Ucapan Ehsam entah mengapa membuat Visha merasa tak enak, tapi tersipu di saat yang bersamaan. Bahkan, Visha juga bisa merasakan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.
Mengapa pria itu mengucapkan kalimat seperti itu? Bukannya … pernikahan mereka mendadak, dan berawal dari sandiwara Visha?
“Visha!”
Tak sempat larut dalam pikirannya, tiba-tiba suara lantang menggema di tengah-tengah musik yang sedang mengalun, membuat semua tamu menoleh ke arah pintu.
Visha merasakan tubuhnya menegang, ia sangat mengenali suara itu, suara mantan kekasih yang telah mengkhianatinya.
Mantan kekasihnya itu berjalan mendekatinya dengan tatapan marah. Visha merasakan genggaman tangan Ehsam di pinggangnya menguat, seolah ingin meyakinkannya bahwa ia ada di sini untuknya.
“Kamu pikir bisa seenaknya ninggalin aku dan langsung menikah sama pria lain?” suara Ryu terdengar penuh emosi.
Visha menarik napas panjang, berusaha tetap tenang. Dia memang sengaja mengundang Ryu untuk menunjukkan bahwa ia bisa lebih Bahagia dari Ryu yang mengkhianatinya. Tapi, Visha juga tak menyangka justru Ryu datang membawa masalah.
“Masih berani datang kesini?" tanya Visha, wajahnya dingin.
Ryu tertawa sinis. “Oh, tentu. Justru kamu, gak takut aku bakal buka rahasia kamu?”
Jawaban Ryu membuat alis Visha menaut. “Aku nggak tahu apa yang kamu maksud.”
Ryu menatap para tamu, seakan ingin menarik perhatian lebih banyak orang. Dengan suara lantang, ia berkata, “Visha sudah tidur denganku. Dia perempuan murahan yang tega mengkhianati calon suaminya sendiri!”
Ruangan langsung dipenuhi bisik-bisik. Para tamu saling berbisik satu sama lain, beberapa terlihat terkejut, sementara yang lain menatap Visha dengan penuh tanda tanya. Visha merasakan jantungnya berdegup kencang, bukan karena rasa bersalah, tetapi karena marah karena Ryu telah memfitnahnya di depan banyak orang.
Di sebelahnya, Ehsam tetap berdiri tenang, tetapi Visha bisa melihat rahangnya mengatup erat. “Apa kamu punya bukti?” suara Ehsam akhirnya terdengar, dalam dan penuh ketegasan.
Ryu terdiam sejenak. “Aku tidak butuh bukti. Visha sudah lama pacaran denganku."
Visha tidak lagi ingin mendengar ocehan pria itu. Ia mengeluarkan ponsel dari genggamannya dan membuka sebuah video. Dengan tenang, ia menekan tombol play dan memperlihatkan rekaman Ryu yang sedang bercumbu dengan seorang wanita lain.
Dalam video itu, suara tawa dan kata-kata mesra terdengar jelas. Wajah Ryu terlihat sangat menikmati momen itu bersama wanita yang bukan dirinya.
Gumaman kaget terdengar dari para tamu. Wajah Ryu yang semula penuh percaya diri kini berubah pucat pasi. Ia terlihat panik, mencari cara untuk membela diri.
“Kamu,” katanya terbata-bata.
Visha menatapnya tajam. “Kamu bilang aku murahan? Padahal kamu yang selingkuh.”
Ryu mencengkeram kepalanya, tampak frustasi. “Kamu sengaja menjebakku! Kamu memang cari alasan buat putus!”
Belum sempat Visha menjawab, tiba-tiba ada suara lain yang menginterupsi.
“Bukti rekaman itu benar.”
Semua mata langsung tertuju pada seorang wanita bergaun merah yang baru saja masuk ke aula dengan angkuh. Luna, sahabat yang menghianatinya. Visha kini begitu membencinya.
“Aku tidur dengan Ryu,” katanya, lalu tersenyum penuh kemenangan. “Berkali-kali.”
Ryu terlihat semakin panik. “Apa yang kamu lakukan di sini?” desisnya.
Wanita itu terkekeh. “Membantu kamu mengungkap kebenaran, tentu saja.”
Visha bisa melihat bahwa Ryu mulai kehilangan kendali atas situasi ini. Tapi wanita itu belum selesai berbicara.
