Share

Ibu Susu untuk Sang Pewaris
Ibu Susu untuk Sang Pewaris
Author: Devie Putri

1. Bertemu Kembali

Author: Devie Putri
last update Last Updated: 2025-01-27 13:59:50

"Setelah dilakukan pemeriksaan, bayi ibu mengalami kesulitan bernafas karena penyakit jantung bocor bawaan yang dideritanya sejak lahir. Saya sarankan agar anak ibu segera dioperasi." Ucapan dokter itu membuat Nawang hanya bisa meneguk ludah sendiri. Satu yang membuat kepalanya hampir pecah. Darimana dia bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi? 

"Kira-kira berapa biaya operasinya, Dok?" tanya Nawang dengan sudut mata yang mulai basah. 

"Mungkin sekitar dua ratus sampai lima ratus juta. Untuk rinciannya, ibu bisa tanya ke bagian resepsionis," jelas dokter itu lagi. Sedangkan Nawang hanya bisa menghela nafas panjang. 

"Maaf, Bu, apa ibu punya BPJS?" Dokter tersebut mencoba memberikan solusi.

Nawang menggeleng pelan, "Nggak punya, Dok."

"Wah ... sayang sekali, Bu. Padahal jika ibu punya, itu bisa sedikit meringankan biaya operasi. Setidaknya mungkin bisa diusahakan untuk dicover separuhnya. Suami ibu kemana? Mungkin bisa dibicarakan dengan suami lagi soal saran saya ini."

Nawang merasa kedua pipinya mulai basah, "Suami saya sudah meninggal karena kecelekaan, Dok."

Satu bulan yang lalu dia baru saja berduka. Suami yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal akibat kecelakaan tragis saat bekerja. Dia bekerja sebagai seorang ojek online. Entah karena mengantuk atau kelelahan, motor yang dia kendarai masuk ke kolong kontainer. Separuh badan lelaki itu pun hancur. Nawang bahkan langsung jatuh pingsan setelah mendatangi tempat kejadian. 

Padahal mereka baru saja dikaruniai seorang anak. Bahkan anak mereka baru saja genap berusia satu bulan. Belum puas menimang anaknya, naas, lelaki itu harus meregang nyawa di tengah mengupayakan nafkah untuk keluarganya. 

"Oh ... maaf, Bu. Saya tidak tahu." Raut wajah sang dokter berubah dipenuhi rasa bersalah. 

"Nggak apa-apa, Dok. Kalau begitu saya permisi keluar dulu. Saya akan usahakan dapat uang secepatnya agar anak saya bisa cepat ditangani."

Nawang duduk lemas di lantai rumah sakit setelah keluar dari ruangan dokter. Sembari menatap handphone yang layarnya sudah retak di beberapa bagian, otaknya berpikir keras. Jangankan untuk biaya operasi yang jumlahnya ratusan juta, untuk membeli handphone baru yang sederhana saja dia tidak mampu. Handphone keluaran lama dalam genggamannya itu akan dia pertahankan selama masih bisa berfungsi. 

"Aku harus nyari uang dimana untuk biaya operasi anakku?" Nawang mengulang kalimat itu di dalam kepala. Lambat laun, kepalanya semakin terasa berat. 

Sejak pagi, perutnya belum terisi makanan. Lalu bunyi keroncongan pun terdengar. Nawang hanya bisa mengusap perutnya pelan. Dia merogoh saku. Hanya tersisa uang dua ribu rupiah saja di dalamnya. 

"Bahkan nasi bungkus pun harganya masih lima ribu. Dua ribu cuma dapat apa?" Nawang menyapu wajahnya dengan telapak tangan yang kosong. Lagi-lagi dia harus menahan lapar. 

Saat Nawang tengah dalam keputus-asaan, dua orang perawat melewatinya. Mereka berjalan sambil berbicara pelan. Namun telinga Nawang berhasil mendengar obrolan mereka. 

"Eh ... kamu tahu nggak kalau istri direktur rumah sakit baru saja meninggal?" ucap perawat bertubuh gembul sambil sibuk mengunyah kue basah di mulutnya. 

"Tahu sih. Terus gimana dengan anaknya ya? Perasaan dia baru saja melahirkan anak prematur," sambung perempuan bertubuh tinggi langsing di sampingnya. 

