Liana menyusun pakaian untuk dibawa ke kampung. Ibu memberitahu bahwa ayah sakit. Meminta Liana pulang dan mengabarkan saudara-saudaranya yang lain.
Liana menyusun pakaian sambil berlinang air mata, entah kenapa perasaannya tidak enak. Dia takut ini kali terakhir bรจrtemu dengan ayah."Udah, Li, jangan nangis terus, aku yakin ayah nggak pa-pa," ujar Andro, suami Liana menenangkan Liana."Mudah-mudahan, Mas. Baru seminggu yang lalu kita video call dengan ayah dan ayah kelihatan baik-baik saja. Sekarang ibu menyuruh kita pulang karena ayah sakit." Liana masih sibuk merapikan pakaian dan memasukannya ke dalam koper."Mas, bantu siapin anak-anak." Liana minta tolong kepada Andro."Oke, tapi kamu jangan nangis lagi ya." Andro menuju kamar anak-anak dan menyuruh mereka mandi.Liana menyerahkan pakaian yang akan dipakai anak-anak."Kita mau ke mana, Pa?" tanya putri pertama Andro, Cinta."Kita mau ke rumah Opa dan Oma," jawab Andro."Asik, Cinta suka di rumah Opa dan Oma!" teriak Cinta dengan senang.Anak-anak memang memanggil ibu dan ayah Liana dengan Opa-Oma, sedangkan dengan orang tua Andro mereka memanggil Kakek dan Nenek.Andro memandikan putra keduanya, Tito karena memang masih berumur lima tahun. Sebenarnya Tito telah bisa mandi sendiri. Akan tetapi jika dibiarkan mandi sendiri, anak itu akan lama di kamar mandi, bukan mandi malahan main.Liana telah selesai mempacking pakaian, dia menaruhnya di dalam mobil. Mereka ke kampung dengan jalur darat karena tidak begitu jauh dari kampung Liana, hanya sepuluh jam perjalanan.Liana mencoba menghubungi adiknya Giana."Halo, Ni," jawab Giana di seberang sana."Gi, Uni ditelepon sama ibu, kata ibu ayah sakit," ucap Liana kembali terisak."Iya, Ni, sakit apa ayah Ni, bukankah seminggu yang lalu, saat kita video call, ayah masih sehat-sehat saja?" tanya Giana."Uni juga nggak tahu, Gi. Ibu cuma bilang ayah sakit dan minta kita pulang," jawab Liana kembali."Ya udah, Ni, sebaiknya kita pulang saja, dan melihat kondisi ayah," balas Giana."Iya, sebaiknya memang begitu. Kita juga tidak tahu ke depannya seperti apa?" ujar Liana."Uni, udah siap-siap?" tanya Giana lagi."Udah, rencana berangkat nanti malam," balas Liana."Ya sudah, kalau begitu Gi siap-siap saja dulu dan cari tiket pesawat besok pagi," ujar Giana."Tunggu Gi, gimana ya dengan Ni Ri? Apa kita kasih tahu dia? Takutnya dia nggak mau pulang" Ragu Liana."Iya juga sih ni, atau gini aja, kita lihat aja dulu kondisi ayah, baru kita kasih tahu ni Ri, gimana?" saran Giana."Ya udah, gitu aja, pas di kampung kita bicarakan lagi." Liana menutup telepon.***Liana dan keluarga sampai di kampung. Mereka istirahat dulu karena sampai di kampung waktu menunjukan pukul tiga dini hari. Ibu telah menyiapkan satu kamar untuk mereka setiap kali pulang.Selesai sholat subuh, Liana membantu ibu yang lebih dulu bangun dan telah berada di dapur."Bagaimana keadaan ayah, bu?" tanya Liana."Ayah semakin kurus, hasil pemeriksaan dokter, paru-paru ayah bermasalah karena ayah perokok berat. Namun, hasil pastinya belum keluar," jelas ibu."Ayah sih, udah dibilangin juga, jangan merokok, masih juga merokok," sesal Liana karena berkali-kali mereka menasehati