Anita tidak habis pikir dengan semuanya, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya saling berhubungan satu sama lain. "Kamu kenal dengan mertuaku karena bekerja di rumahmu dulu, apa kamu kenal juga dengan suamiku? Kamu tahu wajahnya seperti apa?" tanya Anita penasaran. Prawira yang masih mengendarai mobilnya pun menoleh kearah Anita dengan sekilas. Anita rupanya masih merasa curiga. "Kenapa kamu menanyakan itu?""Aku hanya penasaran saja.""Bisa iya bisa tidak."Anita menaikan sebelah alisnya heran. "Jawab yang benar!""Kamu bisa tanya sendiri pada suamimu."Anita mendengus kesal, lalu dia mengambil ponselnya. Dia mengirim pesan pada suaminya. [Morgan, kamu sudah sembuh?]Baru juga Anita mengirim pesan, tiba-tiba terdengar suara deringan pesan. Anita langsung menoleh kearah Prawira yang ada disampingnya. Lalu dia mengirim kembali pesan pada suaminya. [Aku pulang bersama dengan Prawira setelah dari pesta. Kamu tidak akan salah paham bukan?]Kembali terdengar deringan dari sebelah, An
Pesta penyambutan dari Prawira sebagai kembalinya seorang pewaris sudah selesai. Banyak sekali pebisnis yang memang sengaja mendekati Prawira untuk mengajak mereka kerjasama. Ada juga yang memang menahan relasi. Anita sudah muak berinteraksi dengan mereka yang memang bermuka dua, di depan mereka baik tetapi dibelakang mereka semuanya saling gigit, berbisnis dengan cara baik dan kotor. Rasanya ingin segara pulang, sampai ponselnya bergetar. Anita membaca pesan dari Icha. [Aku pulang duluan bersama dengan Andreas.]Anita membaca pesan tersebut, sebenarnya Anita juga merasa curiga dengan masa lalu Icha. Wanita itu tidak pernah terbuka tentang dirinya. Tetapi dugaan dirinya memang benar kalau Icha punya hubungan dengan Andreas. Anita juga yakin kalau Andreas tahu tentang masa lalu dari Icha. Sampai Anita teringat kalau Icha pernah menceritakan sekilas tentang masa lalu ibunya yang pernah dekat dengan ayah mertuanya, sampai membenci Anita. "Anita."Anita menoleh kearah belakang dan ru
Icha berjalan menuju kearah halaman belakang, di menangis dalam diam ketika berada di pesta ini. Benar-benar tidak menyangka sama sekali. "Harusnya aku langsung membunuh dia untuk balas dendam!" umpat Icha. Dia benar-benar sangat benci dengan pria brengsek seperti Umar Sanjaya yang hanya menjadikan ibunya budak nafsunya saja selama ini. Padahal yang dia tahu kalau ibunya menjalin asmara dengan Anwar. tetapi pada kenyataannya lebih buruk dari yang dia kira. Dulu dia masih kecil dan sangat polos, tidak tahu apapun yang terjadi. Sekarang dia sudah dewasa dan mengetahui siapa yang jahat padanya. "Hiks kenapa nasibku seperti ini," gumam Icha menangis. Andreas datang menghampiri Icha, dia tadi sempat melihat Icha yang berlari. Dia yang khawatir pun akhirnya a menghampiri wanita itu. "Icha, kamu tidak apa-apa?" tanya Andreas sambil membawakan tisu dan menghapus air matanya. "Ngapain ke sini? Kamu bahagia bukan liat aku seperti ini," kata Icha. "Aku justru sedih melihat kamu seperti
Prayoga sengaja memakai bajunya, di dalam kamar masih ada Hana dan ibunya. Dia hanya ingin bertanya apa yang sudah terjadi sebenarnya. "Kenapa kamu bisa seperti itu?" tanya Hana. "Bukannya sudah aku bilang kalau dijebak. Semuanya ulah Prawira," kata Prayoga. "Kenapa bisa seperti itu?" tanya Hana. Prayoga diam sejenak, dia tidak mungkin menceritakan semuanya pada Hana tentang rencana dirinya tadi. "Aku tidak tahu.""Lain kali kamu jangan ceroboh, Prayoga. Liat gara-gara kelakuan dari kamu, semua wartawan itu pasti akan menyoroti kamu," kata Ayu. "Tante Ayudia tidak usah khawatir. Aku bisa mengurus semuanya," kata Prayoga. "Baiklah, jangan lakukan kesalahan lagi," kata Ayudia yang langsung memutuskan untuk pergi dari sini. Prayoga menatap kepergian dari ibunya Hana. Dia mengepalkan tangannya dengan keras. Wanita itu berani ikut campur dengan dirinya. "Yaudah kalau begitu aku keluar dulu.""Iya," jawab Prayoga. Hana akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar Prayoga. Dia memut
Hana mencari keberadaan Prawira setelah dia meninggalkan Prayoga. Saatnya untuk dirinya menggoda Prawira. Tetapi dia tidak menemukan sama sekali. Padahal dia sudah menyusuri tempat pesta itu. “Di mana Prawira?” gumamnya lirih, penuh kegelisahan.Di antara kerumunan, Hana menangkap sosok yang sangat ia kenal. “Mah...” panggilnya.Ayu menoleh. Ekspresi wajahnya lembut, tapi ada ketajaman terselubung dalam matanya. Ia segera menghampiri Hana, menyibak gaunnya yang mewah.“Ada apa?” tanyanya tenang.“Aku tidak menemukan Prawira sama sekali,” bisik Hana dengan nada kesal.Ayu menatap sekeliling, lalu tersenyum tipis. “Sepertinya dia memang tidak betah di sini. Tadi aku hanya melihatnya sebentar. Mungkin... dia memang tidak suka pesta.”Hana mendengus pelan. “Harusnya aku langsung datang ke kamarnya. Aku bisa merayunya tanpa gangguan orang-orang ini.”Kalimat itu membuat Ayu mengangguk puas. “Itu pikiran yang pintar. Jangan biarkan kesempatan terbuang percuma. Pergilah sekarang.”Hana meng
Prayoga tiba-tiba merasa pusing di kepalanya, dia menyadari sesuatu sekarang. Sepertinya obat yang ada di gelas itu tidak sengaja dia minum. "Kepalaku pusing.""Aku akan membawa kamu ke kamar."Hana mengatakan itu dan menuntun Prayoga untuk masuk ke kamar sebuah kamar. Bagus sekali kalau Prayoga tidur, Hana akan lebih leluasa untuk mendekati Prawira. Berbicara tentang Prawira, Hana belum bertemu dengan laki-laki itu sekarang di pesta ini. "Kamu istirahat yah."Prayoga mencekal tangan Hana, "kamu mau ke mana?""Aku akan cari minum dulu," kata Hana yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari Hana. Prayoga hanya mengangguk sambil membuka kancing baju atasnya. Dia terlalu panas sekarang. Bahkan dia tidak tahu harus melakukan apalagi sekarang. "Sialan."Hana keluar dari kamar tersebut, lalu dia mengambil ponselnya. "Prawira, tunggu aku. Kamu pasti akan menjadi milikku," ujar Hana dengan semangat. Sementara itu tanpa mereka sadari, Andreas tengah memperhatikan situasi itu dalam diam