POV Alina.
Gawaiku berbunyi, sebuah pemberitahuan dari laman i*******m, aku pencet gambar lambang cinta itu : Aryo27 menyukai postingan anda. Aku tersenyum,
Aryo, seseorang yang belakangan ini selalu hadir di pikiranku, sering aku tepis pikiran konyol tentangnya, tapi tiba-tiba saja bayangan dirinya seperti muncul dimanapun aku berada. Tidak, kami tak pernah berinteraksi ngobrol langsung maupun chat, sungguh, hanya sekedar memberikan like, tidak pernah inbox atau DM, bahkan jarang sekali berkomentar. Bukankah itu wajar dalam dunia medsos? Bahkan acapkali banyak pria iseng tapi selama ini aku abai, tapi dia tuh beda... Ada yang berbeda, aku merasa... merasa hati ini saling terpaut meski tidak bersama. Ah, aneh sekali bukan?Setelah aku ingat lagi, apa karena Mas Aryo adalah orang pertama yang aku sukai waktu kecil dulu? Ah lucu sekali, tapi memang sama sekali bukan mantan karena aku tak pernah jadian dan aku juga tidak pernah berinteraksi dengannya. Dulu aku hanya sesekali melihatnya bermain bersama dengan teman-temannya. Kami tidak pernah satu sekolah atau kegiatan bersama. Begitu saja, tidak lebih. Setelahnya aku sudah lupa. Kami telah menjalani kehidupan kami masing-masing, aku hanya tau dia sudah menikah dan menjadi seorang pengusaha sukses di kota kami, memiliki beberapa komunitas elit, dan seiring dengan perkembangan dunia internet, bisa dikatakan dia sudah menjadi publik figur. Dari sini saja sudah terlihat mengapa kita tidak pernah berinteraksi walau tinggal di daerah yang sama dan jarang sekali bertemu, mungkin itu karena perbedaan strata sosial yang begitu jauh.
*****Dulu sebelum menikah dengan Mas Hendra, aku sering mimpi bertemu seseorang, walaupun tidak jelas wajahnya, hanya sekejap dan tanpa berkata. Dan mimpi itu sering berulang. Dulu aku berfikir dia adalah jodohku, namun setelah menikah aku tak pernah lagi memimpikannya. Sekarang setelah aku sendiri, belakangan ini mimpi itu hadir kembali, seperti saat ini, dia hadir dimimpiku, sepintas aku melihat jelas wajahnya, dan dia adalah...
Aryo??!! Orang yang selama ini datang dalam mimpiku adalah dia??!!Aku terbangun dari mimpiku, oh no, dia lagi dia lagi! Padahal beberapa hari ini aku berhasil tidak memikirkannya, aku mengacak rambutku sendiri, segera aku bangkit dan membasuh muka kemudian menunaikan sholat subuh. Okay last day Na, kudu fokus ngikutin seminar. Buang jauh-jauh Aryo dari fikiranmu!!
"Huz huz huz sana pergi!" Aku mengibaskan tangan depan mukaku. Hari ini hari terakhir aku mengikuti kelas belajar wartawan online di kota Bandung. Selama tiga hari aku mengikuti seminar, waktu itu aku berangkat dini hari dari kota kecilku agar tidak kelamaan meninggalkan putra kesayanganku Kenzo yang sebentar lagi berusia 3 tahun. Aku hanya menginap 2 malam, memilih penginapan kecil dengan harga terjangkau yang dekat dengan hotel tempatku seminar. Nanti sore setelah seminar paling aku balik ke homestay lagi, istirahat sebentar lalu packing, malamnya checkout lanjut ke stasiun untuk kembali pulang, tentunya sambil cari makan.
"That is my plan today, Bismillah..."
*****Aku menata notes, pena, gelas bening cantik berisi air mineral, papan nama dari kertas bertuliskan Alina, aku atur sedemikian rupa agar looknya bagus saat difoto.
Cekrek...
Ok, good.. Aku upload di instagramku, tidak lupa aku sertakan lokasi hotel tempat seminar dengan caption : Last day belajar.Nanti malem pulang udah kangen berat sama Kenzoku sayang. And send.Langsung hadir beberapa like dari temanku, aku tersenyum dan segera kusimpan gawaiku di tas lalu kembali mendengarkan pembicara. Tanpa kulihat lagi bahwa ada seseorang disana yang memberikan sebuah like sebagai tanda kehadiran sepersekian detik setelah aku off gawaiku.