ayah, agar tidak merokok. Ayah setuju tapi hanya seminggu atau paling lama satu bulan. Setelah itu kembali lagi kepada kebiasaan lamanya."Ibu juga udah capek larang, tapi ayah mah iya iya aja," sahut ibu yang mengeluarkan ikan dari dalam kulkas."Masak ikan, bu? Campur apa?" tanya Liana."Tahu aja," jawab ibu."Nggak ada jengkol, Bu? Kangen soalnya. Di rumah masak jengkol nggak ada yang mau, jadi jarang masak itu," bujuk Liana, siapa tahu ibu punya stok jengkol."Kebetulan ada kemarin dikasih tante Wati, sebentar ibu ambilkan, kamu goreng aja tahu sama ikannya dulu," perintah ibu.Liana kemudian menggoreng tahu dan ikan."Ini!" Ibu menyerahkan kepada Liana jengkol yang sudah dibersihkan. Liana menggoreng jengkol."Riana dan Giana pesawat jam berapa?" tanya ibu."Giana pesawat siang ini, bu, sedangkan uni ... Li, belum memberitahu uni. Ibukan tahu uni pasti nggak mau pulang," beritahu Liana."Ibu paham, pasti Riana tidak akan mau pulang, apa lagi--," ibu menggantung kalimatnya."Apa lagi apa, bu?" tanya Liana penasaran."Tidak apa-apa. Tunggu Giana sampai dulu, nanti kita bahas lagi." Ibu memutuskan pembicaraan."Udah, kamu siapkan anak-anak dan suamimu sana, bikinkan teh dan kopi, biar ibu yang lanjutkan memasak," usir ibu.***Liana menjemput Giana di bandara. Giana tengah hamil. Putra pertamanya berumur empat tahun."Gi!" teriak Liana, saat melihat Giana keluar dari pintu kedatangan dalam negeri."Uni!" Giana ingin berlari, namun dipegang oleh suaminya."Kamu lagi hamil, masak lari-lari," tegur suami Giana, Aldo. Giana hanya nyengir, saking gembiranya bertemu kakaknya.Giana akhirnya berjalan menuju Liana. Mereka berpelukan melepas rindu.Mereka sampai di rumah, Giana dan Liana ke kamar orang tua mereka. Melihat ayah masih tertidur, Giana memutuskan untuk menunda berbicara dengan ayah.Giana ke kamar yang telah disediakan ibu untuk dia dan keluarganya. Sama seperti Liana, kamar yang biasa mereka tempati jika pulang kampung. Giana merapikan barang-barangnya."Gi, ayah udah bangun, kita mau ke rumah sakit buat lihat hasil pemeriksaan ayah," ucap Liana, sambil mengetuk pintu kamar Giana."Bentar, Ni," sahut Giana keluar dari kamar.Mereka membawa ayah ke rumah sakit."Jadi ayah kalian mengidapPneumonia kronis," jelas dokter memberitahu hasil laboratorium ayah."Apa itu dok?" tanya Liana karena memang tidak memahami istilah medis."Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Membuat pernafasan ayah kalian tidak lancar dan normal karena kantung udara menjadi meradang dan mungkin terisi dengan cairan yang mengganggu aliran oksigen. Itulah yang menyebabkan ayah kalian tidak bisa bernafas dengan normal ... ditambah bahwa ayah kalian perokok berat. Terlalu banyak lendir dan nanah di paru-parunya. Kami akan mencoba membersihkan lendir tersebut," jelas dokter lagi."Lakukan yang terbaik dokter," ujar Giana."Kami akan memberikan jadwal operasi kecil untuk membersihkan lendir dan nanah yang berada di paru-paru ayah kalian,"***Ayah bertanya tentang Riana, ayah akan melakukan operasi jika Riana pulang. Liana dan Giana yang bingung, bagaimana cara memberitahu kakak mereka?Liana akhirnya menghubungi Riana. Menjelaskan kondisi ayah. Awalnya Riana ragu untuk pulang, namun jika dia tidak pulang, maka ayah tidak mau melanjutkan pengobatannya. Hal itu tentu saja membuat Riana dilema. Jangan sampai terjadi hal yang dapat dia sesalkan terjadi pada ayah karena dia. Riana menyetujui untuk pulang kampung.