“Tapi tahu tidak? Aku dibayar oleh Visha untuk menggoda Ryu. Itu semua rencana dia supaya bisa punya alasan untuk putus."
Suasana menjadi semakin gaduh. Para tamu kembali berbisik, mencoba memahami situasi yang semakin kacau ini.
Visha merasa lelah dengan semua kebohongan ini. Ia menatap wanita itu dengan dingin. “Kamu bohong. Aku bahkan nggak kenal kamu.”
Ehsam akhirnya melangkah maju, menatap Luna dengan tajam. “Kamu bilang Visha membayarmu untuk menggoda dia. Berarti seharusnya ada bukti, kan? Bukti transfer, pesan, atau rekaman suara.” Ucapan Ehsam membuat Luna terdiam.
“Bisa tunjukkan bukti itu sekarang?” lanjutnya. Ruangan menjadi hening. Luna menoleh ke Ryu, berharap mendapat dukungan. Tapi Ryu hanya diam, tidak bisa mengatakan apa pun.
Semua orang yang di sana kini bisa melihat kebenarannya. Dengan wajah merah padam, Ryu akhirnya berbalik dan berjalan keluar dengan kesal. Luna mengikuti dari belakang dengan wajah yang tidak kalah sama dengan Ryu.
"Maaf atas gangguan barusan. Silahkan melanjutkan pesatanya," ucap Ehsam dengan tenang pada para tamu yang masih melongo mencerna kejadian itu.
Visha tersenyum saat tatapannya beradu dengan tatapan Ehsam. "Mbak nggak papa?" tanya Ehsam terlihat khawatir.
"Nggak papa. Justru aku senang karena sudah membalas perbuatan Ryu padaku!" sahut Visha dengan senyumnya yang melebar.
***
"Dasar laki-laki brengsek!" maki Visha di kamarnya setelah pesta usai. "Auch!" pekiknya sambil memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Mbak kenapa?" tanya Ehsam sambil membungkuk meneliti wajah Visha. "Sakit?"
Visha hanya mengangguk-angguk. Ia menerima uluran tangan Ehsam yang membimbingnya ke kasur.
"Apanya yang sakit?" tanya Ehsam penuh perhatian. Sepasang mata mereka bertemu dari jarak yang begitu dekat. Untuk beberapa lama keduanya saling diam. Tatapan Visha turun pada bibir Ehsam yang seksi. Tak terasa matanya terpejam dan menunggu bibir itu menyentuh bibirnya.
Harapannya tak meleset. Ada sesuatu yang menyentuh bibirnya. Tidak hanya menyentuh, tapi juga mengecupi dan bergerak merangsek masuk membelah bibirnya. Visha semakin merapatkan matanya. Entah bagaimana ia justru membalas ciuman Ehsam dengan panas. Beberapa saat bibir mereka beradu, bayangan Ryu dan Luna yang sedang bercumbu melintas di benak Visha.
"Aagh!" pekik Ehsam saat bibirnya digigit dengan keras oleh Visha.
"M-maaf ... aku nggak sengaja," ucap Visha yang menyadari bibir bawah Ehsam sedikit mengeluarkan darah. Tangannya segera menyambar tisyu yang ada di dekatnya dan membersihkan bibir Ehsam.
"Nggak papa, kok," ucap Ehsam sambil tersenyum tipis. Bukan main malunya Visha saat ini. Kenapa bisa terjadi adegan ciuman itu dengan Ehsam. Apa yang sedang ia pikirkan.
Visha terus memikirkannya dengan hati yang berdebar hingga saat makan malam bersama mama papanya, ia masih tidak bisa mengalihkan pikirannya dari adegan itu. Ia melirik ke arah Ehsam yang sedang duduk di sebelah kanannya. Pembawaannya begitu tenang.
"Mama sama papa itu seneng banget loh akhirnya Visha ketemu pria yang cocok seperti Ehsam ini. Untung saja ...." Lengan mama disentuh oleh papa sebagai isyarat kalau mama tidak perlu melanjutkan ucapannya.
"Udah nggak usah bahas yang udah lalu. Yang penting sekarang Visha menikah dengan Ehsam yang jauh lebih baik," ucap papa.
Visha hanya mengulas senyum tipis. Ia masih tidak mengerti kenapa papa dan mamanya begitu menyetujui pernikahannya dengan Ehsam yang begitu mendadak. Visha sendiri saja bahkan belum mengenal Ehsam lebih jauh.
