Share

Bab 2

Author: A mum to be
last update Last Updated: 2025-06-26 15:04:12

Alya tak sadarkan diri sejak keputusan hakim menghancurkan harapannya. Tubuhnya limbung, lalu jatuh begitu saja di lantai ruang sidang yang dingin. Sementara itu suara panik Hanum menggema, memanggil namanya berulang kali.

"Alya! Astaga! Tolong!" Hanum lantas berlutut, menepuk-nepuk pipi sahabatnya yang pucat pasi. Panik dan tak tahu harus berbuat apa, ia menoleh ke arah petugas keamanan yang berjaga. "Tolong panggil ambulans! Dia butuh pertolongan!"

Tak lama kemudian, sirene ambulans meraung di luar gedung pengadilan. Para petugas medis dengan sigap mengangkat tubuh Alya ke atas tandu dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Hanum mengekor, tangannya menggenggam erat jari sahabatnya yang lemah.

Setibanya di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit, Alya segera diperiksa oleh dokter. Hanum berdiri di sudut ruangan, menggigit bibirnya, berusaha menahan tangis. Ia tak pernah melihat Alya sejatuh ini. Kehilangan Rey telah menghabiskan semangat hidup perempuan malang tersebut.

Saat itulah, suara lembut namun penuh keterkejutan menyapanya. "Hanum?"

Hanum menoleh, matanya membesar ketika melihat seorang wanita berseragam perawat berdiri tak jauh darinya. Rambutnya dikuncir rapi, dengan wajah yang masih sama seperti dulu.

"Dinda?" Hanum mengerjap, nyaris tak percaya.

Dinda tersenyum, lalu tanpa ragu memeluknya erat. "Ya Tuhan, lama banget enggak ketemu! Aku baru sadar tadi pas lihat kamu di sini."

Hanum membalas pelukannya, tapi kesedihan masih terpancar dari sorot matanya. "Dinda... kasihan Alya. Dia baru saja kehilangan hak asuh anaknya.”

Dinda melirik ke arah Alya yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Napasnya tertahan melihat betapa ringkih perempuan itu. Ia mengingat Alya yang dulu ceria dan penuh semangat. Kini yang ada di hadapannya hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu.

"Kasihan sekali..." gumam Dinda lirih. "Aku enggak bisa bayangin gimana sakitnya kehilangan anak sendiri."

Hanum mengusap matanya yang berkaca-kaca. "Aku enggak tahu harus gimana, Din. Alya benar-benar kehilangan segalanya."

Dinda menghela napas dalam. Ia menatap Hanum dengan sorot mata serius. "Tadi juga ada seorang bayi malang yang ditinggalin ibunya saat melahirkan."

Hanum terperangah. "Ditinggalin? Kenapa?"

"Ibunya meninggal setelah melahirkan," jawab Dinda dengan suara sendu. "Bayinya sehat, tapi dia butuh ASI. Kami kesulitan mencari donor karena kondisi bayi itu sangat sensitif. Dia sangat butuh seseorang yang bisa memberinya ASI."

Hanum terdiam, meresapi kata-kata Dinda. Ia menoleh ke arah Alya, memperhatikan sahabatnya yang kini tampak mulai sadar. Kelopak matanya bergerak pelan sebelum akhirnya terbuka. Wajahnya masih terlihat kosong, seolah dunia sudah kehilangan warnanya.

"Alya?" Hanum mendekat, menggenggam tangannya dengan lembut. "Kamu udah sadar?"

Alya mengangguk pelan, tetapi matanya masih terlihat redup. "Aku enggak bisa menyusui Rey lagi, Num..." bisiknya dengan suara serak. "Dadaku sakit... ASI-ku penuh... Tapi aku enggak bisa memberikannya ke anakku sendiri."

Hanum menoleh ke Dinda dengan tatapan penuh makna. Dinda mengangguk pelan, lalu melangkah mendekat. Ia meraih tangan Alya dengan lembut.

"Yang sabar ya, Al. Aku tahu ini nggak mudah," kata Dinda pelan, penuh kehati-hatian.

Sayangnya Alya hanya terdiam. Keadaannya tersebut membuat Hanum dan Dinda benar-benar prihatin.

Alya duduk di atas ranjang rumah sakit dengan tatapan kosong. Setelah persidangan yang menghancurkan dunianya, ia kini berada di titik terendah dalam hidupnya. Hak asuh Rey jatuh ke tangan Adrian, dan ia tidak punya pilihan selain menerima kenyataan pahit itu. Namun, ada hal lain yang juga menyiksanya—dadanya terasa penuh, nyeri, dan bengkak. ASI yang biasa ia berikan untuk Rey kini tidak bisa ia salurkan.