๐๐๐Note :Uni/Ni = Kakak/Kak ( panggilan kakak dalam bahasa minang )Hari pernikahan Riana dan Radit akhirnya tiba. Riana baru mengetahui kabar tentang kejadian yang menimpa Lea dan Lisda. Lea saat ini masih belum mau bicara, sekalipun kondisinya secara fisik telah sembuh. Namun, traumanya belum hilang. Lea beraktifitas hanya melakukan yang wajib saja. Akan tetapi, dia tetap saja tidak bicara.Lilis berkali-kali datang dan meminta maaf kepada keluarga Riana. Bahkan dia berharap Riana mau menerima putranya kembali untuk melanjutkan rencana pernikahan. Lilis tidak tega melihat putranya yang sedikit frustasi. Namun, sayang Riana telah menikah meskipun secara siri. Lilis dan Leon pun diundang ke pesta pernikahan Riana.Rumah Riana telah di dekorasi oleh wedding organizer, sedangkan untuk jasa katering, Miriam lebih suka dibantu tetangga. Riana telah memberitahu Miriam agar memakai jasa katering saja karena tidak ingin Miriam dan keluarganya terlalu kecapekan. Miriam menolak karena lebih enak masakan mereka sendiri. Alasan lainnya adalah agar para tetangga
Sesuai rencana, Riana, Radit dan keluarga kembali ke kota Batam. Riana juga malahan telah menstransfer uang yang diserahkan Radit kepada Miriam.Radit mengantar Riana ke butik, untuk mengambil pakaiannya."Selamat datang!" teriak Wirda, dia pikir pelanggan yang datang."Kak Ri!" Tyas langsung berlari dan memeluk Riana, saat mengetahui bahwa yang datang adalah Riana.Wirda baru sadar jika yang datang adalah Riana, langsung berlari menghampiri Riana dan memeluknya juga."Kak Ri, liburnya lama banget, kami ikut sedih ya kak, atas meninggalnya ayah kak Ri," cecar Wirda masih memeluk Riana."Tidak apa-apa, semua sudah Allah atur," ucap Riana bijak."Oleh-oleh mana, kak?" tanya Tyas."Ada, sebentar." Radit dan Nayla masuk ke dalam butik membawa kantong oleh-oleh."Wah, ada Nayla dan papanya. Nayla mau nyari gamis ya?" terka Wirda."Enggak, kak, Nay, cuma nemanin Papa," jawab Nayla. Dia meletakan kantong oleh-oleh diatas meja kasir."Emang, papa Nayla, mau nyari gamis?" heran Wirda."Wah, P
Besoknya Riana dan Radit menikah secara siri. Teman Andri yang penghulu menikahkan mereka. Pernikahan dilakukan sehabis magrib menyesuaikan jadwal dengan teman Andri. Akhirnya mereka sah menjadi suami istri.Keluarga Riana tetap menjamu mereka, seperti syukuran atas pernikahan Radit dan Riana. Selesai makan penghulu dan saksi pulang. Tersisa di rumah tersebut keluarga kedua mempelai saja."Radit, mau tidur di sini?" tawar Wati."Nggak usah, Tante, saya di hotel saja " Radit ingin menyentuh Riana saat dia telah memberikan pernikahan yang layak kepada Riana."Sebaiknya, Riana yang ikut kamu. Sebagai istri dia harus mengikuti kemana kamu pergi," sela Miriam."Wat, suruh Riana siap-siap saja, biar ikut sama suaminya." Miriam memerintahkan Wati. Wati segera menuju kamar Riana. Riana telah mengganti kebayanya dengan gamis santai.Riana keluar bersama Wati dengan membawa tas kecil yang berisi pakaian ganti.***Radit membawa Riana masuk ke kamar hotelnya."Kamu mau mandi?" tanya Radit. Dia b