Dulu suamiku, Mas Hendra yang sering mengantarku jika aku ada acara di luar kota. Kini aku sendiri, tapi ini bukan kali pertama aku keluar kota sendirian, saat masih bekerja di perusahaan biasanya ada jadwal training tahunan atau pelatihan beberapa hari di luarkota. Sebenarnya kalau pas ada uang lebih ingin sekali aku mengajak Kenzo sama ibu ikut menemani sambil jalan-jalan, tapi berhubung tabunganku belum cukup dan aku harus benar-benar memperketat pengeluaranku maka kali ini aku berangkat sendirian.
Mengingat Mas Hendra, mataku berkaca, ada perih yang menusuk dalam jiwa... sebuah rasa rindu dan rasa sakit yang datang bersamaan, walau aku akui rasa rinduku lebih berat, aku tetap merinduka sosoknya yang kini tak lagi sama.
***
"Mama lagi ngapain?"suara Kenzo dengan wajah yang menggemaskan terlihat dari videocall di layar ponsel. Aku makan siang sembari ngobrol dengan anakku Kenzo dirumah.
"Mama lagi istirahat sayang, makan siang, Kenzo udah makan?" tanyaku pada Zo.
"Udah mama," jawab Kenzo antusias. "Eh pinter, Kenzo baik-baik ya sama Eyang Uti, yang nurut yaa,"ucapku kemudian.
"Iya mam, Mama nanti pulang kan? Kenzo kangen cama mama," Kenzo berkata demikian sambil mengerjapkan mata bulatnya.
"Tentu, mama naik kereta malam dari sini sayang, kenzo tidur dulu ya gak usah nungguin mama, besok kenzo bangun tidur pasti mamah udah di rumah, oke sayang?"
"Oke mamah" sahut Kenzo cepat.
"Mmuah"
"Mmuah..." Kenzo membalasku dengan memonyongkan bibir kecilnya.
"Nduk, kamu hati-hati juga disana ya," Ibuku yang sedari tadi hanya menyimak ikut bicara. "Nggih bu, terimakasih banyak ya udah jagain Kenzo," ucap Alina pada ibunya.
"Ah nggak apa-apa nduk, ibu malah seneng dititipin Kenzo, dia anak yang pinter dan juga lucu, sudah jangan dipikirin, lagian cuma 3 hari dan besok kamu udah pulang," Ibu berkata dengan lembut.
Aku tersenyum, iya selama pergi ke luar kota dengan berat hati aku memang menitipkan anakku Kenzo pada ibuku, kami tidak tinggal serumah tapi masih satu kompleks berdekatan.
Setelah puas bercanda melepas kangen video call dengan anakku, tadi aku juga sempat berbalas chat dengan ibuku. Aku selalu berusaha berkabar kepadanya apalagi saat jauh dari sisi Kenzo, aku selalu mengkhawatirkan kesehatan anakku.
Aku membuka aplikasi putar lagu dari gawai, lalu memutar playlist lagu-lagu kesukaan lewat headset sambil nerusin makan. Kemudian aku juga membuka aplikasi baca buku dari ponselku ini, melanjutkan novel yang ku baca saat senggang. Waktu beberapa menit sudah cukup lumayan untuk menghilangkan rasa penasaranku dari bab novel yang kubaca. Tentang dua orang yang terpisah jarak tapi punya ikatan batin dan bisa saling merasakan keadaan hati dan sekitarnya meskipun mereka bukan saudara kembar.
Bagiku ini menarik, setidaknya seperti yang aku rasakan akhir-akhir ini.
"Keterikatan batin, atau keterikatan hati?
ataukah itu cuma sugesti??"《Kamu... seperti hantu...
Terus menghantuiku kemanapun tubuhku pergi...Kau... terus membayangi aku...》Tiba di playlist lagu dari band pentolan Ahmad Dhani membuat seketika Alina jadi mengingat Aryo, Uh sebel banget Aryo lagi Aryo lagi! Seperti ada yang selalu membisikkan nama itu. Dan seketika mataku terbelalak melihat seseorang yang sepertinya aku kenali sedang berdiri di pintu masuk resto, seseorang berbadan tegap, berkulit putih dan berhidung mancung, mengenakan kaos hitam yang makin menambah pesonanya.
"Ah kacau-kacau! Dasar kepalaku ini!" Aku mengetuk-ngetuk kepala sendiri, dan saat laki-laki itu membalikkan badan menuju keluar... But wait, itu beneran...diaa??