Hanum, yang sejak tadi berada di sisinya, menggenggam tangan Alya dengan erat. "Al, kamu harus makan. Kamu butuh tenaga."

Alya menggeleng lemah. "Buat apa, Num? Buat siapa? Rey enggak bisa ketemu aku lagi… Aku bahkan enggak bisa menyusuinya lagi."

Hanum menatap sahabatnya dengan penuh kesedihan. Ia tahu betapa Alya mencintai putranya, dan kehilangan Rey bukan hanya membuat hatinya hancur, tetapi juga tubuhnya tersiksa.

Sementara Dinda yang sejak tadi memantau kondisi Alya, kembali masuk ke dalam ruangan. Ia membawa segelas susu hangat dan duduk di sisi ranjang. "Al, kamu enggak bisa terus begini. Aku tahu ini berat, tapi ada hal yang mungkin bisa membantumu."

“Din,” bisik Hanum seraya menggelengkan kepala. Menandakan keraguan akan apa yang hendak diutarakan oleh Dinda kemudian.

“Enggak pa-pa, Num. Kali aja ini bisa jadi penyemangat untuk Alya,” gumam Dinda penuh keyakinan.

Alya mengangkat wajahnya, matanya sembab. "Apa maksudmu?"

Dinda ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Di rumah sakit ini, ada seorang bayi yang ditinggalkan ibunya setelah melahirkan. Ayahnya, seorang pria kaya, sedang mencari ibu susu untuk anaknya."

Alya terdiam, mencoba memahami kata-kata Dinda. "Ibu susu? Maksudmu... aku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 67

    Jerry terbahak begitu melihat Sean yang terus membungkam bibirnya. Mata lelaki itu bersinar penuh kemenangan, seolah menikmati reaksi canggung yang ditunjukkan sahabatnya tersebut.Dengan ekspresi penuh selidik, ia pun bersuara, "Kenapa? Apa yang kutuding barusan benar bukan?"Sean menghela napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Alya bersedia hidup denganku. Itu saja sudah cukup.""Oh ya? Apa kau yakin?" Jerry menyeringai, menyandarkan tubuh ke kursi sambil melipat tangannya di dada. "Kau tak ingin kesalahan sama terulang seperti hubungan toksikmu dengan Catherine, bukan?""Jerry!" tegur Sean dengan rahang yang mulai mengeras.Mata Jerry sedikit menyipit, menangkap perubahan raut wajah sahabatnya. "Alya adalah perempuan yang berbeda," lanjut Sean, kali ini dengan nada yang lebih tegas.Jerry pun mengangguk mengiyakan. "Saran saja dariku, Sean. Ungkapkan perasaanmu secara verbal. Lalu tuntut dia untuk melakukan hal sama. Kalian berdua butuh keyakinan yang dalam.""Apa itu pen

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 66

    Sean tidak membuang waktu. Keesokan harinya, ia mengatur pertemuan dengan beberapa kolega bisnis yang terpengaruh oleh rumor yang beredar. Ia memilih restoran eksklusif yang biasa menjadi tempat berkumpul para pebisnis ternama. Mengenakan setelan terbaiknya, Sean memasuki ruangan dengan langkah mantap, tatapannya tajam dan penuh ketegasan.Ketika Richard dan beberapa pengusaha lainnya tiba, mereka mendapati Sean sudah duduk menunggu dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Ia menegakkan punggungnya, memancarkan aura seorang pria yang tidak bisa diremehkan."Terima kasih sudah datang," ucap Sean, mengangkat gelas anggurnya sedikit sebelum meletakkannya kembali. "Aku dengar ada pembicaraan yang menarik mengenai istriku."Richard dan beberapa yang lain saling bertukar pandang, mencoba menyembunyikan rasa canggung mereka. Namun, Sean tidak memberinya kesempatan untuk menyangkal."Aku ingin meluruskan sesuatu." Suaranya tetap tenang, tetapi ada ketegasan yang tak terbantahkan. "Alya adala

