih oleh Si Tua.Ada banyak orang yang lebih senior daripada Onix, yang lebih pantas menghubungi Morgan.“Kenapa?
Sereia dan Zaleia tertidur pulas di pelukan pengasuhnya setelah Sydney menyusui mereka langsung.Si kembar kedua itu bahkan bisa pulang dengan membawa beberapa kantung ASI untuk persediaan tambahan di rumah hasil Sydney memompa.Mengingat, bayi seusia mereka sebaiknya tidak terlalu sering datang ke rumah sakit.“Sampai bertemu di lain waktu, Sayang,” ucap Sydney, lalu mencium pipi keduanya.Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sereia dan Zaleia harus segera pulang.Bukan hanya Sereia dan Zaleia yang merasa bahagia karena bisa disusui oleh ibunya, Sydney pun merasakan hal yang sama.Sebagai seorang ibu, tidak ada hal lain yang dapat lebih membahagiakan Sydney, selain diizinkan menjalankan perannya sebagai ibu.Salah satunya adalah dengan menyusui anak-anak, walaupun masih harus di bawah pengawasan Dokter Spesialis Laktasi.Si kembar kedua pergi beberapa saat kemudian.Jade dan Jane langsung berebutan ingin duduk bersama Sydney. Mereka ingin memamerkan hasil karyanya pada sang ibu.
“Aku yakin, aku akan menemukan jalan keluarku sendiri,” lanjut Morgan sambil tersenyum tipis pada keduanya.Ken dan Zya tidak bisa membantah.Morgan adalah ayah kandung Sereia dan Zaleia.Pria itu yang paling berhak menentukan keputusan terbaik untuk anak-anaknya.“Baiklah,” sahut Ken mengerti. “Tapi kau harus tahu kalau kami siap dijadikan pilihan terakhir.”“Honey ….”Mereka bertiga mematung.Morgan yang menoleh pertama kali ke arah sumber suara itu.Jantung Morgan berdetak lebih cepat.Ada sebagian hati kecilnya yang berkata bahwa suara itu hanya ilusi saja.Namun Morgan benar-benar melihat mata Sydney terbuka ke arahnya.“Darling!” sahut Morgan antusias.Pria itu spontan melangkah mendekat ke sisi ranjang sang istri.“Kau sudah sadar?” tanya Morgan dengan suara bergetar.Morgan mencengkeram pinggiran ranjang, tidak berani membelai wajah istrinya yang masih terlihat rapuh.Sydney mengangguk lemah.“Ken! Apa yang kau lakukan di sana?!” tegur Morgan begitu melihat Ken masih mematung.
Morgan tidak menjawab pertanyaan Ken.Pria itu membiarkan Ken terjaga semalaman karena penasaran.Jadwal pemindahan Sydney ke ruang rawat inap biasa masih sekitar satu jam lagi.Morgan menumpang mandi di ruangan Ken.Sementara Ken sudah duduk di depan televisi untuk melihat berita yang Morgan maksud.“Kau sungguh tega membiarkanku penasaran!” keluh Ken sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya.Morgan hanya terkekeh sambil menuang air putih ke dalam gelasnya. Lalu dia duduk di sebelah Ken.Tepat saat itu topik berita berganti.“Berita mengejutkan datang dari Cordanze, di mana beberapa orang dilaporkan keracunan karena mengonsumsi jamur beracun.”Morgan menyeringai puas.“Korban terdiri dari 34 orang. 11 orang meninggal dunia, 19 orang dinyatakan kritis, dan sisanya masih dalam perawatan. Mengingat korban tinggal di rumah yang berbeda, tapi masih satu keluarga, maka Polisi sedang menyelidiki adanya kemungkinan kasus ini diinisiasi oleh seseorang.”Morgan tertawa terbahak-bahak.“Sebel