"Mas Aryo??!" pekikku keras karena kaget hingga akhirnya laki-laki itu menoleh. Jantungku langsung berdetak keras, serasa mau pingsan!!
*****
Part 3#pertama kali dekatPov Aryo"Gila, ini hal yang bodoh,Ini hal yang bodoh!" Aku meracau sendiri. Aku membalikkan badan, beringsut hendak cepat keluar dari ruangan ini dan mengurungkan niat untuk bertemu Alina sebelum..."Mas Aryo?!"suara lembut seseorang disana memanggilku.Oh My God,, itu Alina... itu pasti suara Alina yang memanggilku. Aku menghela nafas sejenak, menata degup jantungku dan putar badan, aku melihat wajahnya yang penuh tanya dan heran, bagiku itu sangat menggemaskan. Aku membetulkan kaos dan mengetes tenggorokanku, setidaknya aku harus nampak santai dan cool walau sebenarnya panas dingin dan mulai berkeringat.Aku melempar senyum dan menghampirinya."Tuhaaan, itu Alina, gadis impianku!!"gumamku dalam hati."Hai, Alina? Kamu ada disini juga?" Aku reflek menyodorkan tangan mengajak salaman."Mas aryo? Aku melihat dari tadi, Tapi aku pikir barangkali cuma mirip. Iya, aku lagi ikut semin
Part 4#menghindarPOV AlinaAku berdiri di depan kaca toilet."Aduh Tuhan, ini beneran?!"Aku? Sama dia? Aku beneran ketemu sama dia? Deket dan ngobrol trus janjian? Itu sesuatu yang seperti aku yakini bakal terjadi, dan ternyata itu beneran kenyataan. Aku nggak pernah menyangka akan bertemu dengannya disini, terus bagaimana ini, ngapain aku tadi iya aja waktu diajak ketemuan.Oh no...Gawat-gawat, nggak bisa kayak gini, ini bener sesuatu yang pernah aku impikan dulu, tapi bukan kaya gini juga, keadaannya sudah beda! Apa Aryo tau bahwa aku sudah sendiri ya? Tapi, tidak banyak yang tau tentang statusku. Dan justru karena sekarang aku sendiri aku tetap harus menjaga sikapku. Aku mendenguskan napas."Ok, mending nggak usah deket lagi sama sekali, ya lebih baik aku menghindar saja nanti, menghindar titik!"****Sore itu kelas selesai, sesi terakhir adalah sesi photo bersama dan testimoni tapi Alina minta izin untuk pulang du
#part5*Terkadang kita mati-matian menghindari sesuatu, tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan*"Tumben banget sepi sekali, biasanya gak sesepi ini," Alina menyusuri jalan dengan lebar sekitar 3.5meter sebelum ke jalan utama. Aduh batrenya habis, belum sempat nge charge handphone karena buru-buru tadi, baiklah aku cari angkot di jalan depan saja. Sebenarnya jarak jalan kecil ini ke jalan utama tidak begitu jauh hanya sekitar kurang dari 200 meter saja, jalan ini bisa dilalui mobil tentunya, terdapat beberapa rumah tempat kost atau penginapan tapi juga masih ada tanah atau kavling-kavling kosong, dan beberapa kavling kosong tersebut ditumbuhi semak ilalang. Kalau sudah di jalur utama jarak ke hotel tempat seminar kemarin juga tidak begitu jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki, Alina memilih tempat menginap yang lebih terjangkau biayanya.Saat berjalan alina merasakan ada orang yang mengikuti, tadinya alina fikir mereka juga hanya sekedar lewat s
#part6#dekapanpertama "Alina, kamu baik-baik saja?!" Aryo segera menghampiri Alina dan melepas ikatan kain yang membekap mulutnya."Mas Aryo..." melihat airmata yang berderai di pipi Alina secara refleks Aryo memeluk Alina dengan erat ke dalam dekapannya, tangis Alina semakin tumpah, untung saja Aryo datang tepat pada waktunya jika tidak entah bagaimana jadinya nanti jika malapetaka datang dan merenggut kebahagiaannya. Untuk sekian waktu mereka tidak menyadari itu, ada desiran aneh dan rasa nyaman bersamaan. Hingga akhirnya Alina tersadar, degup jantungnya tidak beraturan, ia mencoba lepas dari pelukan Aryo, ternyata tangannya juga masih terikat dibelakang."Mm...maaf..." kata Aryo gugup seraya melepas dekapannya. "Maaf Alina, aku tidak bermaksud..." Alina tidak membalas ucapan Aryo, ia sedang berusaha melepas sendiri ikatan tangannya tapi tidak bisa. "Bis