"Nah ... itu yang lagi heboh. Masak kamu nggak denger kabar sama sekali?"

"Apaan? Kepo nih!"

"Si pak direktur lagi buka lowongan buat jadi ibu susu anaknya. Bayi prematur kan butuh ASI. Gimana? Kamu tertarik?" ucapnya sembari mengangkat sebelah alisnya. 

"Gila kamu! Aku nikah aja belum gimana mau jadi ibu susu. Ngerasain hamil aja belum pernah."

Seketika Nawang bangkit berdiri. Dia merasa mendapatkan jalan keluar dari masalahnya. Lekas dia berlari mengejar dua perawat itu. Kebetulan mereka berjalan belum terlalu jauh. 

"Mbak ... mbak perawat ... tunggu!" Nawang mencoba memanggil dua perawat tersebut. 

Merasa ada yang memanggil, mereka pun menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. 

"Ibu manggil kita?" tanya perawat gendut tersebut. 

"Iya. Maaf saya mau bertanya sama kalian. Tadi saya dengar ada yang lagi nyari ibu susu. Boleh saya minta kontaknya?" tanya Nawang dengan tatapan penuh harapan. Lalu anggukan dua perawat tersebut terasa bagai oase yang menyejukkan baginya. 

***

Mata Nawang menatap takjub bangunan rumah mewah bernuansa putih di hadapannya. Rumah dua lantai itu berdiri megah, berada di tengah kawasan elit orang-orang berduit. Nawang mendekatkan diri ke depan pagar. Dari luar dia bisa melihat halaman depan yang begitu luas. Beberapa karangan bunga berisi ucapan bela sungkawa atas kepergian sang istri masih tertata rapi. 

"Maaf, Mbak, nyari siapa?" tanya seorang security setelah membukakan pagar. 

"Saya dengar disini lagi buka lowongan, Pak. Tuan rumah butuh ibu susu untuk anaknya. Apa lowongannya masih ada? Saya mau melamarnya."

Security itu menatap Nawang dari atas ke bawah. Dia agak heran melihat perempuan polos tersebut. Tak ada make up yang menyapu wajahnya. Bahkan baju yang dia kenakan pun terlihat kusut dengan beberapa bagian yang dijahit seadannya demi menutup bagian yang sobek. 

Dia datang hanya mengenakan sendal jepit yang permukannya sudah menipis. Tertusuk duri kecil saja pasti akan langsung melukai kakinya. Keadaannya memprihatinkan. Tapi dia tak pernah mempedulikan diri sendiri. Yang ada di pikiran dia saat ini adalah bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat. 

"Masih, Mbak. Mari saya antar bertemu tuan rumah."

Nawang segera berjalan mengekor security tersebut dengan langkah hati-hati. Sedangkan matanya tidak berhenti memperhatikan sekeliling. 

Keduanya sampai di depan pintu. Security tersebut menyuruh Nawang menunggu sebentar sementara security itu memanggil majikannya. Tak lama kemudian seorang pria tampan keluar dari dalam rumah. 

Seketika kaki Nawang serasa membeku. Lidahnya terasa kelu. Dia sampai tak bisa berkata-kata. Begitu juga dengan pria tersebut. Tak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan perempuan itu dalam situasi seperti ini. 

"Nawang!"

"Marsel!"

Keduanya saling menyebut nama lawan bicaranya. Sedangkan security itu hanya terpaku dengan mulut melongo. 

"Lho, bapak kenal dengan perempuan ini?" dia tampak tak percaya. 

Bukan hanya sekedar saling kenal. Nawang adalah perempuan yang dulu pernah menolak lamaran Marsel. Merasa pernah dipatahkan hatinya, rasanya enggan sekali Marsel melihat kembali wajah itu. Dulu Nawang adalah pujaan hatinya. Tapi sekarang dia tak lebih dari sekedar pemberi luka. 

"Aku ingin melamar pekerjaan menjadi ibu susu untuk anakmu," Nawang akhirnya mengatakan tujuannya. 

