Share

Bab 3

Author: A mum to be
last update Huling Na-update: 2025-06-26 15:04:47

“Alya, aku tahu ini nggak mudah," kata Dinda pelan, penuh kehati-hatian. "Tapi di sini, di rumah sakit ini, ada bayi kecil yang sangat membutuhkan ASI. Ibunya meninggal saat melahirkannya, dan dia belum mendapatkan cukup asupan susu."

Alya menatap Dinda dengan mata berkabut. "Bayi itu... tidak punya ibu?"

Dinda mengangguk. "Ya. Dia kehilangan ibu yang melahirkannya. Seperti kamu yang sedang kehilangan Rey, bayi itu juga kehilangan ibunya."

Air mata Alya mulai menggenang. Ia meremas selimutnya erat-erat, merasakan gelombang perasaan yang tak bisa dijelaskan. Sakit karena kehilangan Rey masih menggerogoti hati, tetapi ada sesuatu dalam kata-kata Dinda yang menyentuh sisi terdalam jiwanya.

Dinda kembali melanjutkan kata-katanya. "Kamu sedang dalam kondisi menyusui, dan aku tahu kamu pasti merasa kesakitan karena ASI-mu enggak keluar. Bayi itu butuh ASI, dan kamu butuh cara untuk mengatasinya. Ini bisa jadi solusi untukmu."

Alya menunduk, pikirannya berkecamuk. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan berada dalam situasi seperti ini. Bagaimana mungkin ia memberikan ASI kepada bayi orang lain, sementara putranya sendiri tidak bisa ia susui lagi?

"Aku nggak tahu, Dinda... Ini terlalu sulit untukku."

Dinda tersenyum lembut. "Aku ngerti. Tapi, Al... mungkin ini juga cara Tuhan membantumu melewati masa sulit ini. Bayi itu membutuhkanmu, dan kamu butuh sesuatu untuk tetap bertahan. Setidaknya, pikirkanlah dulu."

Alya menatap Hanum, seolah meminta pendapat. Hanum menggenggam tangannya dan berkata, "Pikirin lagi ya, Al. Mungkin ini bisa membantumu bangkit. Setidaknya, kamu bisa tetap merasa dibutuhkan."

Alya menarik napas panjang. Mungkin benar, ini bisa membantunya bertahan. Dan yang lebih penting, ia butuh pekerjaan. Ia tidak punya apa-apa lagi. Tanpa uang, tanpa rumah, tanpa Rey. Jika ia terus seperti ini, bagaimana ia bisa melanjutkan hidup?

"Baiklah," Alya akhirnya berkata, meski hatinya masih penuh keraguan. "Aku … akan mencobanya."

Keesokan harinya, Dinda mengatur pertemuan dengan pria yang mencari ibu susu untuk anaknya. Alya duduk di sebuah ruangan khusus di rumah sakit, merasa canggung dan gugup. Pintu terbuka, dan seorang pria memasuki ruangan dengan langkah mantap.

Sean Alexander.

Alya langsung mengenali namanya. Dia adalah seorang pengusaha muda yang sukses, pemilik berbagai perusahaan besar di Jakarta. Pria itu memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, tatapan mata tajam, dan aura dingin yang sulit ditembus. Setelan jas hitamnya terlihat sempurna, mencerminkan status dan kekayaannya.

Namun, yang paling menarik perhatian Alya bukanlah ketampanan pria itu, melainkan bayi kecil yang ada dalam gendongannya. Seorang bayi mungil dengan kulit putih bersih dan pipi kemerahan, tertidur dengan tenang dalam selimut biru.

Sean menatap Alya dengan ekspresi datar, lalu duduk di kursi di hadapannya. "Suster Dinda bilang kamu bersedia menjadi ibu susu untuk anakku."

Alya menelan ludah, merasa gugup di bawah tatapan tajam pria itu. "Iya, tapi... aku belum tahu apakah aku benar-benar bisa melakukannya."

Sean menatapnya lebih dalam, seolah sedang menilainya. "Kamu punya pengalaman menyusui sebelumnya?"

Alya mengangguk. "Saya baru saja kehilangan hak asuh anak... dan saya masih dalam masa menyusui."

Ekspresi Sean sedikit melunak, meski hanya sejenak. "Kalau begitu, kamu seharusnya tidak akan kesulitan. Aku membutuhkan seseorang yang bisa memberikan ASI secara eksklusif untuk Leon. Cukup enam bulan saja."

Alya menatap bayi dalam gendongannya. "Leon... Itu namanya?"

Sean mengangguk. "Istriku meninggal setelah melahirkan. Aku tidak punya pilihan selain mencari ibu susu untuknya."

