Share

02. Bertemu pak Deden

Rosita tampak turun dari angkot, lalu jalan memasuki halaman pertokoan Mall. Di kejauhan, tampak seorang laki-laki yang baru saja turun dari mobil yang diparkirnya. Pandangannya tertuju pada Rosita yang gendong bayi. Wanita belia bertubuh putih bersih dengan wajah cantik dan menarik. Laki-laki itu memperhatikan langkah kaki Rosita. Kepercayaan diri yang terpancar dari sorot matanya, membuat laki-laki itu langsung jatuh hati. Seperti cinta pada pandangan pertama. 

Di dalam lobby Mall, suasana masih sepi dari pengunjung, Beberapa pelayan lapak sedang merapikan dagangannya. Rosita melangkah mencari resto yang sudah siap menerima tamu. 

Laki-laki tadi mengikuti langkah Rosita, sampai duduk di resto, dia pun duduk tak jauh dari situ. Rosita menaruh bayinya di kursi, lalu jalan menuju ke kasir untuk memesan makanan.

Laki-laki yang memperhatikan itu sangat terkejut, melihat Rosita meninggalkan bayinya di kursi sendirian.

”Ini perempuan macam apa sih? Masa bayinya ditinggal begitu saja..?”

Pak Deden, nama laki-laki itu, langsung menghampiri Maya, dan menggendongnya, lalu dibawa ke kursi tempat dia duduk tadi.

Rosita balik dari kasir kembali menuju ke kursinya. Ia kaget melihat bayinya tidak ada disitu. Rosita lalu memutar pandangannya ke sekeliling, dilihatnya Maya dalam gendongan pak Deden, lelaki berusia 45 tahun yang bertubuh putih, tegap dan tampan.

Tanpa pikir panjang lagi, Rosita langsung menghampiri tempat duduk pak Deden, berdiri di depan mejanya, sambil menegur,

”Hey om.. itu bayiku.. seenaknya saja diambil..”

”Kamu juga seenaknya saja bayi ditinggal sendirian. Untung saya yang ambil, coba kalau diculik gimana? Terus dijual pada orang yang memesan.. gimana hayoo..?!” seru pak Deden rada kesal.

Rosita berusaha merebut bayinya dari gendongan pak Deden,

”Sini, kembalikan bayiku..”

”Nanti saya kembalikan, ga usah takut.. kamu makan saja dulu,”

Rosita balik ke kursinya mengambil tas perlengkapan bayi, lalu kembali duduk disamping pak Deden. Ia tidak mau bayinya dibawa oleh pak Deden nanti, kalau saja ia lengah.

Pelayan yang membawa makanan pesanan Rosita datang menuju ke meja Rosita yang tadi,

”Mas, pindah kesini duduknya,” kata Rosita sambil melambaikan tangannya.

Pelayan pun membawakan makanan pesanan tersebut ketempat Rosita dan pak Deden.

”Bapak ga pesan makanan?” tanya Pelayan.

”Boleh mas, yang biasa saja ya..”

”Baik pak,” sahut Pelayan mengangguk.

Setelah pelayan pergi, Rosita bertanya,

”Om sering kesini?”

”Iyaa hampir setiap sarapan, saya makan disini,”

”Ooh. Saya duluan ya..”

”Silakan..”

Dari pembicaraan tersebut, Rosita jadi tahu bahwa laki-laki yang duduk di sebelahnya sudah sering datang kesini, atau mungkin juga berlangganan sarapan pagi disini.

Sudut mata Rosita mengerling, menatap pak Deden yang menciumi pipi Maya. Ia begitu suka pada bayi Maya, suka akan wangi khasnya. Parfum khusus untuk bayi yang sengaja dibeli oleh Rosita, diusapkan ke tubuh Maya.

Tiba-tiba pak Deden bertanya. 

”Habis makan, mau kemana? Saya antar boleh..?” 

”Mau cari kerja om..” jawab Rosita jujur menatap wajah pak Deden.

Pak Deden heran, dia hampir saja dia tidak percaya,

”Kerja? Baru melahirkan sudah mau cari kerja?”

”Iya om, kebutuhan bayi dan saya sendiri..”

”Memang bapaknya kemana?”

”Bapaknya kabur om”

”Hahhaha..” pak Deden terkekeh.

”Kok malah diketawain om..?”

”Ya ga mungkinlah, perempuan secantik kamu ditinggal pergi sama laki-laki? Sebodoh itukah suamimu..?”

Pak Deden menatap tajam pada Rosita yang bingung mau jawab apa.

”Ini serius om.. buat apa saya bohong. Gak ada gunanya juga..”

”Ya sudah, kalau begitu bayi ini saya yang urus ya..”

”Maksud om?”

”Saya adopsi jadi anak saya, boleh?”