Marsel semakin bimbang. Haruskah dia menerima Nawang sebagai ibu susu untuk anaknya? Sedangkan luka lama yang ditorehkan oleh Nawang masih terasa menyakitkan sampai sekarang. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   2. Tawaran Pekerjaan

    "Maaf, lowongannya sudah terisi," jawab Marsel sambil bersikap dingin. Tak ada senyum manis yang dia berikan tiap bertemu dengan Nawang seperti dulu. "Ta ... tapi ... kata pak security lowongannya masih ada." Nawang masih mengeyel. Dia tak yakin dengan ucapan Marsel. Nawang tahu, Marsel pasti masih menyimpan sakit hati kepadanya."Memangnya dia tahu apa? Aku ayah dari bayi itu." Marsel bersikukuh menolak Nawang. Dia menatap Nawang dengan tajam sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Lebih baik kamu tinggalkan rumahku sekarang! Aku mau ke rumah sakit jenguk anakku," usir Marsel. Nawang pun menyerah. Dia tak ingin berdebat dengan Marsel. Kalau benar lowongan sudah terisi, berarti memang bukan rejeki dia. Nawang berjalan dengan lesu meninggalkan rumah Marsel. Pak security mengantarkannya sampai ke depan pagar. "Maaf ya, Mbak. Saya nggak tahu kalau ternyata lowongannya sudah terisi."Nawang hanya mengangguk, "Nggak apa-apa kok, Pak. Kalau gitu saya permisi dulu."Nawang lanjut ber

    Last Updated : 2025-01-27
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   3. Bukan Pertolongan yang Tepat

    Nawang tak langsung menjawab tawaran tersebut. Dia sibuk berpikir pekerjaan apa yang bisa mendapatkan uang semudah itu? "Kenapa? Kok diam? Em ... gini aja, mendingan kamu ikut aku sekarang. Aku tunjukin ke kamu kerjanya gimana aja. Yuk!" Tanpa banyak basa-basi lagi, perempuan itu langsung menggandeng tangan Nawang dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Nawang tak bisa menolak. Dia hanya diam dan menurut. Jujur dia bingung. Di satu sisi, dia butuh uang secepatnya. Namun di sisi lain dia merasakan firasat yang buruk. Bisa jadi dia diarahkan pada suatu pekerjaan yang tidak halal. Mobil melaju kencang dengan tujuan yang Nawang sendiri tak bisa menebaknya. "Kalau boleh tahu anakmu sakit apa?" tanya perempuan yang duduk di sampingnya itu. "Jantung bocor, Mbak," jawab Nawang lalu kembali menundukkan kepala. "Wah ... butuh biaya banyak banget itu. Anaknya salah satu anak buahku ada yang pernah sakit jantung bocor juga. Biaya operasinya bisa sampai ratusan juta.""Berapa pun akan aku usah

    Last Updated : 2025-01-27
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   4. Kebohongan Marsel

    Nawang segera berlari menuju ruangan dokter tanpa menghiraukan lagi rasa perih di kakinya. Bahkan luka yang sudah setengah kering itu kembali meneteskan darah. "Apa yang terjadi dengan anak saya, Dok?" Nawang duduk dengan nafas terengah-engah. Dokter yang menangani keadaan putrinya sampai iba melihatnya. Terlihat sekali perempuan itu sudah berjuang habis-habisan. "Keadaan anak ibu semakin kritis. Operasi harus segera dilakukan. Atau kalau tidak ...""Kalau tidak kenapa, Dok?" "Dia tidak akan bertahan hidup lebih lama lagi," ucap dokter itu dengan lemas. Sebenarnya dia tidak tega menyampaikannya. Namun mau tidak mau, perempuan itu harus tahu bagaimana keadaan anaknya. "Tapi saya belum dapat uangnya, Dok," ucap Nawang dengan dada menahan sesak. Dia merasa gagal menjadi seorang ibu. "Maaf, Bu, saya hanya sekedar menyampaikan saja."Dengan lesu, Nawang duduk di lantai depan ruang PICU. Air mata mulai menganak sungai di kedua pipinya. Nawang merasa semua jalan telah buntu. Dia tak ta

    Last Updated : 2025-01-27
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   5. Kesempatan Kedua