Namun, semua sudah terjadi. Yang penting ia sudah merasa sangat puas karena bisa membalaskan sakit hatinya pada Ryu.
“Jadi rencana kalian mau bulan madu di mana?” tanya Papa.
“Tidak ke mana-mana.” Visha menyahut asal. Baginya pernikahan secara resmi seperti ini saja bukan suatu hal yang terdaftar dalam list hidupnya.
“Astaga! Tidak bisa begitu dong, Sayang. Masa kalian menghabiskan waktu honeymoon hanya di rumah?” protes mama.
“Tapi Ma, Visha ....”
Nggak ada tapi, Visha. Pengantin baru itu wajib honeymoon. Kalian bisa pilih tempat mana saja yang kalian mau. Nanti mama sama papa yang urus.
“Sebenarnya honeymoon bisa di mana aja, Ma. Yang penting kan saya sama Visha sudah tinggal bersama. Di rumah saja juga bisa honeymoon," timpal Ehsam sambil mengulas senyum.
"Ya nggak bisa begitu dong, Ehsam. Pengantin baru itu perlu suasana yang romantis untuk berduaan. Apalagi pergi tempat-tempat yang indah yang nggak diganggu siapapun, biar semakin membuat kalian itu dekat satu sama lain."
“Mama kamu benar, pokoknya kalian harus pikirkan mau menghabiskan masa indah itu di mana!"
Visha cemberut. Bahkan ide tentang honeymoon tidak pernah terpikirkan olehnya. Membayangkan tinggal satu atap dengan Ehsam saja sudah membuatnya panas dingin. Banyak yang dia pikirkan. Ia tidak mengenal Ehsam dan pernikahan ini hanya sandiwara, meskipun dilaksanakan seperti pernikahan sungguhan.
"Papa kasih waktu tiga bulan untuk kalian memberikan kabar tentang cucu Papa.”
Uhuk uhuk
Ehsam tersendat minumannya ketika mendengar syarat yang baru saja diajukan oleh papa mertuanya itu.
“Ka_kamu kenapa belum tidur?”Ehsam mencoba tersenyum pada Visha, ia melihat mata istrinya itu sudah sangat lelah, namun kenapa dia justrubelum tidur? Atau se benarnya sudah terlelap tapi malah terbangun olehnya. “Aku nunguuin kamu dari tadi.” Visha lalu merapatkan tubuhnya ke Ehsam. “Gimana Marcel? Dia baik-baik aja, kan?” sambungnya.Ehsam mengangguk pelan, sambil menjauhkan tanganya yang terluka agar tidak tersenggol oleh Visha yang kini memeluknya erat.“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.”“Iya, aku juga.”Visha tersenyum senang mendengar kabar itu dari Ehsam, sejak kepergian Ehsam untuk menemui Marcel benar-benar membuatnya sangat khawatir. Selain mencemaskan perasaan saudara suaminya yang sedang patah hati itu, Visha juga takut, kalau seandainya mereka berdua yang justru bertengkar, karena salah paham.Melihat suaminya itu kini pulang selamat tanpa ada bekas luka, sungguh membuat Visha sangat bersyukur. Tangan Visha mengusap wajah Ehsam secara perlahan, menikmati se
Ehsam melihat Marcel yang langsung berdiri dari tempat duduknya, sambil mengepalkan tangan dengan kuat. Matanya juga dipenuhi kabut amarah yang menyala. “Sudahlah, aku tidak apa-apa.” Ehsam mencoba meredam emosi yang ada dalam diri sahabatnya itu. Ia tahu betul, bagaimana pria itu jika sudah emosi, tapi menurutnya ini bukan saatnya untuk Marcel ikut campur. Lagipula yang dia hadapi hanya bocah yang sedang bermain layaknya seorang bos besar. Sungguh bukan tandingan Marcel. Jadi, Ehsam pikir buat apa diladeni orang yang seperti itu. Sama sekali tidak ada untungnya. “Apa yang melakukannya itu pria brengsek, mantan kekasih dari istrimu?” tebak Marcel kemudian. “Bukan! Tapi orang suruhannya.”Tangan Ehsam meraih kotak obat yang ada di laci, kemudian ia pun mulai menyiramkan cairan antiseptik ke telapak tangannya sendiri. “Apa? Orang suruhan? Berani sekali dia menyuruh orang untuk melukaimu seperti ini.” Marcel kemudian membantu Ehsam mengobati lukanya, sebenarnya Ehsam menolak tapi,