"Gimana kata ibu Riana, Ma?" cecar Radit tidak sabar."Mereka tidak menargetkan, maharnya apa? yang penting semampu kita ... kamu mau seperti apa?" Rosma mengembalikannya kepada Radit. "Maksud Mama?" Radit sedikit bingung, padahal ini bukan pernikahan pertamanya."Kamu mau menikahnya kapan dan di mana?" tanya Rosma."Sebaiknya pas acara lamaran saja kita tanyakan kembali. Sekarang kita fokus membawa hantaran saja," saran Rania."Ya, begitu lebih baik, besok jam sepuluh kita mencari persiapan untuk seserahan," putus Rosma.Mereka mengakhiri rapat kecil. Radit, Rania dan Rayhan kembali ke kamar masing-masing.***Keluarga Radit telah membeli hantaran untuk dibawa ke rumah Riana. Selesai sholat isya mereka bersiap-siap menuju ke rumah Riana.Keluarga Riana telah menunggu dan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan keluarga Radit.Proses acara lamaranpun di mulai. Mereka berunding segala persiapan untuk menikah."Untuk tanggal pernikahan dari keluarga mas Radit, ingin tan
Polisi datang dan mengamankan TKP. Ambulance juga datang dan membawa jenazah Doni. Lea juga dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Lea sepertinya mengalami trauma. Lisda dibawa polisi ke kantor polisi dan dijadikan tersangka pembunuh Doni.Leon menunggui Lea yang sedang diperiksa oleh dokter. "Bersyukur, Lea tidak diperkosa, hasil visum hanya mendapatkan kekerasan fisik. Sepertinya Lea melawan dengan sekuat tenaga, sehingga dia mendapat beberapa memar di pipi dan bekas cekikan." Dokter yang menangani Lea memberitahu Leon."Lalu kenapa dia hanya diam?" heran Leon."Sepertinya Lea mengalami goncangan hebat, membuat dia trauma," jelas dokter lagi."Lea!" teriak Lilis saat memasuki ruangan tempat Lea diperiksa. Lilis memang telah dikabari Leon bahwa telah terjadi sesuatu kepada Lea."Saya tinggal dulu, karena masih ada pasien yang lain." Dokter meninggalkan ruangan.Lilis memeluk Lea yang diam seperti patung. Papa Leon hanya terdiam, melihat Lea hanya diam dengan tatapan kosong."Jelaska
Lea memasuki rumah mamanya, dia telah memberitahu mama bahwa dia akan mengambil beberapa pakaian. Lea tidak mau lagi tinggal sesekali bersama mamanya. Melihat mamanya melalukan hal yang tak bermoral, membuat Lea muak. Papanya belum pernah melakukan hal seperti itu dengan seorang wanita.Lea ingat pesan Leon bahwa dia harus memastikan mamanya, siap menerima kedatangannya. Agar Lea tidak menyaksikan lagi kejadian seperti waktu itu.Lea membunyikan bel, jika biasanya dia selalu membuka sendiri tanpa membunyikan bel. Sekarang Lea tidak mau main masuk saja. Lea kaget karena yang membukakan pintu adalah pria yang dia lihat bersama mamanya, Doni.Lea ingin pergi dari sana. Namun,"Oh Lea, silahkan masuk ... mamamu berpesan, jika kamu datang. Kamu disuruh tunggu. Dia hanya ke warung depan sebentar," bujuk Doni.Lea tidak menyadari jika Doni berniat jahat kepadanya. Doni sengaja menyuruh Lisda untuk membelikannya makanan yang dia inginkan dan tempat membelinya jauh dari rumah. Doni tidak senga