"Riana ... Riana ...!" teriak Murni memasuki rumah. Miriam yang mendengar kaget dengan teriakan Murni."Yah, ibu coba lihat keluar dulu." pamit Miriam, tanpa menunggu jawaban dari ayah. Miriam langsung keluar."Ada apa, Tante.""Kenapa, Mur!" teriak Wati dan Miriam serempak.Riana dan Wati keluar dari dapur, Miriam dari kamar."Arman ... Arman, ingin berjumpa dengan Riana ... dia sangat kesakitan," isak Murni.Wajah Riana seketika memucat, ini yang dia hindari bertahun-tahun. Dan sekarang dia harus menghadapi ketakutannya. Terus terang Riana belum siap. Dia tidak ingin membuka noda masa lalu. Susah payah Riana mencoba melupakan mimpi buruk itu.Miriam dan Watipun tidak tahu harus berbuat apa? Mereka hanya terdiam. Mereka tahu Riana pasti sangat tertekan. Mereka hanya bisa menyerahkan semua keputusan kepada Riana."Tante mohon, Ri ... mungkin ini adalah ... saat terakhir paman, dia ingin minta maaf." Murni kembali berbicara dengan terbata-bata."Ri, cobalah memaafkan paman," bujuk Wati.
Lilis memberitahu suaminya tentang informasi yang didapat dari Lisda."Papa rasa, itu hanya kecemburuan Lisda saja. Pasti dia tidak rela jika Leon menikah lebih dulu daripada dia. Apalagi dia batal menikah dengan pria itu." Lilis paham maksud suaminya."Mama, juga berpikir begitu, Pa, tapi Lisda mengatakan dengan yakin.""Jika Mama penasaran, coba ditanyakan langsung saja kepada Wati atau Riana langsung. Agar pikiran kita tenang. Namun menurut Papa jika memang dia pernah punya anak, biarkan saja, mungkin itu hanya masa lalunya. Anggap saja Leon menikahi janda." Suaminya mencoba membuka pikiran Lilis."Jika itu benar, berarti mereka membohongi kita dan Mama tidak suka itu, Pa."***Lilis menghubungi Wati, dia akan berkunjung ke rumah Riana. Wati yang hanya menerima pesan bahwa Lilis akan berkunjung tidak bertanya tujuannya apa? Dia bahagia, dia pikir mereka akan melamar Riana."Ri, ibunya Leon mengirim pesan kepada tante, besok pagi dia ke sini," beritahu Wati."Apakah mereka akan mel
Lilis menghubungi Leon, dia tidak terima dengan kebohongan Riana dan keluarganya. Tadinya mereka pikir Leon mendapatkan wanita baik yang masih gadis. Namun, ternyata mereka telah dibohongi.Lilis menuju rumah sakit tempat Leon parktek. Lilis langsung ke ruangan Leon, kebetulan Leon tidak ada pasien."Mama, papa kenapa ke sini?" tanya Leon heran."Batalkan untuk melanjutkan ta'aruf dengan Riana," ujar Lilis tiba-tiba."Ada apa ini, Ma, Pa. Jika masalah Lea yang belum setuju, Leon nanti yang akan membujuknya," beritahu Leon."Bukan, ini tentang masa lalu Riana, dia bukan seperti yang kita sangka!" ucap Lilis, dia masih berdiri. Di sampingnya ayah Leon hanya diam, tidak bisa menenangkan istrinya."Bukankah setiap manusia punya masa lalu?" tanya Leon, dia merangkul mamanya untuk duduk."Dia telah memiliki anak di usia lima belas tahun." Lilis menepis tangan Leon yang mennyuruhnya untuk duduk."Itu bukan masalah Mama, toh, aku juga seorang duda dan usia lima belas tahun? Aku rasa mereka pu
Adik-adik Riana, suami dan istri mereka serta anak-anak mereka telah diberitahu. Besok mereka akan sampai. Ayah akan di makamkan besok karena tidak memungkinkan juga untuk menguburkan ayah hari ini. Adik-adik Riana telah mengizinkan untuk segera memakamkan ayah. Karena bagi mereka memakamkan segera lebih baik.Riana merawat ibu yang masih lemah. Memaksa ibu untuk makan. Saudara laki-laki Riana yang mengurus semua proses pemakaman ayah.Riana menemani ibu tidur, untuk menguatkan ibu. Ibu seperti kehilangan pegangan. Akan tetapi ibu masih berusaha tegar. Besoknya, saudara-saudara Riana telah lengkap. Mereka menyelengaraka proses pemakaman.Leon juga datang melayat, dia mengajak mamanya juga. Namun, mama Leon menolak. Dia masih tidak terima keluarga Riana membohonginya.Setelah dari pemakaman, mereka kembali ke rumah. "Tante, Riana, maafkan mama saya," pinta Leon saat mereka duduk di ruang tamu. Di sana ada Miriam, Wati, Riana dan Leon."Kami memahami kondisi mamamu, dia ingin kamu men
