Pada tengah malam jelang subuh itu, suasana koridor rumah sakit sepi. Lenggang, hanya suara alas kaki mereka berdua yang terdengar melangkah. Tiba-tiba Rosita menepis pegangan tangan Satria Irawan, laki-laki itu kaget."Eh, sopir gak boleh ngelunjak ya.. hihihi" Rosita tertawa sambil berlari meninggalkan Satria Irawan.Spontan Satria Irawan pun tersadar bahwa Rosita hanya bercanda, dia lalu mengejarnya, walau dengan berlari pelan."Awas kamu ya Ros..."ancamnya, karena merasa dipermainkan.Mereka saling kejar sampai di pintu keluar dari rumah sakit, Rosita masih berlari ke halaman parkir menuju ke mobil. Ketika semakin dekat dengan mobil, Satria Irawan menangkap Rosita, menggendong di kedua lengannya."Hayoo mau dibuang kemana nih anak nakal hahaha," Satria Irawan sambil terkekeh-kekeh.Rosita berontak berusaha turun, "Aampuun pak.. ampuun.. hihihi" Rosita cekikikan.Tanpa setahu mereka, di kejauhan, seseorang memotret adegan itu dengan kameranya. Laki-laki itu merasa tertarik pada ade
Tadi pagi sebelum Rosita datang, pada saat bu Minah sadar dari pengaruh obat bius setelah menjalani operasi; ia merasa hidup ini sudah tak ada artinya lagi. Terutama dengan kehadiran bu Lastri yang jelas telah menjawab seluruh sikap kasar Jerry terhadap dirinya serta anak-anak, selama ini. Ia sangat putus asa, setiap terlintas bayangan wajah bu Lastri, dadanya langsung terasa nyeri. Bagaimana mungkin ia mampu berhadapan dikesehariannya nanti, hidup bersama dengan bu Lastri yang mengurusi anak-anak dan cucunya, sementara ia sendiri sedang sakit. Rasanya sudah cukup ia menahan sakit hati terhadap ucapan kasar Jerry tanpa dapat melawannya selama ini.Bu Minah putus asa. ia memencet tombol bel untuk memanggil Perawat jaga. Tak lama Perawat datang,"Ada apa bu.. Mau pipis atau pup?"Bu Minah menggeleng."Suster.. tolong ambilkan kertas kosong dan pen," ucapnya pelan. "Baik bu," jawab Perawat, lalu jalan menuju ke mejanya.Perawat mengambil kertas kosong serta ballpoint lalu kembali ke sis
Bu Minah tahu persis, bahwa Lastri hanya ingin menghancurkan hatinya, agar bu MInah bisa lebih cepat meninggal dunia, dia jadi bebas menguasai Jerry. Bu Minah sendiri tidak punya kemampuan untuk membuka rahasia hubungan bu Lastri dengan Jerry, ia tak mau membuat Rosita jadi kehilangan pengasuh anaknya, dan juga yang bakal mengurusi anak-anaknya sendiri nanti. Sore setelah Doni, dino dan Dini mandi, mereka masuk lagi ke kamar bu Minah. "Sini cium ibu dulu, sudah pada wangi ya.." Doni, dan adik-adiknya bergantian mencium pipi ibunya. Bu Minah memperhatikan baju yang mereka pakai. Baju itu kusut karena tidak disetrika, dan ada bau apek, ketika mereka mencium pipinya; mungkin karena belum kering sudah dilipat, atau karena tidak ada yang menyetrika baju-baju mereka. Kata hati bu Minah. "Kasihan.." bu Minah keceplosan. "Kasihan kenapa bu..?" tanya Doni. "Gak apa-apa.. ibu kasihan sama kalian. Gak ada yang ngurus kalian sewaktu ibu di rumah sakit ya," "Ya sudah... sekarang kan ibu s
Rosita keluar dari pintu kamarnya yang langsung ke ruang makan. Ia masih mengenakan celana pendek selutut dan atasan baju tidurnya. Disitu tampak Jerry, bapaknya, baru selesai sarapan pagi. Ketiga adik Rosita, Dino, Doni, dan Dini, tampak sudah rapi mengenakan seragam sekolah dasar, mereka sedang duduk dikursi masing-masing menunggu sarapan pagi. Nasi goreng kesukaan mereka yang sedang dibuat oleh ibunya, bu Minah, di dapur persis di sebelah ruang makan ini. Aroma wangi nasi goreng sampai ke hidung mereka.“Hmm, wanginya nasi goreng buatan ibu,” kata Dino.“Nyam-nyam..” sambut Dini adik bungsunya.Rosita melirik ke bapaknya, yang tampak sedang mengikat tali sepatu bootnya; lalu ia duduk di kursi disamping Dino. Ia mengelus perutnya yang semakin membuncit, 8 bulan sudah usia kandungan bayi dalam perutnya. ”Makanya kalau kawin jangan sama pengangguran. Sebentar lagi kamu melahirkan, mana tanggung jawab suamimu? Enggak pernah kirim uang se-perakpun. Sedangkan kamu butuh uang banyak, bua