    "Perbanyak lagi usaha mencari ibu susu untuk anakku! Harus dapat hari ini juga!" Perintah Marsel pada dua anak buahnya. "Tapi, Pak, kita sudah berusaha semaksimal mungkin," jawab salah satu anak buahnya sembari menunduk takut. "Tinggikan lagi imbalannya. Masak masih nggak ada yang mau?" Marsel menghembuskan nafas kesal. Pikirannya mulai buntu. "Mau ditinggikan berapa lagi, Pak?""Berapa saja akan saya bayar," tegas Marsel sekali lagi. "Sebar pengumuman lebih banyak lagi di media. Datangi stasiun televisi dan radio-radio. Pokoknya bagaimana pun caranya hari ini anak saya harus cepat dapat ASI."Marsel mulai gundah. Rasa khawatir pada anaknya menekan pikirannya dengan kuat. Sebenarnya ada setitik rasa sesal kenapa waktu itu dia menolak Nawang. Sekarang dia mulai kebingungan sendiri karena tak kunjung mendapatkan ibu susu untuk anaknya. Kadang rasa gengsi memang bisa menyesatkan diri sendiri. Dua laki-laki itu pergi dari hadapan Marsel untuk segera melaksanakan perintah. Sambil berj

    Last Updated : 2025-01-27
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   6. Surat Perjanjian Kerja

    Nawang menatap mata itu dengan perasaan campur aduk. Dia lalu mengangguk, menerima tawaran pekerjaan sebagai ibu susu untuk anaknya Marsel."Iya. Aku mau."Dua orang pria, anak buah Marsel baru saja datang. Mereka membawa surat perjanjian yang harus Nawang tanda tangani. "Kalau gitu, tanda tangan disini!" Marsel meletakkan surat perjanjian tersebut ke atas meja. Nawang mulai membuka map berisi lembaran kertas yang menjelaskan perjanjian yang harus dia patuhi. "Baca semuanya! Jangan sampai ada yang terlewat. Aku nggak mau suatu hari nanti kamu protes. Pahami betul-betul apa isi dari semua perjanjian itu!" perintah Marsel lagi. Nawang menghela nafas sejenak. Sebenarnya dia sebal dengan sikap sombong dan angkuhnya Marsel, tapi dia tidak punya pilihan. Hanya dengan mengambil pekerjaan tersebut, anaknya bisa menjalani operasi. Mata Nawang mulai fokus menatap lembar demi lembar di hadapannya. Dibacanya satu per satu perjanjian yang Marsel buat. Diantaranya adalah semua gaji Nawang akan

    Last Updated : 2025-03-04
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   7. Pantang Membatalkan Kontrak

    "Operasinya gagal, Dok?" Tangis Nawang hampir saja pecah. Tapi dia masih berharap bahwa dokter menyampaikan informasi yang keliru. "Dokter nggak salah bicara kan? Dokter nggak lagi bercanda kan?" tanya Nawang dengan tubuh gemetar. Dia tidak bisa langsung menerima kenyataan bahwa harapannya ternyata kandas. Padahal dia terlalu menumpukan hadapan terlalu tinggi pada operasi tersebut. "Iya, Bu. Saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Saya dan teman-teman tenaga medis yang lain sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain."Nawang menggigit bibir kuat-kuat. Seketika kaki Nawang terasa lunglai. Seolah semua tenaga telah tersedot habis oleh duka. Dia mulai kehilangan keseimbangan. Pandangan matanya mulai menggelap, lalu kemudian dia ambruk ke atas lantai. Nawang kehilangan kesadarannya. Beberapa tenaga medis langsung memberikan pertolongan pada Nawang. Satu dua orang bahkan ikut menangis. Membayangkan betapa pedihnya berada di posisi Nawang. Apalagi sebagian be

    Last Updated : 2025-03-05
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   8. Hidup Berkecukupan

    Nawang tertegun sejenak. Dia tidak bermaksud kabur atau ingkar pada perjanjian tersebut. Tapi dia ingin mengundurkan diri dengan cara baik-baik. Tapi kembali lagi, Nawang berpikir panjang. Benar kata Marsel, dia telah menggelontorkan banyak uang untuk membantu dirinya. Maka tidak mungkin dia membatalkan pekerjaan tersebut. "Kok diam saja? Ayo jalan! Ikuti aku ke mobil!" perintah Marsel sekali lagi. Nawang hanya bisa meng-iya-kan semua ucapan Marsel. Karena kini Marsel adalah bos-nya. Nawang berjalan mengekor di belakang Marsel sambil menundukkan kepala. Seorang anak buah Marsel lalu membukakan pintu mobil agar Nawang bisa masuk. Dinginnya AC mobil langsung menyambut Nawang. Dia sampai merapatkan kedua tangannya memeluk dirinya sendiri. Nawang tidak pernah merasakan naik mobil semewah itu. "Kita langsung pulang, Pak?" tanya sopir pribadi Marsel yang telah siap di belakang kemudi. "Kita ke mall dulu. Beliin baju buat dia. Lihatlah! Bajunya sudah nggak layak pakai seperti itu," jawa