#part7 "Alina, terimakasih." kata Aryo seraya menyerahkan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado dengan sebuah pita kecil yang manis. "Apa ini?"tanya Alina sambil memperhatikan kotak manis itu. "Tadi siang aku memang udah menyiapkan sesuatu buat kamu, maaf aku tadi sempat marah saat tau kamu pergi lebih dulu,"ujar Aryo. "Tidak-tidak, kamu nggak perlu minta maaf, seharusnya disini aku yang harus meminta maaf dan juga aku sedari tadi belum berterimakasih padamu" tukas Alina kemudian melanjutkan bicara. "Mm...maaf, dan terimakasih kamu sudah menolongku hari ini, jika kamu tidak datang aku tidak tau bagaimana nasibku tadi,"ucap Alina sambil menunduk, membayangkan kejadian yang tadi dialami. "Hei sudahlah, jangan di ingat lagi, yang penting sekarang kamu baik-baik saja" tutur Aryo dan Alinapun tersenyum. "Oh ya mas, kalau boleh tau, bagaimana bisa tadi kamu menemukanku?"tanya Alina heran. "Oh itu, baiklah, aku akan menceritakan s
#part8#Darahsegar Tanpa mereka sadari, dari arah semak ada yang mengintai. Alina yang tadi tersenyum, melebarkan matanya saat melihat seseorang berlari menuju Aryo dan dibalik jaketnya ia membawa sebuah... Belati!"Mas Aryo!!" pekik Alina keras."JLEBB!" sebuah tusukan mengenai perut bagian samping saat Aryo menoleh panggilan Alina. "Aaaaaak!!!!" Aryo yang sedang di posisi nyaman tak terjaga tak mampu membuat perlawanan."Rasakan pembalasanku!" ujar seorang lelaki berbadan besar kepada Aryo dengan mata yang merah penuh dendam."Cepat lari Bos!" teriak seseorang dari kejauhan, pria gondrong bertato itu kemudian seketika kabur meninggalkan Aryo yang jatuh bersimba darah. Tubuh Alina bergetar hebat menyaksikan kejadian dihadapannya."Mas Aryoo... tidaak!" Alina meraung langsung memapah tubuh Aryo yang limbung. "Tolong...!!" Alina berteriak meminta p
#part9 #transfusi Andi terlihat panik dan sibuk lagi dengan gawainya menelpon kesana kemari."Ndi, ada apa? Katakan!" Andi tidak menjawab pertanyaan Alina."Katakan Ndi ada apa?!"Andi melirik Alina kemudian berkata, "Pak Aryo butuh transfusi secepatnya karena ia kehilangan banyak darah!" Aku ternganga menutup mulutku, kembali lemas mendengar berita tersebut."Masalahnya golongan darah yang dibutuhkan tidak ada stok di bank darah. Mereka sudah berusaha menghubungi cabang PMI disekitar wilayah ini namun belum membuahkan hasil. Kita juga sedang mencari pendonor diluar, sembari menunggu keluarga Bos Aryo datang, tapi itu masih lama takut nggak kesampaian!"kata Andi dengan panik."Apa golongan darah mas Aryo, Ndi?"tanya Alina kepada Andi. "Kalau saja gue punya golongan darah yang sama, gue bakal donor sekarang juga, apapun bakal gue lakuin demi Bos Ar
#part10 Pov Aryo Brengsek! Bedebah itu! Beraninya menusukku saat aku lengah. Aku ambruk menahan sakit, dan kulihat Alina begitu cemas melihatku, demi apapun aku tak peduli dengan yang sedang kurasakan aku hanya sangat senang saat didekatnya, saat melihat wajahnya yang sepertinya sangat takut kehilanganku, aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga diatas sakitku. Entahlah, setelahnya aku tak ingat apa-apa, mungkin aku pingsan. Aku mulai sadarkan diri, ketika kurasakan seperti ada aliran energi masuk ke tubuhku, aku berangsur pulih, namun aku belum bisa bergerak, ragaku masih lemah, hanya saja aku masih bisa mendengarkan suara-suara disekitarku. "Alina..." ucapku lirih, ingin sekali kubelai wajahnya yang begitu indah saat tertidur, namun aku urungkan. Aku hanya bisa sedikit menyentuh ujun