Sydney ikut tersentak.
“Morgan,” ucap Sydney pelan.Wanita itu sontak menoleh dan membulatkan mata ketika menyadari siapa yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam.Morgan tidak langsung menjawab. Pria itu melangkah cepat dan mendekat.Dalam hitungan detik, Morgan sudah berdiri di samping Sydney dan menggantikan posisi Jerry. Dia menyentuh lembut lengan sang istri.“Kau mau ke mana, Darling?” Suara Morgan turun beberapa oktaf, berubah hangat seperti embusan angin sore.Sydney menatap Morgan dengan dahi mengernyit. Rasa sakit masih mendera tubuh Sydney.“Belajar jalan, Honey,” jawab Sydney menguatkan diri penuh tekad.“Jangan salah paham, Morgan.” Sebelum Morgan sempat berkata apa pun, Jerry angkat bicara. “Tadi perawat meminta Kakak Ipar untuk segera mulai belajar berjalan. Kami tadinya ingin menunggumu, tapi ternyata kau cukup lama. Sebentar lagi jadwal menyusu si kembar, Kakak Ipar bilang ingin ke ruanJade dan Jane akhirnya tertidur setelah Morgan membacakan beberapa cerita anak-anak. Mereka mulai aktif bertanya walaupun belum banyak kosakata yang dikuasai.“Sebelumnya, aku tidak tahu kalau memiliki anak akan membuatku semakin sibuk,” tukas Morgan pelan sambil menutup pintu kamar si kembar.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Suara jam berdetak halus, menyatu dengan heningnya mansion yang mulai sepi.Beberapa titik lampu sudah dimatikan. Namun ruang kerja Morgan di ujung lorong masih terang.Morgan masuk ke ruangan itu. Ada hal lain yang harus dia lakukan sebelum kembali ke rumah sakit untuk menemani Sydney.Anton berdiri di dekat meja dengan map di tangannya. Namun yang lebih menarik perhatian Morgan adalah Ken yang duduk santai di salah satu sofa sambil menyandarkan lengan ke sandaran sofa.“Kau di sini juga?” tanya Morgan datar.“Aku juga harus tahu siapa pimpinan organisasi yang sedang mengincar kekasihk
Sydney sejak awal memang sudah menduga ada sesuatu di balik sikap baik Morgan pada Jerry.“Aku akan mengikuti caramu.” Ucapan itu meluncur dari bibir Sydney dengan begitu tenang.Namun cukup untuk membuat Morgan mengernyitkan dahi. Alis pria itu langsung bertaut tajam, berusaha memahami jawaban sang istri.“Maksudmu apa, Darling?” tanya Morgan sambil terus menggenggam tangan Sydney di antara jemarinya.Sydney mengangkat bahu pelan dan mengukir senyum tipis.“Bukankah kau sedang menjaga musuh dalam selimut?” balas Sydney santai. “Aku juga akan melakukan hal yang sama. Waspada, tetapi menjaganya tetap dekat. Aku belajar dari yang terbaik.”Morgan mengerjapkan mata, terdiam beberapa detik sebelum akhirnya mengembuskan napas pelan.Pria itu tersenyum tipis, lalu mengusap kepala Sydney dengan lembut.“Berhati-hatilah,” pinta Morgan.Sydney mengangguk. Lalu, wanita itu mencondongkan tubuh untuk mencium singka
"Aku belum punya kekasih," jawab Jerry sambil menggaruk tengkuknya dan mengukir senyum tipis penuh makna. "Tapi aku suka wanita seperti Sydney. Dan ... aku melihat Zya, sedikit banyak, punya sifat yang mirip."Nirina spontan menutup mulut dengan tangan dan melirik cepat ke arah Ken.Kali ini, Ken tidak bisa lagi pura-pura tidak mendengar. Bahu pria itu menegang, dan matanya langsung menoleh tajam menatap Jerry.“Cari yang lain. Zya sudah bersamaku,” tegas Ken penuh ancaman.Jerry hanya menaikkan alis dan tersenyum santai.“Kau ada rencana menikahinya?” tanya Jerry tenang dan penuh ejekan yang samar. “Kalau belum, berarti aku masih boleh mengusahakan Zya.”Ken mengepalkan tangan di atas lutut. Buku-buku jarinya menegang, menekan kuat, tetapi dia tidak bergerak.Dari sudut matanya, Ken melihat Morgan dan Sydney kembali ke ruangan. Maka, meskipun jantungnya mendesak dada, Ken memilih diam.Namun, ucapan Jerry tadi