”Gak om.. “

”Ya sudah kalau begitu sama ibunya,”

Rosita kaget,

”Maksud om apa? Om mau adopsi saya juga gitu?”

”Ya ga begitu.. maksud saya, kamu kerja di kantor saya, kamu mau kerja kan..? Nanti, anak ini biar diurus baby sitter dirumah,”

Rosita masih belum paham maksud dari ucapan pak Deden,

”Berarti saya pisah dengan anak saya, begitu om?”

”Kamu boleh tinggal serumah dengan bayi kamu, nanti saya bisa tengok setiap hari bayinya kesitu..”

”Tapi saya numpang dirumah orangtua om, gak enak ada baby sitter, rumahnya kecil, tidak ada kamar kosong lagi.”

”Ya sudah.. itu soal mudah, biar nanti saya yang pikirkan, ayoo selesaikan makannya dulu, saya mau belikan baju-baju buat sicantik ini.. siapa namanya?” tanya pak Deden menunjuk pada bayi.

”Maya Sartika om,”

Setelah selesai makan, pak Deden dan Rosita keluar dari resto itu. Mencari toko baju bayi dan juga baju kerja untuk Rosita. Pak Deden membelikan baju-baju bayi untuk Maya. Dia juga yang memilihkan baju kerja buat Rosita,

"Kamu ga keberatan kalau saya belikan baju untuk kerja?"

"Gak om. Terimakasih atas kebaikan om,"

Pak Deden terlihat menemukan rok dan baju yang warnanya pas untuk dipakai Rosita,

”Nah, ini kamu cocok pakai rok warna biru dongker, dipadu dengan atasnya warna broken white, atau putih salju,” pak Deden sambil tersenyum pada Rosita, dan menempelkan sebuah rok berwarna biru dongker ke depan badan Rosita.

”Tuh kan.. keren,”

”Ya terserah om aja.. Ros ngikut deh..”

”Jangan sebut om dong, kakak atau bapak gitu, kan lebih enak didengarnya Ros.”

”Iya pak,”

”Pak Den gitu tepatnya Ros. Hahaha, bapak dan aden, yeaah..”

Pak Deden merasa lucu dengan panggilan pak Den, karena ‘den’ itu sebutan panggilan bagi seorang juragan; itu sebabnya dia tertawa. 

Wajah pak Deden terlihat bersemangat, bertemu dengan Rosita dan Maya pada pagi hari ini, begitu pula dengan wajah Rosita tampak merona ceria. 

Rosita merasa bersyukur, hatinya jadi semakin yakin, atas firman Allah; bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Asalkan kita pasrahkan segalanya sesuai dengan KehendakNya. Pasrah saja.

Sepulang dari mall, Rosita diantar oleh pak Deden sampai ke depan rumah. Pak Deden tidak turun dari mobil karena harus segera berada di kantornya.

”Saya ga turun ya Ros…Besok saya kabari soal pekerjaan kamu dan sekaligus kita cari rumah yang dekat dengan kantor.”

”Iya pak Den.. Terimakasih..”

Sebelum turun dari mobil Rosita mencium telapak tangan pak Deden , lalu masuk ke rumah setelah melambaikan tangannya kearah pak Deden.

**

Baru selangkah masuk kedalam rumah, Rosita kaget, karena mas Sapto serta kakak iparnya mas Ipung menyambutnya di ruang tamu.

”Dari mana Ros.. ini anakku ya, sini aku gendong,” mas Sapto bersemangat.

”Gak mas.. siapa bilang ini anakmu? Kalau mas merasa punya anak, kamu tau kan.. waktu itu aku sedang hamil, kenapa gak ada berita, gak pernah kirim uang? Sekarang, aku minta cerai mas..”

Rosita jalan menuju ke kamarnya. Ia tidak peduli pada mas Sapto yang bingung sekaligus bengong, berdiri terpaku di ruang tamu.

Rosita langsung mengunci pintu kamarnya. Melempar ke lantai tas-tas belanjaan dari mall tadi. Sementara itu, Mas Sapto menyusulnya, tapi dia tak bisa masuk, lalu mengetuk-ngetuk pintu kamar itu. 

Took took toook

”Roos.. buka pintunya, tolong Ros, dengarkan penjelasan dari mas.” pinta mas Sapto memelas.

Rosita tidak peduli. Ia baru saja melupakan kepedihan hatinya, dan baru juga terobati oleh pertemuan singkat dengan pak Deden.

”Maafin Ros, tapi mas kirim surat buat kamu,” kata mas Sapto pelan.

Ucapan mas Sapto, hanya selintas terdengar oleh Rosita, karena ia masih memikirkan kehadiran pak Deden; seolah-olah pak Deden adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menolong hidupnya.

***

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status