Alya merasakan simpati yang dalam. Leon masih begitu kecil, tak berdosa, namun sudah ditinggalkan oleh ibunya sendiri. Sama seperti Rey, yang kini jauh darinya.

"Apa tugas dan tanggung jawab saya?" tanyanya akhirnya, mencoba tetap profesional meskipun emosinya masih bercampur aduk.

"Kamu hanya perlu menyusui Leon sesuai jadwal. Aku akan memberimu tempat tinggal, gaji yang layak, dan semua kebutuhanmu akan ditanggung. Satu syaratku, kamu tidak boleh terikat secara emosional dengan Leon."

Alya terkejut. "Apa maksudnya, Pak?"

"Aku tidak ingin drama. Aku hanya butuh seseorang untuk memberikan ASI padanya, bukan seorang ibu pengganti. Saat kontrak ini berakhir, kamu pergi dan tidak ada ikatan lagi." Suara Sean begitu dingin, seakan ia ingin menutup kemungkinan adanya hubungan emosional.

Alya menghela napas panjang. Ia tahu ini bukan hal yang mudah. Namun, apa lagi pilihannya? Ia butuh pekerjaan, ia butuh tempat tinggal. Dan yang paling penting, ia butuh sesuatu yang bisa mengisi kekosongan dalam hatinya.

Ia menatap Leon sekali lagi, lalu berkata, "Baik, saya … setuju."

Sean mengangguk, lalu menyerahkan bayi itu ke pelukannya. "Kalau begitu, mulai sekarang, Leon ada dalam tanggung jawabmu."

Saat Leon berada di dalam pelukannya, Alya merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Bayi itu terasa begitu hangat, begitu kecil dan tak berdaya. Ia menatap wajah mungil itu, dan untuk pertama kalinya sejak ia kehilangan Rey, ia merasakan sesuatu yang mirip dengan harapan.

Namun, ia tidak tahu bahwa keputusan ini akan mengubah hidupnya dengan segera.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 7

    Alya duduk di kursi goyang di kamar bayi, mengayun pelan sambil menatap Leon yang tertidur dalam dekapan hangatnya. Nafas kecil bayi itu terdengar lembut, naik turun dalam irama yang menenangkan. Jari-jarinya yang mungil masih menggenggam erat jemari Alya, seolah takut kehilangan kehangatan yang ia berikan.Dari awal, Alya hanya berniat untuk merawat Leon sebagai bagian dari tugasnya. Tidak lebih. Tapi entah sejak kapan, perasaannya mulai berubah. Semakin lama ia menghabiskan waktu bersama Leon, semakin besar rasa sayangnya pada bayi itu. Setiap kali ia menenangkannya saat menangis, setiap kali Leon tertawa kecil dalam tidurnya, ada sesuatu di dalam dirinya yang perlahan terbuka.Kenangan lama yang sudah ia kubur dalam-dalam mulai menyeruak kembali. Alya menatap wajah mungil Leon dan untuk kesekian kalinya, ia mengingat anaknya sendiri. Anak yang tidak pernah bisa ia lihat tumbuh besar. Perasaan itu datang seperti gelombang besar yang menerjang hatinya tanpa ampun. Ia sudah mencoba me

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 6

    "Saya hanya ingin membuat teh," jawab Alya pelan, mencoba mempertahankan ketenangannya.Sean mengamati ekspresinya dengan penuh selidik. Wajahnya masih menyiratkan ketegangan dari percakapan yang baru saja terjadi di telepon. Namun, alih-alih menegurnya lebih jauh, Sean menghela napas panjang lalu berjalan melewatinya."Sudah malam, sebaiknya kau kembali ke kamar," katanya tanpa menoleh.Alya mengangguk, memilih untuk tidak membalas. Ia tidak ingin memperkeruh suasana, terutama saat Sean sedang dalam keadaan emosional seperti ini. Namun, ia tidak bisa mengabaikan apa yang baru saja didengarnya. Ada sesuatu yang membuat Sean begitu marah—sesuatu yang berkaitan dengan bisnisnya.Saat ia kembali ke kamarnya, pikirannya masih dipenuhi oleh percakapan itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan mengapa Sean terlihat begitu penuh amarah? Apakah ini ada hubungannya dengan masa lalunya? Alya tidak tahu, tapi satu hal yang pasti—pria itu menyimpan banyak luka yang belum sembuh.Keesokan paginya, Aly