    Last Updated : 2025-03-06
  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   9. Cinta Tulus dari Sang Ibu Susu

    Nawang hanya mengangguk. Dia juga bukan orang bodoh yang akan membeberkan rahasia siapa mereka di masa lalu. Karena bagi Nawang, kisah itu sudah dia kubur dalam-dalam. Untuk apa lagi harus membuka kisah lama. Yang ada nanti dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. Karena pasti orang-orang akan berpikir jika Nawang masih mengharapkan cintanya Marsel. "Tenang saja. Tanpa kamu beri tahu pun, aku nggak akan melakukannya," ucap Nawang sambil menatap lurus wajah Marsel. Dulu memandang wajah itu selalu bisa membuatnya merasa tenang. Tapi sekarang, Nawang ingin sekali meminimalkan berinteraksi dengan Marsel karena tak tahan dengan sikap angkuhnya. "Cepat makan! Habis makan kamu susui Axelle di kamarnya!" perintah Marsel. "Jadi namanya Axelle?" tanya Nawang dengan mata membola. Dia kaget mendengar nama bayi itu. Marsel diam sejenak sebelum akhirnya memberikan sebuah anggukan. Dia lalu memakan makanan di hadapannya tanpa suara. Sedangkan Nawang mengulas secuil kisah manis dalam ingata

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   41. Rekaman CCTV

    "Apa rencanamu?" Marsel mengeryitkan dahi. "Kita pasang CCTV di rumah ini. Mulai depan sampai di dalam. Biar semua gerak-gerik mamamu terekam semua. Dan kamu nggak bisa bilang lagi kalau aku memfitnah mamamu. Bagaimana?" Nawang mengangkat sebelah alisnya. Marsel berpikir sejenak. "Apa iya kita harus melakukan itu?"Nawang membuang nafas tipis. "Kenapa? Mikir biaya? Masak sekelas direktur rumah sakit nggak punya uang buat masang CCTV? Lagian aku baru tahu di sini, rumah semewah ini nggak ada benda yang namanya CCTV."Merasa diremehkan, Marsel pun langsung meng-iya-kan saran dari Nawang. "Enak saja. Oke, kita pasang CCTV sekarang."Marsel langsung menelepon anak buahnya untuk mencarikan orang yang bisa memasang CCTV di rumahnya. "Tolong pasang di sebelah sana, sana dan terakhir nanti di dapur ya, Mas," perintah Marsel pada dua orang pria muda yang dibawa oleh anak buahnya. "Baik, Pak," jawab mereka serempak sambil menganggukkan kepala. "Nanti sekalian tolong settingkan biar tersam

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   40. Mengungkap Kebenaran

    Ruang tamu itu sangat luas, tapi udara di sekitarnya terasa menghimpit dada Nawang hingga sesak. Tatapan tajam yang diberikan oleh Marsel, semakin membuat Nawang tidak nyaman. Bahkan dia tidak bisa duduk dengan tenang. Ruangan yang biasanya hangat berubah mencekam layaknya ruang persidangan."Jelaskan sama aku tentang semua foto-foto ini!" pinta Marsel dengan nada dingin namun penuh penekanan. Beberapa detik berlalu, tak juga ada jawaban yang keluar dari mulut Nawang. Bahkan suara yang tersisa di ruangan tersebut hanya suara denting jam dinding. Semua terasa seperti hitungan mundur menuju ledakan yang tak terelakkan. "Kenapa susah sekali untuk menjawabnya? Kamu tinggal jelaskan apa yang kamu lakukan di sana selama ini? Dan di mana kamu letakkan Axelle selama kamu di sana?" hardik Marsel sekali lagi. Nawang langsung begidik sendiri. Nawang menarik nafas panjang. "Itu karena ..." Ucapan Nawang menggantung. Dia bingung bagaimana harus menjelaskan semuanya. Marsel duduk di sofa, pungg

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   39. Bayangan Perpisahan dengan Axelle

