Anita keluar dari kamar Morgan sudah pembicaraan dirinya dengan pria itu selesai. Lalu dia melihat ayah mertuanya yang tengah mengobrol dengan Icha sekarang. "Kalian sudah tidak marahan lagi sekarang," pancing Anita. Icha menoleh kearah Anita yang sudah keluar dari kamar Morgan. "Kamu sudah selesai? Syukurlah kalau begitu.""Iya, semuanya sudah selesai. Kamu tidak usah khawatir. Kalian juga sudah akrab kembali.""Begitu deh, kamu sudah menyelesaikan semua kesalahpahaman yang terjadi di masa lalu," jelas Icha. "Syukurlah kalau begitu, aku ikut senang.""Kamu sudah menjenguk Morgan-nya?" tanya Icha. Anita hanya mengangguk sebagai jawab. Lalu dia menatap kearah ayah mertuanya yang memang ada di sana. "Terimakasih karena sudah mengizinkan aku masuk ke dalam kamar tadi. Sekarang aku pamit pulang," kata Anita dengan sopan pada mertuanya. "Iya sama-sama, menantu. Justru aku senang kalian datang ke sini," kata Anwar. "Aku juga pamit Pak Anwar, terimakasih banyak Informasinya."Icha me
Anita masuk ke dalam kamar tempat di mana Morgan berada, laki-laki itu tengah berbaring dengan selimutnya. Diam-diam Anita akhirnya memberanikan dirinya masuk ke dalam. "Morgan," panggil Anita. "Anita.""Aku membawakan buah untuk kamu," kata Anita sambil menaruh buah di atas meja. "Terimakasih banyak Anita," jawab Morgan. Anita melihat kearah Morgan kembali, "kamu ini, masih sakit kok harus pake topeng segala!" Anita hendak akan membuka topengnya, tetapi tangan Anita sudah lebih dulu dicegah oleh Morgan. "Tidak, Anita.""Kenapa lagi sih?" tanya Anita yang heran dengan Morgan yang masih saja menutup mukanya. "Aku janji akan membuka topengku setelah urusanku selesai.""Memangnya belum selesai?" tanya Anita penasaran. Harus berapa lama lagi dia menunggu Morgan membuka topengnya itu? dia sudah tidak sabar ingin melihat wajah suaminya. "Belum, masih banyak hal yang harus aku lakukan."Anita yang mendengar itu pun merasa semakin curiga. "Apa yang sedang kamu kerjakan Morgan? Apaka
Anita sudah membeli buahnya dan sekarang Icha kembali mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sampai tak lama kemudian, mobil yang dikendarai oleh dirinya sudah berada di tempat tujuannya. "Kita sudah sampai.""Ini rumahnya?" tanya Icha. "Iya, ayo turun."Anita mengajak Icha turun dari mobilnya. Mereka sekarang akan datang ke rumah milik Anwar. "Permisi," panggil Anita ketika dia sudah berdiri di depan pintu bersama dengan Icha. Icha memperhatikan rumah yang sedikit sederhana. Tidak menyangka kalau Anwar akan hidup di tempat seperti ini di masa pensiunnya. Padahal dulu dia sedikit kaya karena berkerja sebagai asisten Marwan Sanjaya. Yaitu ayahnya Prawira. Dia tidak menyangka kalau Anwar akan hidup miskin seperti ini. Seketika Icha teingat dengan percakapan antara Anwar bersama dengan Umar. Jadi benar kalau Anwar dibuat miskin seperti sekarang. "Aku tidak menyangka rumahnya sedikit sederhana."Anita hanya tersenyum ketika mendengar perkataan dari Icha barusan. Sampai tak la
Prawira tengah ada di kantornya sekarang. Dia sudah mengendalikan media untuk mempermalukan Prayoga. Dia tahu kalau Prayoga pasti akan menyogok para media untuk tidak memberitakan ini. Tetapi Prawira sudah lebih dulu bergerak."Prawira!"Prayoga tiba-tiba datang dengan nada yang sedikit marah. Dia tahu kalau semua ini pasti ulah Prawira. "Wah, kenapa Prayoga.""Kamu tidak usah pura-pura bodoh, Prawira. Kamu kan yang sengaja menyuruh media agar aku tidak bisa menghapus semua skandalku kemarin," marah Prayoga. Prawira tertawa ketika mendengar hal tersebut, memang ini adalah bagian dari rencana dirinya. "Kenapa Prayoga, apa kamu tidak sanggup membayar mereka.""Sialan, kamu Prawira!" marah Prayoga sambil mengebrak meja dengan keras. "Apa kamu pikir aku tidak tahu yang kamu rencanakan kemarin? Aku sudah tahu semuanya, Prayoga. Kamu ingin menjebak aku bersama dengan Anita bukan?" ujar Prawira."Kamu tahu semuanya.""Kamu pikir aku orang bodoh hah, asal kamu tahu. Di rumah itu bukan han
Anita ada di dalam kantornya kembali. Dia bersama dengan Icha dan menceritakan tentang kejadian kemarin. Termasuk dengan dirinya yang memang sudah menemukan brankas tersebut. "Aku tidak menyangka, Anita. Kamu akan lebih mudah menemukan brankas itu," kata Icha dengan. "Iya, aku juga tidak menyangka kalau benda itu ternyata tersimpan oleh Prawira.""Kamu kok bisa kemarin bersama dengan Prawira?" tanya Icha penasaran dengan yang terjadi kemarin. "Aku awalnya akan mencari brankas tiba-tiba Prawira menarik tanganku, sampai aku melihat Ibu tiriku tengah mengobrol dengan seseorang. Aku tidak bisa melihat pria itu dengan jelas, tetapi dia terlihat akrab dan melakukan adegan mesra." "Maksud kamu, ibu tirimu sudah punya pria lagi?""Aku sedikit mendengar percakapan mereka, tetapi karena takut ketahuan akhirnya Prawira membawaku ke dalam kamarnya," jelas Anita. Icha yang mendengar itu pun sedikit terkejut lalu menatap kearah Anita dengan pandangan yang curiga. "Kamu tidak melakukan sesuatu
Anita tidak habis pikir dengan semuanya, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya saling berhubungan satu sama lain. "Kamu kenal dengan mertuaku karena bekerja di rumahmu dulu, apa kamu kenal juga dengan suamiku? Kamu tahu wajahnya seperti apa?" tanya Anita penasaran. Prawira yang masih mengendarai mobilnya pun menoleh kearah Anita dengan sekilas. Anita rupanya masih merasa curiga. "Kenapa kamu menanyakan itu?""Aku hanya penasaran saja.""Bisa iya bisa tidak."Anita menaikan sebelah alisnya heran. "Jawab yang benar!""Kamu bisa tanya sendiri pada suamimu."Anita mendengus kesal, lalu dia mengambil ponselnya. Dia mengirim pesan pada suaminya. [Morgan, kamu sudah sembuh?]Baru juga Anita mengirim pesan, tiba-tiba terdengar suara deringan pesan. Anita langsung menoleh kearah Prawira yang ada disampingnya. Lalu dia mengirim kembali pesan pada suaminya. [Aku pulang bersama dengan Prawira setelah dari pesta. Kamu tidak akan salah paham bukan?]Kembali terdengar deringan dari sebelah, An