Lilis menghubungi Leon, agar sepulang kerja mampir ke rumah Lilis. Lilis juga memberitahu Leon, jika Lea ada di rumahnya. Leon sengaja memberikan rumah dan mobil untuk Lisda sebagai ganti hak asuh anak. Karena Leon tidak yakin jika Lisda bisa menjaga Lea dan tidak memberikan dampak buruk."Mama, ada apa?" tanya Leon saat memasuki rumah. Mama dan Lea sedang menonton sinetron."Lea, melihat Lisda bersama Doni di kamar ... mereka ... kau tahulah ...." Lilis tidak meneruskan perkataannya."Tahu mama sekarangkan, seperti apa wanita pilihan, Mama?" sindir Leon. Lisda yang dulu dibangga-banggakan Lilis. Saat bercerai memang Lilis tidak respect lagi terhadap Lisda. Lilis hanya terdiam, karena memang dia yang memaksa Leon untuk menikahi Lisda."Papa!" Lea memeluk papanya. "Maafkan Lea, Pa. Lea tidak akan melarang Papa menikah lagi," ucap Lea."Jika kamu ingin ke rumah mamamu, sebaiknya beritahu dia dulu." Lea hanya menganggukan kepalanya.***Rayhan menghubungi Radit untuk membicarakan pendam
Riana telah menerima pesan dari Liana. Calon dari Andro akan ke kampung Riana untuk melihat Riana dalam waktu dua hari. Inilah harinya, Liana juga memberitahu bahwa pria ini duda dengan anak satu, istrinya telah meninggal dunia. Miriam telah menyiapkan hidangan untuk menyambut tamu ini. Dia berharap kali ini si pria menjadi jodoh Riana.Informasi yang mereka dapat pria ini seorang developer perumahan dan memiliki usaha lainnya. Berusia empat puluh dua tahun, bernama Radit. Riana tidak mengetahui data si pria, hanya Miriam dan Wati yang mengetahuinya.Sedang sibuk-sibuknya menyiapkan cemilan. "Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," ucap seseorang sambil mengetuk pintu rumah Riana."Jangan-jangan ... dia telah datang?" tanya Miriam dia menoleh ke arah Wati yang sedang membuatkan minuman."Ri, kamu udah mandikan?" tanya Wati."Udahlah, Tan, ada-ada aja, Tante ini." Riana tahu, Wati bercanda agar dia tidak kaku."Ya, udah Tante bukain pintu dulu." Wati menuju ruang tamu. Dia membu
"Bolehkah, saya tahu siapa pelakunya?" tanya Radit hati-hati."Pelakunya telah tiada, semoga Allah mengampuni dosanya ... dan sebaiknya kita tidak perlu mengungkitnya lagi ... saya memberitahu mas Radit, agar tidak merasa dibohongi di kemudian hari jika mengetahui masa lalu saya ... terus terang ta'aruf dengan orang sebelum mas Radit batal karena masa lalu saya, diawal saya tidak mengatakannya sehingga saat keluarganya mengetahui, mereka merasa dibohongi," terang Riana lagi."Saya tidak peduli dengan masa lalu kamu, bagi saya adalah masa depan ...." ucap Radit lagi."Apakah itu artinya, nak Radit bersedia menikahi Riana?" tanya Wati. Dia harus memastikan bahwa Radit memang serius ingin menikahi Riana."Benar, Bu, saya serius ingin menikahi Riana," jawab Radit mantap. "Terima kasih, mas Radit mau menikahi saya dan menerima masa lalu saya, ada satu lagi permintaan saya, sebaiknya mas Radit meminta restu dari orang tua mas Radit terutama ibunya mas Radit ... dan sebaiknya kita sama-sama
Radit dan Nayla menunggu Riana untuk bersiap-siap rencananya mereka akan ke pantai yang ada di luar kota Padang. Sekitar tiga puluh menit perjalanan. Wati dan Miriam menemani Radit dan Nayla."Diminum tehnya, Radit, Nayla," tawar Miriam. Dia duduk di samping Wati."Iya, Bu," ucap Radit sungkan."Jadi besok, orang tua kamu ke sini?" tanya Miriam penasaran."Iya, Bu, insha Allah, hanya mama, kakak saya dan Rayhan, Omnya Andro." Radit mengambil teh dan meminumnya sedikit karena masih panas."Papa kamu?" Kali ini Wati yang bertanya."Papa, saya telah meninggal tiga tahun yang lalu." Radit meletakkan cankir tehnya."Maaf," ucap Wati merasa tidak enak."Tidak apa-apa, Tante, kejadiannya udah lama kok." Radit menenangkan Wati."Jadi, jam berapa mereka ke sini?" tanya Miriam lagi. Dia harus memastikan untuk menjamu tamu specialnya dengan baik. Agar mereka tidak hanya melihat Riana. Namun juga keluarganya yang Ramah. Siapa tahu hal itu menjadi pertimbangan keluarga Radit."Mereka dari kota Bat