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 5

    Alya bertanya secara tiba-tiba, tanpa sadar suara hatinya keluar.Sean menatapnya, ekspresinya mengeras. "Karena aku tidak ingin membuat kesalahan yang sama. Leon hanya butuh seseorang untuk menyusuinya, bukan sosok ibu pengganti. Aku tidak ingin dia tumbuh dengan harapan yang tidak nyata."Ada kepedihan dalam suara barusan, meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Alya tidak bertanya lebih jauh. Ia tahu ada sesuatu di masa lalu Sean yang membuatnya seperti ini. Namun, ia juga tidak ingin memaksakan diri untuk mengetahuinya.Saat itu, suara tangis Leon memenuhi ruangan. Alya segera mengambil bayi itu dan menggendongnya dengan lembut. Ia bisa merasakan tubuh kecil itu bergerak gelisah, mencari kenyamanan. Perlahan, Alya mulai menyusuinya dengan posisi berbalik badan.Sean memperhatikan tanpa berkata apa-apa. Matanya tidak lagi sekadar menilai, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam di sana. Sesuatu yang hampir menyerupai kekaguman.Alya menunduk, fokus pada Leon. Ia tidak tahu ke mana arah

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 4

    Alya berdiri di depan apartemen mewah milik Sean Alexander. Udara malam yang sejuk menerpa wajahnya, membawa serta rasa gugup yang semakin menguasai dirinya. Sejak pertemuan mereka di rumah sakit sore tadi, semuanya terasa begitu cepat. Kini, ia benar-benar akan tinggal di rumah seorang pria asing untuk merawat bayi yang bukan darah dagingnya.Pintu besar itu terbuka secara otomatis setelah Sean mengetikkan kode pada panel di sampingnya. Ia melangkah masuk tanpa menoleh ke belakang, membuat Alya harus buru-buru mengikutinya. Begitu melewati ambang pintu, Alya tertegun.Ruangan itu luas, dengan langit-langit tinggi dan interior modern yang didominasi warna hitam, putih, dan abu-abu. Setiap furnitur tampak mahal dan tertata rapi, memberikan kesan dingin dan formal, sangat mencerminkan pemiliknya."Ikut aku," kata Sean singkat, berjalan menuju sebuah ruangan di sudut apartemen. Alya mengikuti tanpa suara.Ruangan itu adalah kamar bayi. Tidak seperti bagian apartemen lainnya yang terasa d

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 3

    “Alya, aku tahu ini nggak mudah," kata Dinda pelan, penuh kehati-hatian. "Tapi di sini, di rumah sakit ini, ada bayi kecil yang sangat membutuhkan ASI. Ibunya meninggal saat melahirkannya, dan dia belum mendapatkan cukup asupan susu."Alya menatap Dinda dengan mata berkabut. "Bayi itu... tidak punya ibu?"Dinda mengangguk. "Ya. Dia kehilangan ibu yang melahirkannya. Seperti kamu yang sedang kehilangan Rey, bayi itu juga kehilangan ibunya."Air mata Alya mulai menggenang. Ia meremas selimutnya erat-erat, merasakan gelombang perasaan yang tak bisa dijelaskan. Sakit karena kehilangan Rey masih menggerogoti hati, tetapi ada sesuatu dalam kata-kata Dinda yang menyentuh sisi terdalam jiwanya.Dinda kembali melanjutkan kata-katanya. "Kamu sedang dalam kondisi menyusui, dan aku tahu kamu pasti merasa kesakitan karena ASI-mu enggak keluar. Bayi itu butuh ASI, dan kamu butuh cara untuk mengatasinya. Ini bisa jadi solusi untukmu."Alya menunduk, pikirannya berkecamuk. Ia tidak pernah membayangka

  • Ibu Susu Untuk Bayi Tuan Sean   Bab 2

    Alya tak sadarkan diri sejak keputusan hakim menghancurkan harapannya. Tubuhnya limbung, lalu jatuh begitu saja di lantai ruang sidang yang dingin. Sementara itu suara panik Hanum menggema, memanggil namanya berulang kali."Alya! Astaga! Tolong!" Hanum lantas berlutut, menepuk-nepuk pipi sahabatnya yang pucat pasi. Panik dan tak tahu harus berbuat apa, ia menoleh ke arah petugas keamanan yang berjaga. "Tolong panggil ambulans! Dia butuh pertolongan!"Tak lama kemudian, sirene ambulans meraung di luar gedung pengadilan. Para petugas medis dengan sigap mengangkat tubuh Alya ke atas tandu dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Hanum mengekor, tangannya menggenggam erat jari sahabatnya yang lemah.Setibanya di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit, Alya segera diperiksa oleh dokter. Hanum berdiri di sudut ruangan, menggigit bibirnya, berusaha menahan tangis. Ia tak pernah melihat Alya sejatuh ini. Kehilangan Rey telah menghabiskan semangat hidup perempuan malang tersebut.Saat itulah

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status