    Jepret ... jepret ... jepret ...Intan tersenyum puas sambil menatap layar handphone miliknya. Jaraknya memang cukup jauh. Namun kecanggihan handphone miliknya sanggup menangkap gambar Nawang dengan jelas yang sedang melayani beberapa pembeli. Seperti orang yang selalu menunggu waktu kemenangan, Intan membusungkan dada. "Siapa suruh melawanku. Sekarang terimalah akibatnya. Hahaha ..." Intan tertawa lebar. Seperti berhasil menangkap basah seorang pencuri. Foto-foto itu akan menjadi senjata pamungkas untuk menyingkirkan Nawang selama-lamanya dari rumah Marsel. "Setelah ini, kamu nggak akan pernah bisa lagi menginjakkan kaki di rumah anakku, Nawang. Nggak akan ada lagi kesempatan buat kamu deketin dia." Senyum di bibirnya mengembang. Setelah dirasa cukup, Intan kembali memacu mobilnya ke arah pulang. Dia tidak langsung pergi ke rumah Marsel. Percuma, Marsel belum ada di rumah jam segini. Sesampainya di rumah, dia kembali membuka galeri. Menelusuri foto-foto itu satu per satu. Ada y

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   38. Kebenaran yang Terungkap

    Suasana restoran tampak elegan seperti biasa. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan bergaya kontemporer, lampu gantung kristal memantulkan cahaya keemasan yang hangat, dan musik jazz lembut mengalun mengiringi perbincangan para tamu yang sebagian besar adalah kalangan elite kota ini. Di salah satu sudut, beberapa wanita duduk melingkar mengelilingi meja bundar berlapis marmer, dihiasi rangkaian bunga segar.Intan datang dengan langkah percaya diri, high heels-nya berdenting halus di atas lantai kayu. Tas desainer menggantung di lengannya, dan wangi parfum mahalnya menyertai setiap gerakannya. Dia tersenyum lebar, menyapa tiga sahabatnya yang sudah lebih dulu datang.“Sorry ya, agak telat. Ada urusan sebentar tadi,” kata Intan sambil menarik kursi dan duduk."Nggak apa-apa, Tan," jawab Lita, wanita berambut sebahu yang dikenal paling kalem di antara mereka. "Urusan apa, Tan? Memangnya apa aja kerjaanmu di rumah selain makan dan tidur?" timpal yang lain. "Eh ... enak saja. Aku ini peremp

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   37. Kerinduan Seorang Suami

    Bab 37 :Udara malam terasa dingin menusuk kulit saat Nawang dan Marsel akhirnya memutuskan untuk pulang. Axelle kecil, yang sejak sore tampak ceria, kini mulai menguap lebar, matanya yang bulat nyaris terpejam dalam gendongan Nawang. Marsel segera mengambil alih, membopong putranya dengan hati-hati. Ia tahu, udara malam yang seperti ini tidak baik untuk anak kecil, apalagi Axelle memang sedikit sensitif terhadap perubahan cuaca."Cepat masuk, Na. Udara makin dingin," perintah Marsel sambil membukakan pintu mobil. Mobil segera melaju pergi meninggalkan lapak penjual nasi goreng tersebut. Namun mereka berjanji akan datang kembali mengingat kelezatan rasa nasi goreng itu. Setelah mobil memasuki halaman, Nawang bergegas masuk sambil memeluk Axelle dengan erat. Axelle hanya meringkuk kecil di dada Nawang. Matanya sudah benar-benar tertutup. Nafasnya teratur dan tenang. "Langsung tidurkan saja di kamarnya. Terus kamu segera istirahat," perintah Marsel sekali lagi. Nawang pun mengangguk

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   36. Cinta Itu Datang Lagi

    Intan menggenggam setir dengan erat. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras. Matanya fokus ke jalan tapi pikirannya menggelegak penuh amarah. Sesekali bibirnya bergerak-gerak, mendumel sendiri meluapkan kekesalannya. Jalanan yang seharusnya menjadi jalur pulang biasa terasa seperti arena peperangan batin baginya. "Sialan, Maria!" gerutunya "Katanya foto itu adalah Nawang. Dia kerja nganterin makanan. Tapi kok tadi dia di rumah. Bikin aku malu saja. Untung aku belum maki-maki dia."Tanpa berpikir panjang, dia meraih handphone lalu menggeser layar, mencari nama Maria. Dering pertama belum selesai tapi Maria langsung menjawab. "Iya, gimana, Tan? Sudah puas melabrak si Nawang?" tanyanya sambil tertawa lepas. "Apanya yang dilabrak? Orang dia ada di rumah. Nggak kemana-mana. Kamu sengaja nipu aku ya," bentak Intan dengan kasar. "Nipu apaan? Orang bener kok yang aku lihat tadi si Nawang. Meskipun dia pakai helm dan aku foto dari samping. Tapi aku yakin itu si Nawang. Oh ... harusnya aku t