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 65

    “Apa kata dunia jika Sean menggelar pernikahan resmi tanpa kehadiran ayahnya?”Suara Tuan Agusta barusan membuat para tamu yang hadir kompak mengangguk paham. Sementara Miranda berdiri di tempatnya dengan perasaan gelisah.“Aku dengar Tuan Alex masih sibuk di Singapura,” sahut yang lain.“Pekan depan dia akan hadir di pesta pernikahan Alya dan Sean,” tukas Tuan Agusta sekaligus menutup obrolan mereka malam itu.Malam semakin meninggi. Satu per satu tamu undangan mereka mulai berpamitan. Hanya Miranda yang terlihat di sana. Tuan Agusta sudah masuk ke kamarnya setengah jam yang lalu, sedangkan Sean dan Alya lebih dulu menghilang dengan alasan ingin menidurkan Leon bersama.“Maaf,” ucap Sean begitu melihat Alya ke luar dari kamar mandi.Istrinya itu mengernyit keheranan. “Kenapa?”“Ibu masih belum bisa menerimamu,” ucap Sean lagi. Dia meraih pergelangan tangan Alya hingga keduanya bisa bersitatap dengan jarak dekat.“Ibumu benar. Aku akan kesulitan berhadapan dengan dunia kalian.”“Hei!”

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 64

    Miranda melirik arlojinya sekilas, lalu menoleh ke arah para pelayan yang sibuk di dapur. Dengan nada tegas, ia memberikan perintah, "Pastikan meja makan sudah tertata dengan sempurna. Gunakan peralatan makan dari koleksi perak. Jangan sampai ada noda sedikit pun. Dan siapkan anggur terbaik kita."Para pelayan langsung mengangguk dan bergerak lebih cepat, mengerti bahwa malam ini bukanlah sekadar makan malam biasa. Miranda kembali tersenyum penuh arti, lalu beralih ke Tuan Agusta yang duduk santai di sofa ruang tengah, menyesap teh hangat."Aku mengundang beberapa kolega bisnis Sean untuk makan malam," katanya ringan, seolah hal itu bukan sesuatu yang luar biasa.Tuan Agusta tampak terkejut. Pria sepuh itu memandangnya dengan tatapan penuh selidik. "Tanpa memberitahu Sean terlebih dahulu?"Miranda mengangkat bahu. "Mengapa harus? Ini juga demi kebaikan Sean. Lagipula, aku ingin memastikan bahwa kita semua ada di halaman yang sama. Alya tidak pantas berada di lingkungan kita, dan para

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 63

    Pagi menjelang dengan sinar matahari yang menghangatkan seluruh kediaman keluarga Agusta. Di dalam kamar, Alya bangun lebih dulu, menatap wajah Sean yang masih terlelap di sampingnya. Lelaki itu tampak lebih damai dalam tidurnya, seakan semua ketegangan yang terjadi kemarin tidak pernah ada.Alya mengalihkan pandangannya ke arah boks bayi. Leon masih terlelap dengan tenang, sesekali jemari mungilnya bergerak dalam tidurnya. Tidak jauh dari sana, Rey masih tertidur pulas di kamar sebelah setelah Sean memindahkannya semalam.Alya bangkit perlahan, berniat untuk beranjak ke kamar mandi. Namun, baru saja kakinya menyentuh lantai, sebuah tangan besar menangkap pergelangan tangannya.“Kau mau ke mana?” suara serak Sean terdengar dalam kantuknya.Alya tersenyum kecil. “Ke kamar mandi. Lepaskan dulu.”Sean menghela napas sebelum akhirnya melepaskan genggamannya. Alya pun berjalan ke kamar mandi, meninggalkan Sean yang masih bergelung di balik selimut.Beberapa saat kemudian, suara tangisan ba

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 62

    "Ibu tidak setuju kalau anak kandung Alya itu tinggal di sini. Apa kata orang-orang nanti? Kau terpincut oleh janda beranak pula. Aduh aduh! Pengumuman pernikahan kalian saja sudah berat, ini malah ditambah lagi dengan drama yang rumit. Tidak habis pikir jadinya."Miranda terus menyampaikan aksi protes atas penjelas Sean padanya tadi. Kini kepalanya menggeleng tegas dengan mata yang menatap tajam wajah tampan sang putra."Ini adalah hidupku. Ibu tidak berhak ikut campur!!" bantah Sean, suaranya bergetar menahan amarah. Tangannya mengepal di sisi tubuh, sementara rahangnya mengeras."Apa katamu??" Miranda tertawa hambar, sorot matanya tajam menusuk. "Ayahmu juga tidak akan setuju, Sean. Jadi sebelum banyak orang yang tahu, lebih baik urus semua kekacauan ini."Ketegangan menggantung di udara. Sean menatap ibunya dengan rahang mengatup rapat, berusaha menahan gejolak dalam dadanya. Miranda tidak mau mundur, wajahnya penuh keteguhan, seolah ia tidak akan goyah sedikit pun.Tiba-tiba, ket

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status