Rosita tampak turun dari angkot, lalu jalan memasuki halaman pertokoan Mall. Di kejauhan, tampak seorang laki-laki yang baru saja turun dari mobil yang diparkirnya. Pandangannya tertuju pada Rosita yang gendong bayi. Wanita belia bertubuh putih bersih dengan wajah cantik dan menarik. Laki-laki itu memperhatikan langkah kaki Rosita. Kepercayaan diri yang terpancar dari sorot matanya, membuat laki-laki itu langsung jatuh hati. Seperti cinta pada pandangan pertama. Di dalam lobby Mall, suasana masih sepi dari pengunjung, Beberapa pelayan lapak sedang merapikan dagangannya. Rosita melangkah mencari resto yang sudah siap menerima tamu. Laki-laki tadi mengikuti langkah Rosita, sampai duduk di resto, dia pun duduk tak jauh dari situ. Rosita menaruh bayinya di kursi, lalu jalan menuju ke kasir untuk memesan makanan.Laki-laki yang memperhatikan itu sangat terkejut, melihat Rosita meninggalkan bayinya di kursi sendirian.”Ini perempuan macam apa sih? Masa bayinya ditinggal begitu saja..?”Pa
Di dalam kamar Rosita.Maya tampak tertidur lelap diatas kasur. Ranjang kecil didalam ruangan berukuran 2 x 3 meter, jadi terlihat lega; karena Rosita menata lemari dan meja riasnya ke sudut ruangan.Rosita membuka satu persatu tas belanjaan yang tadi dibelikan oleh pak Deden. Ia dapat merasakan kebaikan yang tulus dari hati pak Deden, meskipun ia belum tahu, siapa sebenarnya lelaki itu. Toh nanti waktu juga yang dapat membuktikannya, pikir hatinya.”Ini nanti buat beli susu Maya ya..” Pak Deden memberikan uang pada Rosita, sewaktu baru saja naik ke dalam mobilnya tadi sebelum sampai di rumah..”Gak usah pak Den, saya bisa kasih ASI saja,”Rosita menolak, karena pak Deden sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli pakaian-pakaian.”Katanya kamu mau kerja, mana mungkin dikasih ASI, emangnya mau pulang pergi dari kantor kerumah dulu, begitu?””Ya enggak begitu pak Den.. Susunya bisa diperas trus taruh di kulkas,””Dirumah sudah ada kulkasnya..?”“Ada sih.. tapi ya gitu.. kulkas sudah
Pak Jerry mengantar mas Sapto sampai pagar rumah,”Maafkan Rosita ya mas..””Iya pak,” sahut mas Sapto datar.Mas Sapto dan mas Ipung lalu pergi dari situ.Jerry masuk ke dalam rumah, langsung menggedor pintu kamar Rosita,”Rositaa.. Rooos ! kamu gak sopan, marah-marah sama bapak didepan tamu,”Rosita acuh, dia tidak peduli lagi pada bapaknya. Saat ini, ia bahkan menyesal punya bapak seperti Jerry. Bisa menasehati anaknya, tapi kelakuannya sendiri seperti itu.Sebenarnya Jerry memanggil Rosita, ingin tahu soal uangnya dapat darimana?. Jerry tadi juga sempat melihat, tas-tas belanjaan yang berserakan di lantai kamar Rosita, Jerry jadi curiga, tentu saja, Rosita juga sudah bisa membaca reaksi bapaknya tadi.”Roos ! buka pintunya, atau bapak dobrak pintunya nih,”"Terserah bapak, mau didobrak silakan saja.. ini kan rumah bapak juga,"Sudah hampir satu tahun, rumah ini suasananya berubah jadi seperti dineraka, setiap hari ada saja yang salah dimata bapak; lalu dia marah-marah kepada siapa
Rosita mulai mengerti perasaan pak Deden terhadapnya, dia hanya menjaga mood Rosita saja; akan tetapi tiba-tiba handphone pak Deden berbunyi. Rosita mengalihkan pandangan ke arah luar jendela mobil, namun ia membuka telinganya lebar-lebar menguping pembicaraan pak Deden disampingnya. Pak Deden melambatkan gas mobilnya, tapi tetap fokus pada jalan di depan, sambil menyelipkan handphone ditelinga kanan yang ditunjang oleh bahunya. ”Pah..” ”Iya Rick, ada apa?” ”Mbak Diyah melahirkan, jadi ga masuk hari ini, papah bisa cariin gantinya ga?” ”Bisa, ya udah.. sekarang papah jemput orangnya, langsung kesitu ya,” Pak Deden langsung mematikan handphone, dan menoleh ke arah Rosita, ”Ros, kita gak jadi ke hotel, tapi ke kafetaria, kebetulan kasirnya ga masuk,” Rosita menoleh ke pak Deden, ”Maksudnya gimana pak Den?” ”Sementara kamu kerja disitu, mau kan? Cuma duduk saja. Kita titip Maya ke tempat penitipan bayi.. ga apa-apa.. aman kok,” ”ya boleh pak Den, yang penting kerja, lagipula