Share

Chapter 7

Tak lama, Aryo pun terlihat keluar dari kamar sembari kembali merapikan pakaian yang baru di pakai olehnya. 

"Masak sarapan apa hari ini?" Tanyanya datar sembari mulai melirik ke arah meja. 

Namun dahi Aryo seketika mengkerut saat memandangi sepotong ubi rebus yang tersisa di dalam sebuah piring. 

"Haaah, Ubi lagi ubi lagi!" Ketus Aryo sembari menatap tajam ke arah Hasna. 

Hasna, dengan wajah sayunya akibat kurang istirahat pun hanya menatap nanar ke arah suaminya. 

"Maaf suamiku, tapi uang yang kamu berikan kemarin hanya cukup untuk membayar uang sekolah Melati. Jadi hari ini hanya bisa memakan ubi yang ku tanam sendiri." 

"Halah, selalu saja begitu alasanmu! Kau ini memang istri yang tidak pandai menyenangkan suami!!" Bentak Aryo di hadapan kedua anaknya yang masih kecil. 

Hal itu pun seketika membuat Hasna menjadi mulai menundukkan kepalanya, lalu diam-diam mulai meneteskan air matanya karena hatinya kembali terasa sakit dengan ucapan sang suami. 

Begitu pula dengan kedua bocah malang itu, mereka pun hanya diam tercengang memandangi wajah ayah dan ibu mereka secara bergantian. 

"Ayah, sudah ayah. Jangan marahi ibu terus." Ucap Melati pelan. 

"Aaagh dan kau juga Melati, kau ini terlalu di manja oleh ibumu, makanya kau jadi membelanya seperti ini." Ketus Aryo yang ikut membentak Melati. 

Hal itu pun akhirnya membuat Rio jadi semakin takut hingga akhirnya mulai menangis. 

Hasna, yang mendengar Aryo memarahi Melati, seketika langsung mengusap air matanya dan langsung memeluk Melati yang juga jadi ketakutan. 

"Berhenti membentak anakku! Kau boleh marah padaku, tapi tidak padanya!" Tegas Hasna menajamkan tatapannya pada Aryo. 

Aryo pun hanya tersenyum sinis sembari mendengus kasar. 

"Kau ini benar-benar tidak becus jadi ibu, sangat pilih kasih! Kau lihat dia, dia yang menangis tapi kau malah memeluk Melati." 

"Tapi yang kau bentak adalah Melati! Melati sangat berharga untukku, dia adalah pengganti Karmila, dan tidak ada yang boleh menyakitinya termasuk kamu!" 

"Hahhh, lama-lama di rumah gubuk derita ini membuatku panas dan gerah!" Aryo pun pergi begitu saja sembari menabrak kasar pundak Hasna.

Hasna hanya bisa terdiam, sembari terus memejamkan matanya untuk menahan air matanya yang seakan ingin kembali tumpah saat itu. 

"Ibu, kenapa ayah begitu jahat pada kita?" Tanya Melati lirih sembari mulai menatap wajah ibunya dengan tatapan sendu. 

Melihat wajah lugu anak perempuannya, membuat Hasna kembali mengukir senyuman dan kembali berlutut di hadapannya. 

"Tidak sayang, ayah sama sekali tidak jahat, ayah mungkin hanya sedang emosi sesaat saja. Tolong maafkan ayah ya." 

"Emosi sesaat tapi kenapa ayah memarahi ibu setiap hari?" Tanya Rio kemudian. 

Hasna pun mulai menoleh ke arah Rio. 

"Sudah lah, kamu masih terlalu kecil untuk mengerti, ayo segera habiskan makananmu." 

Rio lagi-lagi terdiam, ia semakin merasa di bedakan oleh ibunya sendiri, ia merasa ibunya hanya sayang pada kakaknya saja karena perlakuannya yang terus menerus mengistimewakan kakaknya di atas segalanya. 

Dengan terus berlinang air mata, Rio pun akhirnya terus memakan ubi rebus miliknya hingga kandas. 

Sarapan yang penuh dengan drama pun selesai, kini giliran Hasna untuk mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Menempuh perjalanan yang cukup jauh, tak membuat Hasna maupun anak-anaknya merasa kelelahan. Bagaimana tidak, seolah sudah begitu terbiasa dengan berjalan kaki, mereka sama sekali tak pernah mengeluh atau pun merasakan pegal pada kaki mereka. 