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   35. Amarah yang Gagal Meledak

    Intan memandangi layar ponselnya dengan sorot mata menyala. Sebuah foto terpampang jelas, menampilkan sosok Nawang sedang mengendara motor matic sambil membawa satu kantong plastik besar berisi nasi kotak. Rahangnya mengeras. Napasnya memburu cepat. Jadi benar. Perempuan itu punya pekerjaan sampingan. Dia pikir Nawang akan terpuruk setelah diperlakukan tidak baik oleh dirinya. Tapi nyatanya, dia masih punya akal untuk mencari penghidupan lain.Intan menggertakkan gigi. Itu berarti rencananya selama ini untuk membuat Nawang menyerah dan minta pergi dari rumah Marsel gagal total. Perempuan itu ternyata lebih tangguh dari yang ia bayangkan. Dan itu membuatnya geram bukan main.Dengan cepat, ia meraih tas kecilnya dan bergegas ke pintu. Ia sudah bertekad untuk pergi ke rumah Marsel dan langsung melabrak Nawang. Akan dia buat Nawang menyesal karena berani melangkah di luar aturan yang Marsel buat.Namun langkahnya terhenti saat suara berat suaminya terdengar dari belakang. "Mau ke mana k

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   34. Maria, Si Mata-Mata

    Setengah jam Intan hanya mendiamkan makanan tersebut. Dia berpikir keras. Mau diapakan makanan sebanyak itu sedangkan dia enggan memakannya. Jika dia memberikan makanan itu pada suaminya pun, suaminya akan curiga. Karena Intan jarang membeli makanan murah seperti itu. Biasanya selera Intan selalu tinggi. Tak ada pilihan lain selain membuangnya. Intan segera membawa makanan itu ke belakang sebelum ketahuan oleh suaminya. Kakinya melangkah dengan hati-hati. Untuk sampai di halaman belakang, Intan harus melewati kamar mandi. Dan suaminya sedang ada di dalam kamar mandi. Dia berjalan mengendap-ngendap seperti maling di rumahnya sendiri. Sesampainya di halaman belakang, tangan Intan segera mengangkat tutup tong sampah pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara. Saat Intan mengangkat kantong plastik besar berisi makanan itu dari tanah, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. "Lagi ngapain kamu?" Intan langsung menelan ludah saat mendengar suara itu. "Suamiku. Mampus aku!" rutuknya dal

  • Ibu Susu untuk Sang Pewaris   33. Kecurigaan Teman-Teman Intan

    Riuh tawa menggema di sudut Restoran Piring Mas, sebuah restoran mahal di pusat kota. Langit-langit tinggi itu dihiasi lampu kristal. Empat perempuan duduk mengelilingi meja bundar dengan piring-piring porselen berisi hidangan mahal : foie gras, lobster thermidor dan salad yang lebih banyak hiasan daripada sayur. Intan memulai percakapan. Seperti biasanya, dia selalu membahas soal Nawang. Selalu dan tak pernah bosan. "Aku heran deh sama si Nawang," mulainya. Teman-temannya pun mulai menyimak. Mereka selalu menjadi pendengar yang baik untuk setiap keluhan Intan. "Heran kenapa lagi?" sahut Maria dengan santai sambil melahap makanannya. "Dia kayak nggak tersiksa gitu. Padahal setiap hari makanannya selalu aku ambil. Tapi dia nggak kelihatan lemas atau kelaparan," gumamnya lagi. "Kayak tahan banting gitu ya," sahut yang lain. "Iya. Padahal aku tahu dia nggak pernah megang uang. Gaji dia sudah dibayar di awal oleh Marsel. Untuk biaya operasi anaknya yang gagal itu.""Aku kalau lihat s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status