Ehsam meringis sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena pukulan, untung saja wajahnya yang tampan itu tidak sampai mencium lantai, saat tubuhnya tersungkur. Kalau sampai hal itu terjadi, entah bagaimana ia mengatakannya pada Visha saat pulang nanti.Lagipula saat ini pikirannya benar-benar sangat kacau, karena memikirkan sahabatnya itu yang belum tahu di mana keberadaannya. Sehingga ia sama sekali tidak berpikir jika orang suruhan Ryu itu akan memukulnya.‘Sialan. Bisa-bisanya di saat seperti ini, aku malah diajak main-main dengan bocah ingusan, ck!’ pikir Ehsam, sambil berdiri.Ehsam menautkan tangan sambil membunyikan tulang di ruas-ruas jemarinya. “Aku tidak ada waktu untuk bermain sama beruang! Jadi, ayo sini kembalikan kunci mobil itu, atau kamu akan menyesal.”Pria bertubuh besar itu lantas tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan Ehsam yang seakan meremehkannya. Dia lalu meletakkan kunci itu di atas atap sunfroof mobilnya.“Ambil saja sendiri, itupun kalau kamu bisa m
Setelah mengambil motornya yang Ehsam parkiran di mall untuk mengantar Visha pulang, akhirnya ia pun kembali ke mansion.Ehsam sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu, sejak kejadian di restoran jepang tadi. Pikiran Ehsam semakin kalut, ketika tidak mendapati mobil pria itu di basement. Itu bertanda jika Marcel belum menginjakkan kakinya kembali, sejak ia pergi meninggalkan mansion. “Ck! Nggak aktif lagi nomornya.” Ehsam mencoba menelpon ke nomor handphone lain milik Marcel, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara benda bergetar yang terletak di dekat meja laptop, tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Sial. Dia juga tidak membawa handphonenya yang ini lagi.” Ehsam terlihat sangat frustasi, ia benar-benar cemas dengan kondisi mental Marcel.Ehsam paham betul, pria itu pasti sangat malu sekali. Atau bahkan mungkin rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi. Ketika mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, tapi justru ditolak mentah-mentah begitu saja. Ehsam menjatuhkan
Visha bingung, melihat Ehsam yang masih mematung, bahkan tangannya yang berada di area itu tidak bergerak. Membuatnya sedikit jengah, apa miliknya tidak sebanding dengan perempuan tadi, kah? Jujur saja melihat ada perempuan yang tiba-tiba menghampiri, serta melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata membuat darahnya menjadi mendidih. Apalagi saat, dengan sengajanya perempuan gila itu menggesekkan bagian dadanya ke lengan suaminya ini. Rasanya ia ingin sekali menjambak, serta menendangnya dari sisi Ehsam. Namun, nyatanya ia hanya bisa terdiam melihat adegan tersebut. Tanpa melakukan apapun, tidak saat ketika ia memergoki mantannya yang sedang asik bercumbu. Di sisi lain, ia juga bersyukur jika Ehsam juga merasa tidak nyaman atas kehadiran makhluk astral itu. Ia juga melihat beberapa kali Ehsam sudah mencoba untuk menghindar dari makhluk itu. Tadinya Visha ingin melakukan hal ini ketika mereka kembali berada dalam mobil, Visha ingin Ehsam melupakan pesona dari tubuh perempuan ya
Ehsam melihat kepergian Marcel dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, tadinya ia memang sangat marah kenapa Marcel membiarkan perempuan yang bersamanya itu bisa sampai ke tempat meja. Kenapa dia tidak menjagainya dengan baik, atau bila perlu segera mengajak pergi perempuan itu dari sini. Namun, saat melihat bagaimana dia menebus kesalahannya di depan semua orang seperti tadi, bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Ia merasa jadi tidak enak hati, kobaran api yang sudah menggunung itu tiba-tiba lenyap, yang tersisa kini hanya perasaan sedih sekaligus khawatir atas Sepeninggalan pria itu dari ruangan ini.Ehsam menghela nafas dalam, tenggorokannya kini terasa pahit. Ia jadi ikut merasakan, apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia tidak tahu pasti, itu semua hanya sandiwara semata yang dibuat oleh Marcel, agar rencana mereka tidak ketahuan oleh Visha dan Clarie. Atau memang sebuah pengungkapan, untuk semua perasaan yang terpendam selama ini.Jika semua hanya rekayasa, agar d