Saat itu Melati terus diam dan kembali memandangi wajah ibunya yang semakin terlihat menua dan lusuh. Ya, selama berumah tangga, Hasna memang tak pernah lagi bisa merawat wajah mau pun tubuhnya seperti dulu saat ia masih tinggal bersama orang tuanya yang kaya. Ditambah pula dengan beban hidup yang harus ia tanggung selama menjadi istri Aryo, membuat wajahnya menjadi berkali lipat lebih tua dan mulai terdapat banyak keriput pada dahi dan pada bagian tepi matanya. 

"Ibu, apa ibu tidak lelah setiap hari mengantar kami ke sekolah dengan berjalan kaki?" Tanya Melati. 

"Sama sekali tidak sayang, memangnya kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?" Hasna pun mulai melirik Melati sembari tersenyum tipis. 

"Tidak ada apa-apa bu, hanya saja ku lihat ibu sudah terlihat semakin tua dan otomatis akan semakin lemah." 

"Hehehe benarkah ibu semakin tua?" Tanya Hasna yang mulai mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. 

Melati dengan polosnya pun hanya mengangguk. 

"Tapi berjalan kaki itu juga bagus untuk kesehatan sayang, ibu akan terus sehat meski nanti usia ibu sudah sangat tua hehehe." 

"Benarkah?" 

Kali ini giliran Hasna yang mengangguk. 

Sementara Rio, saat itu ia hanya terus memilih untuk berdiam diri, karena percuma jika ikut berbicara, ia pasti akan kembali kena omel oleh ibunya. 

"Nah Rio, sudah sampai di Tk, pergilah masuk dan  belajar yang benar. Ingat, jangan membuat onar." Ucap Hasna sembari menghentikan langkahnya saat mereka telah tiba di depan gerbang TK tempat Rio belajar dan bermain. 

TK yang berada di desa mereka bukanlah seperti TK pada umunya yang memiliki bangunan berwarna-warni dan ada banyak permainan di dalamnya. TK di desa mereka hanyalah sebuah bangunan yang terbuat dari papan yang sengaja di cat berwarna biru langit dan hanya ada satu jenis permainan di dalamnya, yaitu ayunan yang juga terbuat dari bekas tali tambang dan papan sebagai tempat duduknya. 

Rio terus diam, dan langsung berjalan dengan lesu memasuki area TK. Sementara Hasna saat itu langsung mengajak Melati untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju ke sekolah Melati yang jaraknya lebih jauh dari TK Rio. 

"Nahh aku juga sudah sampai bu." Ucap Melati saat mereka telah tiba di depan gerbang sekolah SD tempat dimana Melati menimba ilmu. 

"Iya sayang, ayo." Ucap Hasna yang kembali menarik tangan Melati untuk mengajaknya masuk. 

"Bu." Ucap Melati yang langsung menahan tangan ibunya. 

"Ada apa sayang? Ayo ibu antar masuk." Ucap Hasna dengan semangat. 

Melati pun mulai menatap wajah ibunya dengan tatapan sedikit ragu-ragu. 

"Bu, apa boleh mulai hari ini ibu mengantarku sampai depan gerbang saja?" Tanya Melati pelan. 

Membuat dahi Hasna seketika mulai mengernyit, Hasna pun langsung berjongkok di hadapan Melati untuk membuat kedua wajah mereka sejajar agar bisa menatap wajah anaknya lebih dalam. 

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba harus begitu sayang?" Tanya Hasna dengan lembut. 

"Tidak ada bu, hanya saja sebagian teman-temanku jadi menertawakan aku karena aku masih di antar sampai kelas oleh ibu. Mereka bilang aku seperti anak TK. Lagi pula aku sudah kelas 4, memang sudah seharusnya ibu tidak lagi mengantar sampai dalam kelas." Jelas Melati dengan wajahnya yang begitu sendu. 

Hasna pun terdiam sejenak sembari terus memandangi wajah putrinya. 

"Aku malu bu, aku tidak mau terus di ejek oleh teman-temanku. Lagi pula yang harus ibu antar sampai ke dalam kelas itu Rio, bukan aku." Tambah Melati lagi. 

Hasna pun akhirnya mulai menghela nafasnya, meski dalam hatinya begitu berat, namun ia tetap menampilkan senyuman di hadapan putrinya. 

"Hemm, baiklah kalau begitu, tidak apa. Berarti mulai hari ini ibu hanya akan mengantarmu sampai disini saja ya." Ucap Hasna sembari merapikan kerah baju Melati namun dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Entah kenapa, saat menyadari Melati mulai merasa malu pada teman-temannya dan tak ingin di antar hingga ke kelas lagi, hati Hasna terasa sedikit hancur, 

Bersambung...

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status