Sydney ikut tersentak.“Morgan,” ucap Sydney pelan.Wanita itu sontak menoleh dan membulatkan mata ketika menyadari siapa yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam.Morgan tidak langsung menjawab. Pria itu melangkah cepat dan mendekat.Dalam hitungan detik, Morgan sudah berdiri di samping Sydney dan menggantikan posisi Jerry. Dia menyentuh lembut lengan sang istri.“Kau mau ke mana, Darling?” Suara Morgan turun beberapa oktaf, berubah hangat seperti embusan angin sore.Sydney menatap Morgan dengan dahi mengernyit. Rasa sakit masih mendera tubuh Sydney.“Belajar jalan, Honey,” jawab Sydney menguatkan diri penuh tekad.“Jangan salah paham, Morgan.” Sebelum Morgan sempat berkata apa pun, Jerry angkat bicara. “Tadi perawat meminta Kakak Ipar untuk segera mulai belajar berjalan. Kami tadinya ingin menunggumu, tapi ternyata kau cukup lama. Sebentar lagi jadwal menyusu si kembar, Kakak Ipar bilang ingin ke ruan
“Itu juga hipotesis saya, Tuan. Tapi belum ada bukti yang menunjuk ke arah sana.” Anton di seberang sana menjawab dengan cepat.Morgan mengangguk pelan.“Cari tahu dan selidiki, tapi kau harus lebih berhati-hati. Mereka berbahaya,” perintah Morgan, sekaligus memberi peringatan.Jerry dan Si Tua bukanlah lawan yang bisa dipandang sebelah mata. Mereka bukan target biasa yang selama ini Anton hadapi. Keduanya penuh strategi, manipulatif, dan punya koneksi ke mana-mana.Morgan tidak bisa sembarangan menurunkan orang-orangnya untuk menguntit mereka, bahkan Anton sekalipun yang sudah terlatih khusus di tugas ini.Organisasi bela diri yang disebut-sebut oleh Si Tua itu bukan sekadar tempat latihan. Itu adalah pabrik pencipta tentara bayaran, prajurit terbaik yang tidak segan membunuh demi kontrak.Dan itu berarti, mereka bisa saja dengan mudah menemukan dan menghabisi Anton.“Baik, Tuan,” jawab Anton dengan patuh.Morg
“Tidak ada yang serius. Setelah kami pergi dari hadapanmu, Jerry sempat mengajakku makan bersama di luar. Namun aku menolaknya, jadi dia pergi sendiri dan tidak kembali.” Ken mengernyitkan dahi.“Kalau begitu …” Morgan menyipitkan mata. “Apa yang dia lakukan di mansion Ravenfell sebelum aku sampai?”Morgan harus mencari tahu seberapa banyak yang sudah Jerry berhasil selidiki dari mansionnya.Jika Jerry sampai jauh lebih dulu dari Morgan, maka kemungkinan pria itu sudah tahu segalanya. Morgan harus mengubah segalanya pula supaya Jerry tidak bisa melakukan sesuatu.Seperti jadwal dan jumlah pekerja. Jerry bisa saja menyusup dari situ.Ken tampak berpikir sambil menatap langit-langit rumah sakit sejenak sebelum kembali menatap Morgan.“Tidak lama. Berbeda dengan para anak buah, dia sampai di mansion paling terakhir. Berdekatan dengan jam kedatanganmu,” jawab Ken akhirnya.Morgan mengunci jawaban itu dalam kepalanya. Jerry d